Wakil Bupati Mimika Akui Alam Papua Berbahaya Bagi Penerbangan

Terkait banyaknya kecelakaan penerbangan di Papua, Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob mengakui alam Papua memang berbahaya bagi penerbangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2019, 22:00 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2019, 22:00 WIB
peta pencarian heli MI-17 di Oksibil, Papua
peta pencarian heli MI-17 di Oksibil, Papua. (Liputan6.com/Ktahrina Janur/Kodam Cenderawasih)

Liputan6.com, Mimika - Terkait banyaknya kecelakaan penerbangan di Papua, Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob mengakui alam Papua memang berbahaya bagi penerbangan. Medan geografisnya yang bergunung-gunung tinggi dan terjal disertai kondisi cuaca yang sulit ditebak menjadi faktor penyebabnya.

"Dalam dunia penerbangan, Papua dikenal sebagai 'dangerous area in the world' sehingga untuk terbang di Papua maka tidak boleh lengah, tidak boleh over confidence dan harus memperhatikan semua prosedur keselamatan penerbangan. Ini penting," katanya yang sudah lebih ddari 30 tahun bekerja di Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan itu, Jumat (20/9/2019).

Pemerintah Kabupaten Mimika Papua, lanjut dia, menyatakan prihatin dengan musibah yang menimpa pesawat Twin Otter DHC 6 seri 400 dengan nomor registrasi PK-CDC milik PT Carpediem Air yang hilang kontak di pedalaman Papua sejak Rabu (18/9).

Ia mengatakan jajarannya berharap pesawat nahas tersebut segera ditemukan dan para awak bersama penumpang bisa ditemukan dalam kondisi hidup.

"Yang pasti kami semua prihatin dengan kejadian musibah ini, apalagi pesawat ini mengalami musibah saat terbang dari Timika ke Ilaga. Ini kecelakaan penerbangan kedua dari Timika ke Ilaga setelah tiga tahun lalu pesawat Carebouw milik Pemkab Puncak yang dioperasikan Trigana Air juga mengalami lost contact," kata Johannes.

Karena tu diharapkan semua yang bekerja dalam bidang penerbangan harus mengutamakan prosedur, mengutamakan pentingnya pelayanan keselamatan penerbangan dan memperhatikan saksama semua yang berkaitan dengan operasional penerbangan, ujarnya.

Johannes mengaku saat terjadi insiden hilang kontak pesawat Twin Otter PK-CDC pada Rabu (18/9) itu, dirinya juga tengah dalam perjalanan dengan pesawat Garuda Indonesia dari Timika menuju Jayapura.

Saat itu, katanya, kondisi cuaca di wilayah pegunungan Papua sangat cerah sehingga penumpang pesawat Garuda Indonesia bisa dengan jelas melihat deretan pegunungan yang menjulang tinggi di wilayah pegunungan tengah Papua.

Bahkan pesawat berbadan kecil yang melayani penerbangan kargo barang dan penumpang ke wilayah pedalaman juga bisa terlihat dengan jelas oleh penumpang pesawat Garuda Indonesia rute Timika-Jayapura yang terbang pada ketinggian lebih dari 20 ribu kaki.

Sampai sekarang pihaknya belum mengetahui penyebab kecelakaan pesawat Twin Otter PK-DHC. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan penerbangan, bisa karena alasan teknis, bisa berkaitan dengan operasional ruang udara terutama karena kondisi cuaca, bisa juga karena faktor manusia, ujarnya.

"Dari sisi pesawat, saya mendapat informasi bahwa ini pesawat tipe terbaru di kelasnya dan belum setahun beroperasi di Papua, kalau soal maintenance pesawat ini tentu mendapat perhatian penuh oleh pihak maskapai," ujar Johannes.

Terkait insiden yang menimpa pesawat Twin Otter PK-CDC tersebut, pada Jumat pagi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengirim seorang stafnya ke Timika untuk melakukan penyelidikan.

Pesawat Twin Otter DHC6-400 PK-CDC dinyatakan hilang kontak dalam penerbangan dari Timika, Kabupaten Mimika, menuju Ilaga, Kabupaten Puncak pada Rabu (18/9) pukul 10.56 WIT.

Pesawat tersebut dikemudikan Kapten Pilot Dasep Ishak dengan Copilot Yudra Tetuko dan mekanik Ujang Suhendar membawa serta seorang penumpang yaitu Bharada Hadi Utomo yang merupakan anggota Brimob.

Pesawat nahas tersebut diketahui mengangkut beras bulog dari Timika ke Ilaga dengan kapasitas muatan mencapai 1.700 kilogram.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya