Liputan6.com, Banten - Pemerintah pusat dan daerah dinilai perlu memberikan anggaran program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja informal. Hal tersebut setidaknya diungkapkan Hery Susanto, Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) di forum Sarasehan Program BP Jamsostek untuk pekerja informal, sekaligus Rapat Koordinasi Wilayah Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Rakorwil MP BPJS) Banten, di Gedung MUI Provinsi Banten, Selasa (4/12/2019).
Program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk tenaga kerja informal penting dilakukan sebagai bentuk hadirnya tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan.Â
"Pekerja informal merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Mereka bekerja di banyak profesi kerja, misalnya petani, nelayan, pedagang, marbot, guru ngaji, dan lainnya," katanya.
Advertisement
Jumlah pekerja informal yang menjadi peserta BP Jamsostek, kata Hery, masih sangat kecil di bawah 3 jutaan orang dari potensi tenaga kerja informal sebesar 74.093.224.
"Pemerintah perlu mengaktifkan kembali anggaran bantuan stimulan program jaminan sosial pekerja informal yang dulu disebut tenaga kerja luar hubungan kerja (TKLHK)," kata Hery.
Program bantuan stimulan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja informal itu penting mengingat mereka banyak yang belum paham manfaat program BP Jamsostek.
"Sosialisasi program BP Jamsostek untuk pekerja informal ini harus diperluas dan pemerintah perlu menganggarkan kembali bantuan dana stimulan program Jamsostek untuk pekerja informal, sebab mereka masih awam dan belum mengetahui apalagi merasakan besarnya manfaat program BP Jamsostek," kata Hery Susanto.
Eko Nugriyanto selaku Deputi Direktur BP Jamsostek wilayah Banten mengatakan, dalam skema program negara ada bantuan sosial diurus pemerintah, jaminan sosial diurus BPJS, asuransi sosial diurus perusahaan asuransi.
Konsep jaminan sosial yang dikelola BP Jamsostek memegang 9 prinsip BPJS sesuai UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, 2 prinsip di antaranya yakni gotong-royong dan nirlaba.
"Dengan berpegang pada prinsip BPJS tersebut BP Jamsostek lebih menekankan iuran minimalis namun pelayanan dan manfaat program yang maksimalis," kata Eko Nugriyanto.
Saat ini sedang proses penyusunan revisi PP 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, ada peningkatan santunan JKM dari Rp24 juta dan beasiswa sampai dengan kuliah S1 untuk 1 orang anak peserta menjadi Rp42 juta. Dan beasiswa hingga kuliah S1 untuk dua orang anak peserta dengan nilai hingga Rp174 juta.
Peningkatan manfaat program JKK berupa home care Rp20 juta, santunan pemakaman dan santunan berkala sebesar Rp22 juta. Beberapa peningkatan manfaat program BP-Jamsostek ini sesuatu yang positif mengingat terjadinya peningkatan manfaat program tanpa adanya kenaikan iuran premi BP-Jamsostek.
"Iurannya bagi pekerja informal yakni sebesar Rp16.800 per bulan untuk program jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja," katanya.
Khoirul Umam Koordinator Wilayah MP BPJS Banten menyatakan, akan melaksanakan program kerja jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan di wilayah Banten. Program prioritas Korwil MP BPJS Banten akan turut berpartisipasi dalam peningkatan kepesertaan BP Jamsostek untuk pekerja informal. MP BPJS juga akan membentuk posko pengaduan peserta BPJS Kesehatan dan posko pendaftaran peserta BP Jamsostek.
"Di sektor kesehatan, kami akan mendirikan posko pengaduan peserta BPJS kesehatan pasca kenaikan iuran hingga lebih dari 100% yang memberatkan masyarakat, akankah pelayanan makin baik atau buruk," katanya.
Sementara di sektor ketenagakerjaan, MP BPJS Banten akan mendirikan posko pendaftaran peserta BP Jamsostek khususnya untuk pekerja informal.
"Kami meminta kepada pemerintah daerah propinsi Banten hingga pemerintah kab/kota untuk memprogramkan bantuan anggaran stimulan jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja pekerja informal di wilayahnya, melalu BP Jamsostek," pungkasnya.