Liputan6.com, Pekanbaru - Menghadapi konflik Harimau Sumatra dengan manusia ibarat memakan buah simalakama. Di satu sisi, kehadiran satwa belang itu perlu dipertahankan berada di habitatnya agar kelak anak cucu tidak hanya melihatnya di museum atau kebun binatang saja.
Di sisi lain, aktivitas yang berdekatan dengan habitat harimau selalu memakan korban. Korban manusia berjatuhan, dan tak jarang satwa belang itu dihakimi hingga menemui ajalnya.
Advertisement
Baca Juga
Seperti kasus di Kabupaten Indragiri Hilir. Di Kecamatan Pelangiran, tepatnya areal perusahaan hutan tanaman industri (HTI) beroperasi, sudah ada tiga nyawa karyawan melayang tahun ini.
Masyarakat di sana marah, ingin bertindak sendiri menutut balas. Desakan harimau ditangkap lalu dibawa ke daerah lainnya selalu menggaung agar tak ada korban jiwa lagi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sebagai pihak berwenang soal satwa dilindungi dibuat putar otak. Pilihannya hanya dua, evakuasi harimau atau membiarkan hutan yang masuk teritori satwa itu diolah menjadi HTI atau perkebunan lainnya.
Menurut Kepala BBKSDA Riau Suharyono, harimau dan aktivitas manusia tidak bisa dibiarkan berdampingan. Selalu akan ada korban jika masih ada harimau berkeliaran di areal perusahaan pemegang konsesi.
"Bukan kami tidak melakukan apa-apa di sana, namun hal ini (harimau menerkam manusia) terjadi lagi. Kejadian berulang ini sudah dilaporkan ke atasan (menteri)," kata Suharyono, Senin petang, 28 Oktober 2019.
Sebelum kejadian 24 Oktober 2019 siang, di mana Wahyu Kurniadi tewas diterkam, ternyata sudah ada kesepakatan antara BBKSDA Riau dengan pemegang konsesi di sana.
Zona merah dan kuning disepakati. Zona merah dengan radius 2 kilometer, tidak boleh ada aktivitas karyawan. Zona kuning membolehkan adanya aktivitas dengan syarat kewaspadaan tingkat tinggi terhadap ancaman Harimau Sumatra.
"Untuk zona kuning berada beberapa kilometer dari zona merah," ucap Suharyono.
Zona Merah
Penerkaman Wahyu diduga kuat berada di zona merah. Lokasi itu juga dekat dengan penyerangan karyawan lainnya pada Mei dan awal tahun ini.
Belum bisa dipastikan, apakah penyerangan dilakukan harimau sama atau individu lain di sana. Kata Suharyono, tidak ada manusia manapun yang bisa memastikan itu.
Kembali ke opsi evakuasi dan mempertahan perusahaan di sana, Suharyono menyebut sangat terbuka dengan masukan setiap pihak. masalah ini perlu dibahas bersama-sama dengan pikiran jernih dan hati tenang.
Suharyono menyebut lokasi penyerangan berada di landscape Kerumutan. Landscape tidak hanya soal marga satwa tapi juga membicarakan perusahaan-perusahaan pemegang konsesi sah secara hukum di sana.
"Di konsesi itu ada harimaunya, tidak hanya satu tapi cukup (banyak), tidak akan saya sebutkan jumlahnya," tegas Suharyono.
Jika nantinya pilihan jatuh pada perusahaan, artinya semua harimau di sana akan dievakuasi. Lokasi itu tidak layak lagi dijadikan sebagai habitat sebagai penunjang populasi harimau yang kian menipis di Indonesia, bahkan dunia.
"Jika nantinya dipertahankan sebagai habitat, artinya perlu kesepakatan tidak bersama. Lokasi itu tidak sebagai ruang usaha lagi, ini yang akan dibahas," terang Suharyono.
Atas kejadian yang menimpa karyawan, termasuk korban terakhir, Suharyono atas nama BBKSDA Riau turut berduka cita. Dia berharap ada solusi terbaik menghadapi masalah berulang ini.
Advertisement