Ada Tari Sufi dan Rebana Usai Misa Natal Damai di Malang

Tari sufi diiringi rebana dan lantuan pujian syiir tanpo waton usai prosesi misa jadi simbol Natal yang damai.

oleh Zainul Arifin diperbarui 26 Des 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 26 Des 2019, 19:00 WIB
Tari Sufi dan Rebana Usai Misa Natal Damai di Malang
Tarian sufi digelar usai prosesi misa di Paroki Santo Vincentius Paulo Kota Malang membuat suasana natal semakin damai (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Sebelas putra-putri altar (misdinar) melangkah masuk ke Gereja Katolik Santo Vincentius Paulo, Kota Malang. Sekelompok pemuda bersarung dan peci mengiringi di belakang mereka. Pertanda misa Natal damai 2019 hendak dimulai.

Para pemuda itu menabuh rebana sembari melantunkan pujian syair tanpo waton. Dua rombongan pemuda lintas iman itu masuk ke paroki yang sudah penuh jemaat misa. Ada aroma natal damai di tempat ibadah ini.

Mereka kemudian menempati posisi masing – masing. Pemuda bersarung duduk di bangku berbaur dengan jemaat. Tampak pula para wanita muda berhijab. Sementara misdinar, melayani pastor memimpin misa natal yang dimulai tepat pukul 17.00.

Rabu, 25 Desember 2019 jadi misa natal yang istimewa bagi jemaat Paroki Santo Vincentius Paulo, Kota Malang. Sebab ada kawan – kawan mereka dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Gusdurian Malang turut hadir dalam perayaan ibadah natal itu.

Saat azan berkumandang, di antara pemuda muslim itu meminta izin salat. Panitia mengantar mereka ke tempat yang sudah disediakan. Meski demikian, misa tetap berlangsung dengan khidmat, berakhir tepat pukul 19.00.

Sesudah itu, Komunitas Gubug Sufi maju ke depan. Menabuh rebana sekaligus melantunkan selawat syair tanpo waton. Para penari sufi pun mulai khusyuk menari dengan gerakan berputar di depan altar.

Tari sufi dengan iringan rebana dan lantuan puji – pujian ini berlangsung kurang lebih 10 menit. Tepuk tangan bergemuruh dari para jemaat misa natal 2019 di Paroki Santo Vincentius Paulo begitu persembahan tarian selesai digelar. Penegas natal damai di Kota Malang.

Pesan Cinta Kasih

Tari Sufi dan Rebana Usai Misa Natal Damai di Malang
Tarian sufi diiringi rebana dan lantuan syair tanpo waton usai prosesi misa menegaskan natal berlangsung damai di Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Bagi jemaat Paroki Santo Vincentius Paulo, Kota Malang, ini adalah kali pertama ada komunitas lintas iman hadir dalam perayaan natal. Ini sebuah hubungan baik untuk saling mengenal dan toleransi terhadap sesama.

Pastor Rekan Paroki Santo Vincentius Paulo, Romo Johanes Gani Sukarsono menuturkan, Forum Kerukunan Umat Beragama dan Gusdurian Malang sebelumnya sudah mengabarkan akan silaturahmi saat ke gereja saat perayaan natal.

“Saya bilang ke mereka sayang kalau sekedar hadir. Saya usulkan ada selawat dan tarian sufi,” kata Romo Gani.

Agar kerukunan dan toleransi antarumat beragama bisa terjalin, maka satu dengan yang lain harus saling mengenal dan belajar.

“Kalau sekarang kawan – kawan muslim yang datang, maka nanti saat lebaran giliran kami yang akan datang. Harapannya bisa tercipta kerukunan,” tutur Gani.

Menurutnya, semangat kerukunan ini harus terus disebar. Pembangunan insfratruktur tidak akan berarti bila tidak diiringi dengan pembangunan manusianya. Dalam arti, toleransi terhadap sesama umat manusia.

“Kalau kita menghormati tuhan Allah yang tidak tampak, maka kita juga harus menghormati yang tampak yaitu manusianya,” ujarnya.

Penggagas Gubug Sufi, Muham el-Muqtadir mengatakan, esensi dari sebuah agama adalah cinta yang universal tanpa melihat warna perbedaan. Umat beragama harus saling melihat kemanusiaan dan saling mengasihi.

“Dalam agama, perbedaan adalah rahmat dan keindahan. Maka tidak dibenarkan kita saling membeda-bedakan,” tutur Muham.

Tarian sufi adalah bentuk jalan agama cinta tanpa memandang berbagai perbedaan. Tarian ini bermakna perjalanan manusia dari sejak lahir hingga meninggal dunia. Topi dan jubah panjang yang dipakai penari sufi adalah simbol nisan dan kain kafan.

“Kita harus menghindari cinta kepada dunia saja, cinta harus dibagi kepada sesama manusia,” tuturnya.

Benih Toleransi

Tari Sufi dan Rebana Usai Misa Natal Damai di Malang
Komunitas Gusdurian, putra - putri altar dan pastor paroki berposes bersama sebelum prosesi misa natal di Gereja Katolik Santo Vincentius Paulo Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Tidak sedikit di antara jemaat meminta berfoto bersama dengan para penari sufi setelah rangkaian misa selesai sepenuhnya. Disertai jabat erat disertai ucapan selamat natal. Ini jadi momen penting untuk mengenal satu sama lain termasuk pemahaman budaya.

Aloysius Samiun, Ketua Dewan Paroki Santo Vincentius Paulo mengatakan, digelarnya tari sufi dengan iringan rebana itu sama sekali tidak mengganggu peribadatan natal. Bahkan ia mendapat pengetahuan baru.

“Saya baru tahu ada tari dengan gerakan yang luar biasa. Ini penting agar kita saling mengenal dan toleransi dengan sesama,” kata Aloysius Samiun, Ketua Dewan Paroki Santo Vincentius Paulo.

Romo Johanes Gani Sukarsono menambahkan, Gus Dur lebih dari seorang presiden. Tapi juga bapak bangsa yang memperjuangkan kesetaraan dan keberagaman. Nilai – nilai yang kurang mendapat ruang pada waktu terakhir ini.

“Membangun infrastruktur saja tanpa disertai membangun nilai kemanusian itu akan tidak ada artinya. Gus Dur mengajarkan tentang kesetaraan,” tutur Romo Gani.

Koordinator Gusdurian Malang, Ahmad Qomarudin mengatakan, safari damai natal rutin dilaksanakan setiap tahun. Selalu berpindah gereja dengan melibatkan komunitas lintas agama.

“Kami mengamalkan apa yang diajarkan Gus Dur, menyebarkan keberagaman,” kata Qomarudin.

Menurutnya, perbedaan bukan untuk diperdebatkan dan sumber konflik. Safari natal jadi pintu untuk saling mengenal dan meyakinkan bahwa perbedaan adalah sebuah rahmat. Komunitas ini juga kerap bertemu dengan masyarakat lintas agama dalam berbagai ajang.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya