Liputan6.com, Jambi - Angso Duo menjadi binatang yang melegenda dan sarat dengan nilai-nilai sejarah, utamanya sejarah terbentuknya "Tanah Pilih Pesako Betuah" Kota Jambi.
Kini posisi penting sejarah dan seiring berkembangnya zaman, Angso Duo dituangkan lewat canting ke dalam motif batik khas Jambi yang diberi nama batik Angso Duo. Seperti apa filosofi Angso Duo yang dituangkan menjadi batik?
Berdasarkan catatan sejarah, Kepala Museum Negeri Jambi, Leni Nurleni menyebutkan, Angso Duo identik dengan Orang Kayo Hitam dan Tanah Pilih. Pada era kerajaan Jambi, saat itu Orang Kayo Hitam adalah pemegang keris Siginjei dan berhasil mengalahkan Temenggung Merah Mato.
Advertisement
Baca Juga
Usai mengalahkan temenggung tersebut, Orang Kayo Hiyam kemudian menikah dengan Mayang Mangurai, putri dari Temenggung Merah Mato. Setelah menikah, keduanya pun berusaha menemukan daerah pilihan untuk dijadikan kerajaan dengan cara mengikuti sepasang angsa milir di Sungai Batanghari.
Kemudian setelah milir, Angso Duo ini naik ke darat untuk mandi tanah (mupur) dan menghilang tepatnya di Kota Jambi, kini kawasan yang didatangi sepasang angsa itu berdiri Masjid Agung Al-Falah. Sehingga, sesuai pesan temenggung Merah Mato, di mana angsa tersebut berhenti, maka di situ lah tempat yang dipilih untuk mendirikan kerajaan Tanah Pilih.
"Karena sejarahnya Angso Duo tadi, maka mendorong perajin batik membuat motif Angso Duo ke dalam khazanah batik sebagai simbol daerah Jambi. Angso duo ini menjadi milik bersama, sehingga pencipta motif ini hingga kini tidak diketahui siapa," kata Leni kepada Liputan6.com, Kamis (1/8/2019).
Motif batik Angso Duo, kata Leni, tergolong motif fauna yang melegenda dan sarat dengan nilai sejarah. Selain sejarah, motif ini memiliki kandungan pesan yang cukup mendalam, yakni nilai kegigihan dan kesabaran dalam berusaha. Serta nilai keselarasan antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Selain itu, nilai yang terkandung dalam motif Angso Duo ini kata Leni, adalah keselarasan antara manusia dan binatang untuk saling menghormati sesama makhluk. Termasuk kepada binatang.
"Binatang memang tidak dikaruniai akal, tapi binatang memiliki insting yang tingggi, termasuk angsa. Dan berkat instingnya itu binatang bisa membaca tanda-tanda alam," kata Leni seraya menambahkan, selain batik, Angso Duo juga menjadi lambang untuk Kota Jambi.
Sedangkan dalam motif batik Angso Duo yang Liputan6.com amati, terlihat untuk motif utama dari gambar Angso Duo tersebut, dikombinasikan dengan gambar pendukung seperti gambar-gambar garis melengkung dan gambar bunga. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi penyuka batik.
"Suka dengan motifnya, lebih menonjol kedaerahannya, orang Jambi pasti tahu sejarah Angso Duo. Dan juga dengan kita memakai batik motif lokal bisa mengangkat perajin batik lokal juga," kata Vita Putri, warga Kota Jambi saat memilih batik di salah satu gerai batik di kawasan Simpang Pulai, Jambi.
Â
Perkembangan Batik Jambi
Perkembangan batik di Jambi memberi dampak bagi penambahan perbendaharaan motif batik Jambi, yakni, motif batik Jambi sebagian besar distilir dari bentuk flora dan fauna, sebagaimana motif batik yang terdapat di Indonesia pada umumnya.
Namun, dilihat dari bentuk motif corak pewarnaannya, batik Jambi memiliki perbedaan dan keunikan dibanding batik di daerah lain. Keunikan batik Jambi, terlihat dari kesederhanaannya bentuk motif yang tidak berangkai atau hanya ceplok-ceplok dan berdiri sendiri-sendiri. Ini tentu berbeda dengan batik di Jawa yang lebih berangkai.
"Motif batik Jambi tidak berangkai, karena itu menandakan apa adanya dan dilihat dari alam sekitarnya. Tidak berangkai ini juga menandakan gotong royong satu sama lain yang disatukan dalam motif batik," kata Leni.
Sementara itu, menukil perkembangan batik Jambi yang dimuat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Jambi, berdasarkan artikel mingguan kolonial tahun 1929. Menurut artikel yang ditulis yang ditulis E.M Gosling itu menceritakan bahwa hasil kerajinan tangan batik Jambi telah berkembang sejak dulu dan sempat menghilang.
Singkat cerita, untuk menghidupkan kembali batik di Jambi pada era tahun 1980-an Sri Soedewi Maschun Sofwan, istri Gubernur Jambi saat itu, bersama Lily Abdurahman Sayoeti memprakarsai dan menghidupkan kembali batik Jambi dengan mendatangkan ahli batik dari tanah Jawa, Yogyakarta.
Ahli dari Yogyakarta tersebut, melatih remaja-remaja putri di Seberang Kota Jambi, pesertanya sekitar 45 orang remaja putri dan 4 orang remaja putra untuk mengikuti pelatihan yang dipusatkan di kampung Ulu Gedong. Kampung ini sekarang menjadi sentra batik di Jambi.
Dalam pelatihan itu, mereka bukan hanya meneruskan teknik membatik alami. Namun, juga mengembangkan teknik membatik modern dengan menggunakan zat kimia naptol dan garam atau istilah pewarna batik. Sehingga, kini batik tulis kimia inilah yang lebih berkembang pesat dibandingkan batik tulis alami.
Kemudian bermunculan motif-motif baru seperti motif Angso Duo, Duren Pecah, Tampuk Manggis dan masih banyak lainnya. Karena adanya pelatihan itulah kini di seberang Kota Jambi terdapat kampung batik, tepatnya di Ulu Gedong, Seberang Kota Jambi.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement