Akhir Polemik Pengusiran Puluhan Penyandang Disabilitas Netra di Balai Wyata Guna

Seluruh penyandang disabilitas netra yang tadinya berdemonstrasi itu pun menerima tawaran Kementerian Sosial sebagai pengelola Balai Wyata Guna, dan itu menjadi pertanda berakhirnya polemik di antara keduanya

oleh Arie NugrahaLiputan6.com diperbarui 20 Jan 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2020, 00:00 WIB
Asrama Wyata Guna Bandung
Pemaksaan untuk mengosongkan asrama oleh pengelola Wyata Guna Bandung, membuat 41 difabel netra penghuni asmara tersebut terpaksa tinggal di trotoar Jalan Pajajaran. (Liputan6.com/ Abramea)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik pengusiran 30 penyandang disabilitas netra di Balai Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat kini telah berakhir. Seluruh penyandang disabilitas netra yang tadinya berdemonstrasi itu pun menerima tawaran Kementerian Sosial sebagai pengelola Balai Wyata Guna.

Tawaran tersebut adalah, 30 penyandang disabilitas netra itu di beri kesempatan untuk tetap tinggal di balai Wyata Guna hingga mereka selesai menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kesepakatan ini diambil setelah negosiasi panjang antara penerima manfaat balai Wyata Guna dan pihak Kementrian Sosial.

 

"Kesepakatan tersebut diharapkan mengakhiri polemik yang berkepanjangan. Masalah hanya bisa diselesaikan jika semua pihak mau duduk bersama, dengan kepala dingin,"  kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Edi Suharto, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu, 19 Januari 2020.

Edi juga menjelaskan berbagai tuduhan yang tidak benar terkait Permensos No 18 Tahun 2018 yang diisukan bakal melikuidasi ratusan panti di Indonesia dan menyebabkan ribuan disabilitas netra dirumahkan. Menurut dia, kecurigaan itu tidak benar dan tak punya dasar.

"Tidak ada yang dilikuidasi dengan peraturan itu. Permensos hanya mengubah konsep Panti menjadi Balai sesuai amanat UU 23/24. Itupun hanya milik Kemensos. Untuk netra kita hanya punya empat Balai se Indonesia. Ribuan Panti yang bukan milik Kemensos tidak akan disentuh, apalagi dilikuidasi. Kami tegaskan lagi, Panti-panti milik Pemda, milik masyarakat tidak akan disentuh, apalagi dilikuidasi," tegas Edi.

Harusnya, sambung Edi, para penerima manfaat menyambut baik permensos tersebut. Karena justru mendukung dan sangat sesuai dengan amanat UU 23/2014 tentang Pemda yakni membagi kewenangan pemeritah pusat dan pemerintah daerah.

"Hal ini sangat sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, berikut PP turunannya tentang Penyelenggaraan Kesos untuk Penyandang Disabilitas" Edi menerangkan.

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Margowiyono menambahkan, perubahan balai sejatinya hanya menambah fungsi panti. Dia pun menegaskan bahwa pelayanan sosial akan tetap ada.

"Layanan rehabilitasi sosialnya bahkan ditingkatkan. Ditopup. Sehingga jadi lebih advanced dan berstandar internasional. Ibarat rumah sakit, balai adalah Rumah Sakit Pusat, dimana kualitas peralatan, SDM, dan model layanannya lebih canggih," jelasnya.

Di dalam balai yang terpadu tersebut, terdapat fasilitas-fasilitas untuk mengoptimalisasi peran balai. Seperti ruang terapi, konseling, peralatan terbaik, dan pelatihan keterampilan yang ditingkatkan.

Status Kepemilikan Lahan Wyata Guna

Wyata Guna
Sejumlah mantan penghuni asrama Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna memilih untuk tetap bertahan di trotoar Jalan Pajajaran. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Sementara, isu mengenai status kepemilikan lahan Balai Wyata Guna yang dipersoalkan, ditepis oleh Sekretaris Ditjen Rehsos, Idit Supriadi Priatna. Menurutnya, sertifikat dan Surat Plt. Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung tentang Permohonan Pengecekan Buku Tanah tanggal 16 Oktober 2019 telah terang menyatakan bahwa Kementerian Sosial RI pemilik sertifikat tanah yang ada di Jl. Pajajaran No, 52 Pasirkaliki, Bandung itu. 

"Jadi secara hukum, Kemensos adalah pemilik lahan yang sah. Sementara fasilitas pendidikan yang ada di dalam balai hanya dipinjamkan secara gratis. Sebab urusan pendidikan seperti SLB kewenangannya di Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah. Namun kami, mempersilakan SLB tetap ada dan beroperasi di atas lahan Wyata Guna," kata Idit

Hal ini, menurutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tanggal 13 Maret 1962, menyatakan bahwa Gedung-gedung dan halaman sekolah dipinjamkan oleh Departemen Kesejahteraan Sosial dengan tidak dipungut biaya.

Serta sesuai dengan Perjanjian Pinjam Pakai BMN Kementerian Sosial RI dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Pinjam Pakai BMN yang terletak di Wyata Guna Bandung Nomor 04 Tahun 2019 tanggal 18 Januari 2019.

Terkait solusi kembali memberi fasilitas kepada alumni penerima manfaat, Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono menyatakan hal tersebut sebagai dispenisasi baru. Pasalnya, bila mengikuti ketentuan, alumni penerima manfaat tersebut mestinya mengikuti jejak penerima manfaat lain yang telah selesai masa retensinya.

"Bahkan ada 37 orang yang sudah berada di panti antara 7 sampai 17 tahun. Tapi mereka ingin tetap terus menerima pelayanan sosial gratis. Seperti asrama, makanan dan lainnya. Perlu dipahami, masih banyak saudara-saudara penerima manfaat lain yang antre, dan akan masuk serta mendapat pembinaan di Balai. Karena itu, kita optimalkan betul proses pembinaan selama di balai. Agar saudara-saudara penerima manfaat dapat berdaya dan berkiprah di masyarakat," kata Sudarsono.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya