Liputan6.com, Banyumas - Selasa, 17 September 2019, untuk kali pertama kebakaran Gunung Slamet terdeteksi di Brebes, Jawa Tengah. Dengan cepat api merambat ke sisi selatan barat Banyumas.
Vegetasi kering musim kemarau bak bahan bakar yang begitu mudah meletupkan api. Tiupan angin dalam kebakaran Gunung Slamet, layaknya tukang sihir yang mengembus buhul-buhul.
Api itu dengan leluasa menerobos perbatasan Brebes dengan Banyumas Kaligoa, titik di mana seratusan lebih relawan hendak mengadang kebakaran Gunung Slamet. Selanjutnya, api beranak pinak dan semakin sukar dikendalikan.
Advertisement
Dengan kecepatan menakjubkan, api itu menyebar dan menyambar semak dan dedaunan kering. Hingga kemudian pada Sabtu, 21 September 2019, tanpa bisa dicegah, api mulai meluluhlantakkan hutan di kawasan Baturraden.
Baca Juga
"Perkiraan luas saya belum memperoleh data pasti, tapi sepertinya rambatannya lebih dari 10 kilometer," ucap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto, saat itu.
Sejak Minggu, puluhan relawan pemadam kebakaran Gunung Slamet diberangkatkan ke titik kebakaran. Mereka terbagi menjadi tim-tim yang saling menunjang, satu sama lain.
Pemadaman api di Gunung Slamet kali ini memang begitu melelahkan. Sebab, kebakaran berada di ketinggian sekitar 2.600–3.000 Mdpl.
Hanya relawan yang tangguh dan berpengalaman yang diperbolehkan mengikuti operasi pemadaman kebakaran Gunung Slamet. Fisik prima, ditunjang pengalaman lapangan yang baik relatif menekan risiko kecelakaan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Peran Masyarakat Lokal dalam Pemadaman Kebakaran Gunung Slamet
Toh, nahas bisa menimpa siapa saja. Seorang relawan tergelincir, jatuh. Ia selamat, tetapi menderita retak kaki kanan.
Penyekatan pun dilakukan dan lebih diintensifkan sejak dua hari terakhir. Sekat dibuat dengan skala yang barangkali belum pernah dibuat sebelumnya.
"Rekomendasi kami antara 1-1,5 kilometer," ucap Sugito, Manajer Bisnis Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur, Rabu (25/9/2019).
Selain menyekat, relawan juga memadamkan api langsung dengan alat seadanya. Mereka memukul api dengan ranting basah, dedaunan atau menguruknya dengan tanah.
Akhirnya, kebakaran yang melanda Gunung Slamet berhasil dipadamkan sekitar pukul 11.00 WIB. Sugito mengatakan sebagian besar tim pemadam kebakaran sudah turun ke Posko Induk di Baturraden mulai Rabu siang. Hingga sore, relawan telah turun ke Posko Induk.
"Laporan terakhir sudah masuk sudah padam semua. Ini tinggal menunggu asap. Dari 43 orang, kebanyakan sudah turun, tinggal beberapa orang di atas," katanya.
Titik api terakhir terdeteksi di Petak 58D-12, tepatnya antara Camp Tentara dengan Pos 4, atau Pos Pantau Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), di ketinggian 2.650 Mdpl.
Peran masyarakat lokal sangat penting. Warga Kalipagu, Kecamatan Baturraden, sejak Senin terjun ke lokasi dan membuat sekat bakar yang sangat efektif untuk memadamkan api.
Â
Advertisement
Pemantauan Terakhir
Bagaimana pun, warga adalah orang yang paling paham dengan lokasi kebakaran. Mereka mengenal hutan, layaknya mengenal jemari di tangannya.
Tentu saja, peran masyarakat lokal sebagai pemandu sekaligus relawan pemadam kebakaran Gunung Slamet ini tak pula menihilkan betapa pentingnya relawan lain yang berjuang mati-matian memadamkan api di Gunung Slamet.
Para relawan bertaruh nyawa, berkorban waktu, tenaga, dan biaya yang tak sedikit. Relawan dan warga lokal, harus diakui, adalah kombinasi tim yang efektif.
"Dari hari kemarin, masyarakat Kalipagu, mereka yang sangat paham medan, menguasai teknik pembuatan sekat, itu sudah bekerja sangat maksimal," ucapnya.
Sugito mengaku belum memperoleh data lapangan total area yang terbakar. Perhutani, masih menghitung potensi kerugian dalam karhutla ini.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto mengatakan, hingga pukul 18.50 WIB, sebanyak 41 relawan sudah turun ke Posko Induk. Mereka melaporkan bahwa api telah berhasil dipadamkan.
Dari seluruh relawan, lima orang ditugaskan untuk memantau titik kebakaran hingga Kamis siang. Jika Kamis siang titik api sudah benar-benar padam, tim pemantau akan turun.
"Kemudian pemantauan hutan akan kami kembalikan ke Perhutani," kata Ariono.
Â