2 Fenomena Alam Ini Picu Banjir dan Longsor di Cilacap dan Banjarnegara

Di Kabupaten Banjarnegara, hujan deras sejak Rabu sore memicu setidaknya empat titik longsor.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 09 Jan 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2020, 14:00 WIB
Alat berat didatangkan untuk penanganan longsor Sikelir, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu malam (8/1/2020). (Foto: Liputan6.com/SRU RAPI BNA/Muhamad Ridlo)
Alat berat didatangkan untuk penanganan longsor Sikelir, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu malam (8/1/2020). (Foto: Liputan6.com/SRU RAPI BNA/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Badan Meteorologi Kilmatologi dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini potensi cuaca ekstrem seturut fenomena Monsun Asia dan Madden Julian Oscillation (MJO) di Jawa Tengah. Cuaca ekstrem itu bisa memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor.

Sebagian besar wilayah Jawa Tengah terdampak. Dan itu termasuk wilayah di eks-Karesidenan Banyumas, yang meliputi empat kabupaten. Pada Rabu malam, terdata setidaknya ada dua kabupaten yang dilaporkan terdampak Monsun dan MJO, yakni Banjarnegara dan Cilacap.

Di Kabupaten Banjarnegara, hujan deras sejak Rabu sore memicu setidaknya empat titik longsor. Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Banjarnegara, Andri Sulistyo mengatakan empat titik longsor yang sudah terdata hingga Rabu malam itu seluruhnya terjadi di jalan raya.

Empat titik longsor tersebut yakni, jalur provinsi antara Wanayasa-Batur di titik Sikelir, Kecamamatan Pejawaran, Kalibening dan Kecamatan Batur. Seluruhnya adalah wilayah Banjarnegara bagian atas di kawasan Pegunungan Dieng.

Dampak terbesar terjadi di Sikelir. Pasalnya, jalur ini adalah akses utama Kecamatan Wanayasa-Batur ke Kota Banjarnegara. Timbunan tanah longsor diperkirakan setebal satu meter dengan lebar kisaran tujuh hingga delapan meter.

"Panjang belum dihitung karena teman-teman belum bisa masuk ke lokasi. Masih terlalu berisiko," ucapnya, saat dihubungi, Rabu malam.

Dia mengklaim pada Rabu petugas dan relawan berjaga di sekitar lokasi longsor. Akan tetapi, belum dilakukan penanganan. Sebab, hujan masih berlangsung di kawasan ini. Pada Rabu malam BPBD dan Binamarga memberangkatkan alat berat untuk penangan longsor di Sikelir.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Banjir Rendam Ratusan Rumah di Cilacap

Banjir di Mulyadadi, Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu malam (8/1/2020). (Foto: Liputan6.com/Pemdes Mulyadadi/Muhamad Ridlo)
Banjir di Mulyadadi, Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu malam (8/1/2020). (Foto: Liputan6.com/Pemdes Mulyadadi/Muhamad Ridlo)

Dengan skala longsoran besar sulit untuk mengandalkan tenaga manusia. Selain itu, kondisi tanah yang masih rentan bergerak juga membahayakan relawan. Namun, ia tak bisa menjamin penanganan akan dilakukan malam hari. Penanganan longsor lebih aman dimulai pada Kamis pagi.

"Kalau malam ini masih hujan kita juga belum berani penanganan ya, untuk menjaga safety ya. Karena di atas juga masih gerimis. Ini teman-teman juga masih di atas," dia mengungkapkan.

Fenomena Monsun Asia ditambah MJO juga memicu curah hujan yang sangat tinggi di kawasan Cilacap bagian barat. Akibatnya, Sungai Cijalu meluap dan menyebabkan ratusan rumah di dua dusun di Desa Mulyadadi, Kecamatan Majenang terendam.

Pj Kepala Desa Mulyadadi, Aji Pramono mengatakan dua dusun yang terendam adalah Sidamulya dan Mulyadadi. Di dua dusun ini ada sebanyak 210 rumah terendam banjir. Ketinggian air mencapai 40 sentimeter di dalam rumah, dan kisaran satu meter lebih di luar rumah.

Kata dia, air mulai melimpas ke permukiman sekitar pukul 20.00 WIB. Setelah itu air bertambah tinggi menyusul semakin resanya limpasan air dari Sungai Cijalu.

Menurut dia, sementara ini tidak ada warga yang mengungsi. Akan tetapi, jika banjir bertambah parah kemungkinan besar warga akan diungsikan ke wilayah yang lebih aman, misalnya ke balai desa.

Aji bilang wilayah Mulyadadi nyaris tiap tahun terdampak banjir Cijalu. Pasalnya, tanggul sungai tidak mampu menahan debit yang naik pada puncak penghujan. Selain limpasan air, warga Mulyadadi juga berhadapan dengan bahaya tanggul kritis.

Dalam perhitungannya setidaknya ada empat titik tanggul yang kritis di sungai ini dan bisa memicu banjir bandang skala lebih besar. Karenanya, dia berharap agar pemerintah secepatnya memperbaiki tanggul rusak tersebut.

 


Peringatan BMKG Soal Monsun dan MJO

Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

"Ke depannya begini, PUPR atau dari Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, bisa melakukan upaya normalisasi Sungai Cijalu dan normalisasi tanggul Sungai Cijalu. Kalau itu sudah tertangani ya mungkin bisa menangani banjir tahunan,” kata Aji.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Cilacap memperingatkan kemungkinan meningkatnya potensi bencana hidrometeorologi akibat adanya fenomena Monsun Asia dan MJO beberapa hari ke depan.

Prakirawan BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan mengatakan pada musim penghujan ini ada fenomena Monsun Asia. Monsun Asia menciptakan daerah konvergensi atau pertemuan angin yang beberapa hari ini akan berada tepat di atas Pulau Jawa Hingga Bali-NTB. Kondisi ini memicu terbentuknya awan hujan yang lebih besar.

Monsun merupakan fenomena normal pada musim penghujan. Akan tetapi, kondisi ini berpotensi abnormal lantaran keberadaan fenomena Madden Julian Oscillation (MJO). Yakni, kondisi yang bisa menimbulkan terbentuknya awan hujan lebih banyak lagi.

Monsun ditambah MJO membuat wilayah Jawa Tengah berpotensi mengalami cuaca ekstrem berupa hujan lebat hingga esktrem, tiupan angin kencang dan sambaran petir.

"Lalu pada saat ini juga terjadi fenomena MJO. MJO atau akan menimbulkan cura hujan yang dilewatinya akan lebih banyak," Rendy menjelaskan.

Lebih lanjut Rendy mengungkapkan, hujan yang sangat lebat, bisa memicu risiko bencana hidrometeorologi. Karenanya, ia meminta agar masyarakat waspada.

Di Pegunungan atau wilayah berkontur miring dan labil, warga harus mewaspadai kemungkinan longsor dan banjir bandang. Adapun di wilayah dataran rendah fenomena cuaca ekstrem bisa memicu banjir rendaman.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya