Liputan6.com, Palembang - Panggung musik organ tunggal memang selalu menjadi pilihan hiburan merakyat yang banyak dipilih masyarakat Indonesia, dalam berbagai acara. Salah satunya meramaikan dan menghibur para warga dan tamu di pesta pernikahan.
Namun, hiburan organ tunggal ini sering memicu kericuhan antarwarga dan penonton, bahkan tak jarang berakhir dengan tewasnya penonton, di areal hiburan yang sering digelar pada malam hari ini.
Advertisement
Baca Juga
Polemik hiburan rakyat ini ternyata menggelitik para aparat keamanan di Kabupaten Lahat Sumsel. Salah satunya dengan menggelar diskusi Dengar Pendapat yang digelar oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapeperda) Lahat.
Diskusi yang membahas tentang Peraturan Daerah (Perda) pembatasan jam operasional organ tunggal ini, digelar di aula pertemuan DPRD Lahat, Senin (2/12/2019).
Dalam rapat ini dihadiri perwakilan Polres Lahat, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lahat, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Serelo dan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Lahat.
KBO Reskrim Polres Lahat AKP Irsan Rumsi membenarkan, banyak kasus yang telah ditangani timnya, berlokasi di tempat hiburan resepsi yang menggunakan jasa organ tunggal.
"Bahkan, ada di beberapa kecamatan kasus pembunuhan atau hilangnya nyawa sesorang telah terjadi saat berlangsung hiburan OT. Kami siap mendukung dan mendampingi tim Pol-PP jika Perda OT disahkan,” ujarnya, Rabu (4/12/2019).
Selain tim Pol-PP, mereka juga berharap agar Pemkab Lahat menambah ASN Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang siap didampingi kinerjanya.
Menurutnya, dalam penegakan Perda pembatasan jam operasional OT, juga tidak melarang OT bermain pada malam hari.
"Jika nanti disahkan, Perda Pembatasan Organ Tunggal ini perlu adanya pasal yang terkait dengan kebijakan lain,” ungkapnya.
Termasuk kepada kepala lurah atau kepala desa (kades), yang memberikan rekomendasi izin lokasi. Agar diberi tanggung jawab jika ada warga penyewa, yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan ada sanksinya.
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Lahat Yoga Dwi Nugroho meminta kepada Bapeperda dan pihak DPRD Lahat. Jika Perda Pembatasan Organ Tunggal disahkan, jangan sampai menghambat pihak luar yang akan mengadakan acara di Kabupaten Lahat. Seperti konser dalam acara-acara besar lainnya yang dimasukan dalam pasal pengecualian.
"Pada prinsipnya kami setuju disahkan Perda Pembatasan Organ Tunggal, untuk menindaklanjuti Peraturan Bupati (Perbup) Lahat yang telah diterbitkan bupati," katanya.
Seperti contoh di daerah lainnya di Sumsel, diberlakukan sanksi tegas jika kepala lurah atau kades, jika melanggar pembatasan jam operasional OT sesuai diatur oleh Perda.
Pembatasan Organ Tunggal
Ketua MUI Lahat Zulkiah A Kohar juga menyetujui pembentukan Perda Pembatasan Organ Tunggal, agar segera disahkan menjadi Perda Pembatasan Organ Tunggal.
Dia beralasan bahwa banyak permasalahan timbul saat berlangsungnya acara Organ Tunggal, baik di desa maupun dalam kota di Kabupaten Lahat.
"Perda ini diharapkan bukan pelarangan Organ Tunggal bermain di malam hari. Tapi Perda pembatasan waktu jangan sampai lewat tengah malam. Ini menggangu masyarakat di sekitar lokasi hiburan OT tersebut," ucapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua STIE Serelo Lahat Syukri. Namun setiap kejadian, dirinya tidak menyalahkan pengusaha organ tunggal, karena penyewa jasa hiburan ini harus bertanggung atas kejadian saat konser organ tunggal berlangsung.
Dia pun mendengar keluhan pemain organ tunggal, yang meminta berhenti karena larut malam. Namun pihak penyewa minta selalu perpanjangan waktu hingga akhirnya sampai pukul 05.00 WIB.
"Karena itu saya sangat setuju jika ada Perda yang mengatur jam operasional organ tunggal harus ditegakkan," ujarnya.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement