Liputan6.com, Palu - Napas Frangki ( 30 th) terdengar berat. Kakinya penuh duri usai menerabas semak belukar di area likuefaksi, Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, kota Palu.
Sesekali dia berhenti dan mencari-cari tanda rumah tempat terakhir almarhumah istrinya yang menjadi korban bencana 28 September 2018 lalu berada. 15 menit sudah ia mengitari tempat ini.
“Sebelah sana. Iya sebelah sana, saya yakin," katanya. Napasnya semakin memburu.
Advertisement
Ada senyum lega ketika Frangki akhirnya menemukan titik yang dicarinya. Ia menyebut itu sebagai makam istrinya.
Baca Juga
Titik yang ia sebut makam istrinya itu sebenarnya adalah serakan puing-puing reruntuhan rumah keluarganya yang hancur dan tertelan likuefaksi. jenazah istri dan keluarganya yang lain sampai sekarang belum ditemukan.
“Istri saya belum ditemukan. Tapi saya tahu di sini lah mereka," dia menuturkan.
Pada momentum pergantian tahun ini, Frangki sengaja datang untuk menabur bunga dan doa untuk sang istri. Di atas puing-puing yang berjarak dua meter di bawahnya, bunga ditaburnya.
Baginya, pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk mengirim doa sekaligus merefleksi kejadian tahun 2018 lalu untuk mengambil pelajaran ketimbang berhura-hura.
“Saya cuma berharap yang terbaik, terutama bagi kami yang merasakan langsung bencana ini. Saya sudah ikhlas, semoga tahun depan (2020) segalanya membaik terutama nasib penyintas," dia berharap.
Selain Frangki, momentum pergantian tahun ini juga dimanfaatkan oleh warga yang juga kehilangan anggota keluarganya. Tidak hanya para keluarga korban, warga lainnya juga banyak yang sengaja datang untuk mendoakan para korban likuefaksi di lokasi seluas 180 hektare ini.
Simak video pilihan berikut ini: