Jerit dan Harapan Petani Plasma Pelalawan kepada Presiden Jokowi

Eksekusi lahan plasma di Kabupaten Pelalawan berimbas pada ribuan petani di sana. Mereka berharap Presiden Joko Widodo mendengarkan kecemasan petani karena putusan konflik lahan di sana sudah berkekuatan hukum tetap.

oleh Syukur diperbarui 19 Jan 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2020, 11:00 WIB
Petani lahan plasma di Kabupaten Pelalawan mendirikan tenda sebagai perlawanan eksekusi kebun sawit mereka.
Petani lahan plasma di Kabupaten Pelalawan mendirikan tenda sebagai perlawanan eksekusi kebun sawit mereka. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pelalawan - Tiupan angin kencang mulai menerpa tenda biru beralaskan terpal bewarna serupa di pinggir kebun sawit di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan. Awan mendung menyelimuti seiring mulai terbenamnya matahari pada Jumat, 18 Januari 2020 itu.

Di belakangnya, ada pondok kayu tak begitu luas, tempat sekumpulan warga bercerita apa yang telah dialaminya seharian penuh. Yaitu cerita rencana mempertahankan lahan plasma meskipun nanti darah menjadi taruhannya.

Tak jauh dari pondok ini, terdapat sejumlah terpal membentang sebagai atap dan tikar seadanya sebagai alas. Beberapa makanan ringan dan minuman sebagai bekal jaga-jaga kalau suatu saat petugas eksekusi menghampiri.

Cerita emak-emak di bawah tenda itu, hari sebelumnya banyak posko serupa yang berdiri di beberapa titik. Sebagiannya sudah dirobohkan orang tak dikenal ketika tak ada penjaga di sana.

"Makanya kami berjaga di sini sampai malam agar tidak dirobohkan lagi," cerita warga dari kelompok tani yang tergabung dalam Koperasi Sri Gumala Sakti, Jumat petang, 17 Januari 2020.

Lokasi tenda didirikan itu berada di lahan plasma kelompok tani dari koperasi mitra PT Peputra Supra Jaya (PSJ). Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018, ratusan hektare lahan mereka masuk dalam rencana eksekusi.

Eksekusi ini dilaksanakan Kejaksaan Negeri Pelalawan dan menunjuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau melalui Seksi Penegakan Hukum sebagai pelaksana. Perlawanan masyarakat sempat membuat eksekusi tertunda awal pekan lalu.

Masyarakat lalu diiming-imingi mediasi di Polres Pelalawan pada Jumat pagi. Namun pagi itu juga, empat alat berat bergerak menumbangkan sawit di lahan inti PT PSJ. Lahan plasma yang masuk dalam putusan MA itu tentu menunggu giliran saja untuk diratakan.

Takkan banyak yang bisa dilakukan petani lahan plasma itu melawan putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap itu. Upaya peninjauan kembali (PK) sedang dilakukan PT PSJ namun tak menjadi penghalang eksekusi dilakukan.

Mereka berharap pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, mendengarkan keresahan mereka dalam konflik lahan ini. Apalagi kebun sawit di sana menjadi satu-satunya sumber mata pencaharian untuk bertahan hidup.

"Pak Jokowi selamatkan kami dari PT Nusa Wana Raya (NWR), kami rakyatmu. Jangan ambil tanah kami," begitu tulisan yang terpajang di salah satu tenda milik masyarakat.

Satu-satunya Mata Pencaharian

Alat berat dikerahkan untuk menumbangkan pohon sawit di Kabupaten Pelalawan.
Alat berat dikerahkan untuk menumbangkan pohon sawit di Kabupaten Pelalawan. (Liputan6.com/M Syukur)

Petani plasma di sana, Radisman menjelaskan, ia menggarap lahan di sana sejak tahun 1998. Dia mengaku sudah mengeluarkan ganti rugi kepada ninik mamak desa tersebut dan ada juga membeli dari warga sekitar.

Selama ini, penanaman sawit tak bermasalah karena tidak ada penghadangan dari PT NWR. Baru pada akhir 2018 lalu ada putusan MA dengan terhukum PT PSJ untuk mengembalikan lahan karena operasionalnya masuk ke PT NWR.

Radisman dan ribuan petani yang tergabung dalam puluhan kelompok tani lahan plasma tentu saja menolak. Jika eksekusi sampai ke lahan miliknya, otomatis sumber penghidupannya turut sirna.

"Pak Jokowi perhatikan kami, kami perlu makan, menghidupi keluarga, cuma satu ini mata pencarian. Mau makan apa kami nantinya kalau kebun kami diambil," kata pria 51 tahun beranak 5 ini.

Sebagai petani yang mengais rezeki di lahan plasma sejak puluhan tahun lalu, Radisman mengaku tidak tahu ada SK HTI PT NWR di sana.

Radisman sepekan belakangan bersama petani lainnya terus memantau eksekusi ini. Dia pun mengaku ikut mempertahankan lahan inti PT PSJ sebagai induk menggantungkan hidup.

"Kami datang sebagai bukti kemitraan tapi tak bisa berbuat banyak. Namun kalau sudah sampai ke lahan plasma kami akan pertahankan sekuat tenaga, apapun akan kami lakukan jika kebun kami tersentuh," terang Radisman.

Menurut Radisman, petani sudah mengadu ke berbagai pihak untuk memperhatikan nasib mereka. Terakhir, petani sudah berbicara ke salah satu pimpinan di DPRD Riau dari Pelalawan, Zukri Misran.

Dia menerangkan, ada delapan koperasi petani plasma di PT PSJ. Namun dalam putusan itu, ada dua koperasi terkena imbas. Meski demikian, seluruh koperasi sepakat bersama-sama mempertahankan lahan plasma.

"Kalau sempat lahan plasma dieksekusi, bagaimana pertanggungjawaban kami ke anggota. Pening nantinya kalau gak ada kebun, apalagi zaman sulit seperti ini," kata pria yang menjabat sekretaris salah satu koperasi di sana.

Sawit Diganti Akasia

Pohon sawit yang ditumbangkan dalam eksekusi lahan di Pelalawan langsung diganti dengan bibit akasia.
Pohon sawit yang ditumbangkan dalam eksekusi lahan di Pelalawan langsung diganti dengan bibit akasia. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebagai informasi, dalam amar putusan MA itu ada perintah wajib bagi PT PSJ memulihkan lahan ke negara Cq PT NWR.

Dalam eksekusi yang dihadiri perwakilan PT PSJ dan PT NWR itu, sawit yang ditumbangkan langsung ditanam bibit akasia. Pohon sebagai bahan bubur kertas ini sejurus dengan operasional PT NWR sebagai pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI) di Provinsi Riau.

Pantauan di lokasi, eksekusi sudah mencapai 30 hektare di lahan ini. Sawit-sawit produktif ditumbangkan alat berat dan sebagian sudah ditanam bibit akasia.

Informasi dirangkum, ada 500 petugas berjaga di lokasi. Jumlah itu terdiri dari sekuriti dari PT NWR, personel Polsek setempat, Satuan Sabhara Polres Pelalawan, Brimob Polda Riau dan personel Gakkum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau.

Menurut seorang petugas di lapangan, rencananya ada 24 alat berat dikerahkan ke lokasi. Eksekusi bisa berlangsung beberapa pekan karena lahan yang dieksekusi berdasarkan putusan MA ada 3.320 hektare.

Kasi Gakkum DLHK Riau Agus SH menolak menyebut, apa yang dilakukan pihaknya sebagai eksekusi. Dia lebih setuju kegiatan ini disebut sebagai penertiban dan pemulihan kawasan hutan milik negara.

Kepada wartawan, Agus tak menyebut berapa biaya yang dibutuhkan untuk penertiban ini, begitu juga lama waktunya. Dia menyebut masih menghitung besaran biaya yang dibutuhkan hingga penertiban selesai.

Menurut Agus, penertiban ini tidak memandang apakah itu lahan inti ataupun plasma. Acuan pihaknya adalah putusan MA di mana sudah terdapat luasan yang harus dipulihkan.

"Tadi ada humas PT PSJ ke sini, dia tidak bisa menyebutkan mana yang lahan inti dan mana lahan plasma," kata Agus.

Agus mengetahui ada penolakan dari petani plasma karena lahannya terimbas putusan MA. Namun, tegas Agus, amanah putusan MA harus dilakukan meski pun juga ada upaya PK dari PT PSJ.

"PK tidak menghalangi proses ini. Dan dalam putusan MA lahan areal PT PSJ masuk ke kawasan hutan. Kita pulihkan dan tertibkan kawasan hutan ini menjadi HTI karena fungsinya memang hutan produksi," tegas Agus.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya