Masalah Serius NTT Akibat Kerusakan Lingkungan

Pemerintah daerah NTT dituntut memprioritaskan pembenahan kerusakan lingkungan dengan banyak menanam pohon.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Nov 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2019, 17:00 WIB
Kekeringan
Akibat kekeringan, sejumlah warga Sumba Tengah, NTT, setiap hari terpaksa mencari ubi beracun yang tumbuh di lereng-lereng bukit untuk dikonsumsi. (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang - Michael Riwu Kaho, Ahli Bidang Daerah Aliran Sungai dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengatakan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi masalah serius akibat kerusakan lingkungan setiap tahun.

"Kita mengalami masalah yang serius soal kerusakan hutan di NTT karena setiap tahun jumlah hutan yang rusak mencapai 15 ribu hektare," katanya dikutip Antara, Kamis (28/11/2019).

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) NTT itu mengatakan, upaya pemulihan hutan yang dilakukan pemerintah juga hanya mencakup tiga ribu hektare lahan setiap tahun, tidak sebanding dengan laju kerusakan hutan yang terjadi.

Menurut dia, hasil-hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa kawasan hutan NTT mungkin tinggal tersisa lima sampai enam persen saja pada kurun 2040 sampai 2050 hutan.

"Dengan begitu kemampuan kita menangkap air akan menurun drastis karena pohon-pohon untuk memproses air itu semakin habis akibat kerusakan hutan dan lahan," katanya.

"Kalau ini terjadi maka tentu akan memperparah ketersediaan air kita karena pulau-pulau kita di NTT ini 98 persen di antaranya sangat kecil," katanya.

Dosen Fakultas Peternakan dan Pasca Sarjana Undana Kupang itu mengatakan, selama musim kemarau panjang kebakaran menimbulkan banyak kerusakan hutan dan lahan.

"Bahkan setiap tahun kita di NTT selalu pada deretan atas daerah dengan titik panas terbanyak di Indonesia," katanya.

Ia berharap pemerintah daerah NTT memprioritaskan penanganan kerusakan hutan dan lahan dan meningkatkan upaya pemulihan hutan dan lahan yang rusak, termasuk penanaman pohon yang bisa mendatangkan berbagai manfaat.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya