Kisah Hebat Disabilitas Netra di Bali yang Bikin Haru

Tiba-tiba saja penglihatan saya hilang total hingga kini.

oleh Dewi Divianta diperbarui 19 Mei 2021, 17:35 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2019, 05:00 WIB
Disabilitas netra
Yudi bersama istrinya yang juga penyandang disabilitas netra (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Apa yang Anda bayangkan jika tiba-tiba saja penglihatan Anda hilang alias mengalami kebutaan total? Panik, sudah tentu. Kecewa, pasti itu yang Anda rasakan.

Takdir tak bisa dilawan. Sekuat apapun Anda menolak, realitas yang sudah terjadi sulit untuk dihindari. Solusi terbaiknya adalah menerima dengan ikhlas apa yang telah terjadi dan menimpa diri kita.

Setidaknya hal itu yang dilakukan oleh Yudi Hamzah Hermawan. Pria kelahiran Jakarta, 2 November 1972 mengalami kebutaan ketika segala kebahagiaan dapat direngkuhnya dengan mudah. Kepada Liputan6.com Yudi menceritakan perjalanan hidupnya.

"Saya awalnya normal (tidak mengalami kebutaan). Tiba-tiba saja penglihatan saya hilang total hingga kini," kata Yudi, Jumat (2/8/2019).

Hingga kini, Yudi tak tahu apa penyebab hingga dirinya mengalami kebutaan. Kala itu, pada tahun 1997, entah apa penyakit yang menyerang matanya, Yudi tiba-tiba saja mengalami kebutaan.

Dokter mendiagnosa jika ada urat saraf yang putus di sekitar mata Yudi. Saat itu Dokter cuma bilang urat sarafnya putus.

"Mungkin waktu itu teknologinya belum bagus kali, ya. Saya tidak pernah merasakan sakit atau apapun, mendadak hilang pengelihatan. Tidak ada tanda-tanda," jelas Yudi.

Mengalami kebutaan permanen, Yudi sempat syok. Bahkan, ia sempat ‘marah’ kepada Sang Pencipta. Namun hal itu tak lama, hanya berlangsung beberapa hari saja.

"Reaksi kekecewaan sesaat. Tapi setelah itu saya tersadar jika ini adalah yang terbaik yang diberikan oleh Tuhan untuk saya," ujarnya. Yudi segera bangkit. Ia menerima kondisinya yang telah mengalami kebutaan.

 

Lolos Tes CPNS

Disabilitas netra
Istri Yudi tengah memijat pelanggan di rumahnya yang juga menyediakan tempat pemijatan (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Yudi mencari segala informasi mengenai kondisinya kini yang telah menjadi disabilitas netra.

"Ketika dokter memvonis saya tidak bisa disembuhkan lagi, saya langsung cari tahu di mana saya harus menjalani rehabilitasi. Saya diberi tahu Ketua Pertuni Jakarta Utara namanya Kaiden, saya disuruh masuk ke PSDN Taniat di Bekasi. Saya masuk ke sana. Ada pilihan sebagai terapis pijat dan keterampilan musik sebagai kegiatan ekstra," paparnya.

Ayah dua anak ini kemudian menekuni dunia pijat memijat. Namun, hasil yang didapat dari profesi barunya itu sempat membuat ia kecewa.

Betapa tidak, sebelum mengalami kebutaan, Yudi adalah seorang fotografer profesional. Ia bisa mengantongi uang Rp400 ribu untuk sekali memotret saja.

"Tahun 1997, satu album isi 100 lembar foto itu bisa Rp400 ribu saya dapat. Sekali acara nikahan lah ya. Lah ini satu jam memijat saya dapat Rp10 ribu. Sempat terjadi goncangan. Tapi dari goncangan itulah saya tetap meyakinkan diri untuk menekuni dunia pijat memijat," katanya.

Ketekunannya berbuah manis. Yudi diminta membantu seorang dosen untuk mata pelajaran massage di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Islam 45. Yudi menjadi instruktur di sana.

Karirnya moncer. Di Balai Taniat ia juga ditunjuk sebagai instruktur massage. Pada tahun 2007, Yudi mengikuti tes CPNS.

"Saya diterima. Akhirnya saya bertugas di Bali sampai sekarang. Masih menekuni dunia pijat memijat. Saya masih sebagai instruktur di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Mahatmiya Bali yang terletak di Kabupaten Tabanan," katanya.

Uang Datang

Disabilitas netra
Rumah Yudi di Tabanan (Liputan6.com/Dewi Divianta)

"Sampai sekarang saya masih fokus ke dunia pemijatan. Dan ternyata itulah yang bisa menghidupi dan uang datang sendiri," ujarnya.

Yudi membuka praktik pemijatan di rumahnya. Dalam sehari, empat hingga lima pasien ditanganinya. Pada saat sama, ia juga masih menjadi instruktur di BRSPDSN Mahatmiya Bali.

Ada hal penting yang disampaikan Yudi kepada mereka yang baru menyandang status disabilitas.

"Terima keadaan kita dan tatap masa depan. Kita jalani kehidupan ini dan natural saja, seperti air mengalir. Yang terpenting tekuni pekerjaan kita. Dan itu yang membuat saya seperti ini. Yang tak kalah penting adalah dukungan keluarga. Jangan terlalu over protektif, nanti malah tidak berkembang," ucapnya.

"Ketika kita berhadapan dengan disabilitas, beri kesempatan yang sama saja, jangan diperlakukan istimewa, nanti malah terlenakan. Pandang biasa saja, beri kesempatan yang sepadan," tambah Yudi.

Kini Yudi hidup berkecukupan. Rumah dan asetnya bertebaran di Tabanan. Semua itu berkat keikhlasannya menjalani goresan tangan yang ditakdirkan Tuhan Yang Maha Esa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya