Penyelesaian Konflik Urut Sewu Ada di Tangan Pemda

Komnas HAM berharap pemerintah daerah, baik Pemkab Kebumen maupun Pemprov Jawa Tengah, turut aktif menyelesaikan kasus sengketa tanah di Urut Sewu.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 18 Sep 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2019, 12:00 WIB
Warga menggeruduk Kantor Dinas Bupati Kebumen untuk mengadukan kekerasan yang dialami dan sengketa tanah yang tak kunjung selesai. (Foto: Liputan6.com/Yazid Mahfudz untuk Muhamad Ridlo)
Warga menggeruduk Kantor Dinas Bupati Kebumen untuk mengadukan kekerasan yang dialami dan sengketa tanah yang tak kunjung selesai. (Foto: Liputan6.com/Yazid Mahfudz untuk Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Kebumen - Bentrok TNI dengan warga Kebumen di Brecong, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah sudah sepekan berlalu. Namun, petani korban kekerasan urung melaporkan peristiwa itu ke kepolisian.

Mereka lebih memilih mengadukan kasus kekerasan dan sengketa lahan antara warga dengan TNI ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM, bagi petani adalah jalan tengah, agar konflik tak semakin meruncing.

Sekretaris Urut Sewu Bersatu (USB) Widodo Sunu Nugroho beralasan, laporan ke kepolisian justru berpotensi membuat petani menjadi korban dua kali. Usai menjadi korban kekerasan, bisa jadi mereka akan kepayahan menjalani proses hukum.

Terlebih, sebagian besar korban kekerasan bukanlah orang berpunya. Mereka adalah petani yang tiap hari mesti bekerja.

Sunu juga mempertimbangkan dampak yang diterima korban jika membuat laporan ke polisi. Pasalnya, saat sudah melapor ke polisi, para korban harus meluangkan waktu, menyediakan biaya, dan yang paling berat adalah risiko kemungkinan intimidasi.

Karenanya, petani lebih memilih melaporkan tindak kekerasan itu ke Komnas HAM. Harapannya, persoalan sengketa tanah di Urut Sewu akan selesai secara menyeluruh.

Komnas HAM juga dianggap tidak punya kepentingan terhadap periuk beras petani di Urut Sewu, sehingga diharapkan mampu menggelar mediasi persoalan sengketa lahan yang tak kunjung selesai itu.

 

 

Penyelesaian Menyeluruh

Petani memegang selongsong peluru yang diduga ditembakkan ke petani Urut Sewu yang menolak pemagaran oleh TNI. (Foto: Liputan6.com/USB/Muhamad Ridlo)
Petani memegang selongsong peluru yang diduga ditembakkan ke petani Urut Sewu yang menolak pemagaran oleh TNI. (Foto: Liputan6.com/USB/Muhamad Ridlo)

Sekretaris Urut Sewu Bersatu (USB) mengatakan, aduan resmi sudah dilayangkan ke Komnas HAM. Petani melaporkan tindak kekerasan yang menyebabkan 16 petani terluka.

"Untuk pengaduan sudah kami sampaikan ke Komnas HAM," kata Sunu, Selasa (17/9)/2019).

Selain melaporkan kekerasan yang dialami, petani juga melaporkan konflik tanah antara warga dengan TNI yang tak kunjung selesai. Padahal, petani sudah mengumpukan bukti-bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat.

Dia berharap aduan ke Komnas HAM itu ditindaklanjuti dan akan menjadi awal penyelesaian yang menyeluruh. Harapan juga dilayangkan kepada pemerintah, baik Pemkab Kebumen, Pemprov Jawa Tengah untuk turut aktif berupaya penyelesaian konflik tanah ini.

Menurut dia, salah satu opsi yang ditawarkan Komnas HAM adalah mediasi. Soal waktu, ia masih menunggu konfirmasi dari Komnas HAM.

Sunu mengungkapkan, saat ini pemagaran dihentikan. Namun petani belum lega, lantaran hal itu hanya bersifat sementara.

Sewaktu-waktu pemagaran bisa saja dilanjutkan tanpa pemberitahuan, meski petani yang tanahnya dilintasi pagar memiliki sertifikat. Petani pun bisa kehilangan hak penguasaan atas tanahnya meski memiliki sertifikat.

"Kami ingin agar penyelesaian masalah ini bersifat menyeluruh," tandasnya.

Langkah Komnas HAM

Petani Urut Sewu mengadu kepada Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz usai bentrok TNI dengan warga yang menyebabkan 16 orang terluka. (Foto: Liputan6.com/Yazid Mahfudz untuk Muhamad Ridlo)
Petani Urut Sewu mengadu kepada Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz usai bentrok TNI dengan warga yang menyebabkan 16 orang terluka. (Foto: Liputan6.com/Yazid Mahfudz untuk Muhamad Ridlo)

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mendorong penyelesaian kasus kekerasan yang dialami petani Urut Sewu, Kebumen dan sengketa tanah di kawasan Urut Sewu antara warga dengan TNI. Salah satu opsinya adalah mediasi.

"Yang pertama, saya menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh TNI kepada masyarakat Urut Sewu yang tengah memperjuangkan haknya," ucap Beka.

Saat ini Komnas HAM sedang menunggu sertifikat tanah dan bukti-bukti kepemilikan tanah warga untuk kemudian dijadikan dasar untuk penyelesaian kasus ini. Menurut dia, semakin banyak bukti yang dimiliki oleh petani, maka posisi petani akan semakin kuat. Dengan begitu, petani akan lebih mudah menegosiasikan kepemilikan tanah.

Komnas HAM juga sudah berkoordinasi dengan Pemprov Jawa Tengah untuk segera memediasi persoalan ini. Komnas HAM akan memfasilitasi pertemuan antara warga, Pemprov Jateng, TNI, BPN, dan pihak-pihak lain untuk duduk bersama menyelesaikan kasus yang terjadi sejak lama ini.

"Terkait dengan kejadian minggu lalu, kami saat ini sedang menunggu data-data sertifikat, atau data-data alas bukti tanah, yang dimiliki oleh warga, untuk kemudian dijadikan bahan untuk penyelesaian kasus ini," katanya menjelaskan.

Komnas HAM, kata Beka, sudah mendampingi kasus sengketa tanah antara warga dengan TNI ini sejak 2013. Bahkan, pada 2015, petani juga sempat mengumpulkan sertifikat tanah dan bukti kepemilikan tanah yang lain.

Tetapi, tindak lanjut pengumpulan sertifikat itu belum jelas hingga hari ini. Karenanya, Komnas HAM juga meminta agar pemerintah daerah, baik Pemkab Kebumen maupun Pemprov Jawa Tengah untuk aktif menyelesaikan kasus sengketa tanah Urut Sewu.

"Kami menarget mediasi dilakukan Oktober," kata Beka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya