Menikmati Cantiknya Warna-warni Tanah Sumba dalam Museum Tenun Ikat NTT

Pada tahun 1970–1980, tenun ikat Sumba Timur diekspos bahkan dijual secara besar-besaran sehingga tenun ikat ini menduduki pasar dunia dan banyak ditemukan pada museum-museum yang ada di luar negeri.

oleh Ola Keda diperbarui 11 Okt 2019, 04:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2019, 04:00 WIB
Museum Tenun Ikat di Sumba NTT
Museum Tenun Ikat di Sumba NTT. (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Sumba - Kain tenun ikat merupakan kebudayaan material dan wujud dari eksistensi manusia. Modus eksistensi ini terjelma dalam wujud kebudayaan ideal, kebudayaan perilaku, atau aktivitas sosial dan kebudayaan fisik.

Pada era tahun 1940–1950, tenun ikat Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur dibuat secara besar-besaran oleh masyarakat adat tertentu atas permintaan dari Pemerintahan Hindia Belanda.

Adapun ragam motif atau coraknya khas Sumba Timur misalnya udang, buaya, ayam, kura-kura, dan masih banyak lagi. Masing-masing motif atau corak tersebut memiliki makna filosofi budaya Sumba sejak zaman nenek moyang.

Kadis Pariwisata dan Kebudayaan NTT, Wayan Darmawan mengatakan, pada tahun 1970–1980, tenun ikat Sumba Timur diekspos bahkan dijual secara besar-besaran sehingga tenun ikat ini menduduki pasar dunia dan banyak ditemukan pada museum-museum yang ada di luar negeri.

Namun, hingga pada tahun 1990-an terpantau produksi tenun ikat mengalami penurunan diakibatkan keterbatasan kapas dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak itu.

Meski demikian, memasuki tahun 2000-an, produksi tenun ikat mulai meningkat. Tenunan hasil produksi rumah tangga mengalami pertumbuhan.

Perkembangan Motif Tenun Ikat

Museum Tenun Ikat di Sumba NTT
Museum Tenun Ikat di Sumba NTT. (Liputan6.com/Ola Keda)

Tidak dapat dipungkiri, saat ini muncul tenun ikat yang memiliki motif atau corak yang telah dimodifikasi secara besar-besaran dan hal ini banyak ditemukan pada Tenun Ikat Sumba Timur wilayah Kambera. Contohnya, motif atau corak papanggangu dalam prosesi penguburan jenazah, plai ngandi, prosesi pernikahan, sampai corak kerbau yang ditaruh pada liran tenun ikat.

"Perubahan tersebut disebabkan oleh faktor adaptasi dengan perubahan lingkungan alam, adanya kontak dengan suatu kelompok masyarakat yang memiliki norma, nilai dan teknologi yang berbeda, penemuan atau penciptaan bentuk baru dengan mengadopsi kebudayaan material individu atau kelompok lain yang merubah pandangan hidup dan konsepnya tentang realitas," ujarnya.

Salah satu langkah pelestarian yang paling mungkin adalah dengan menghadirkan sebuah museum tenun ikat di Sumba Timur. Melalui Museum Tenun Ikat Sumba Timur ini maka generasi-generasi penerus diharapkan dapat belajar mengenal kekayaan budaya dan potensi daerahnya. Anak-anak Sumba tidak boleh lupa apalagi kehilangan identitas budaya aslinya terutama dalam Seni dan Kreativitas.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya