Liputan6.com, Pekanbaru - Aktivitasnya kini lebih banyak di atas kasur. Dara cantik bernama Riska Ramadila ini hanya berdiri untuk ke kamar mandi ditemani tongkat yang selalu ada di samping tempat tidurnya.
Sudah beberapa bulan remaja 17 tahun ini tak kuat berdiri karena pembengkakan di lutut kaki kanannya. Tumor ganas itu tumbuh besar melebihi ukuran kepala siswi salah satu SMA di Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar itu.
Kini, Riska tak lagi berada di kampung halamannya. Jarak tempuh sangat jauh membuat pamannya membawa Riska ke perumahan di Jalan Kubang, Kecamatan Tambang. Daerah ini berbatasan dengan Pekanbaru.
Advertisement
Kepada wartawan, Riska menceritakan, awal tumor ganas yang dideritanya itu bermula ketika bermain voli di halaman sekolah pada pertengahan tahun lalu. Dia terjatuh dan lututnya terbentur di lantai lapangan.
Baca Juga
"Awalnya gak sakit, masih tetap main dan terjatuh lagi di hari lain," kata Riska, Jum'at siang, 31 Januari 2020.
Seiring berjalannya waktu, Riska mulai merasa sakit disertai ngilu di lutut kanannya. Dia pun dibawa berobat ke tukang urut oleh ibunya, Muzar Niati. Kata si tukang urut, lutut Riska akan sembuh dalam hitungan hari.
Anak pertama dari tujuh bersaudara ini pulang ke rumah. Namun, benjolan di lututnya tidak mengecil dan makin sakit ketika diinjakkan. Tukang urut tradisional lainnya menjadi pilihan.
Jawaban serupa diterima Riska dan ibunya dari tukang urut kedua ini. Kesembuhan yang ditunggunya tak kunjung datang. Dia makin susah berdiri dan akhirnya tak bisa bersekolah lagi.
Riska lalu dibawa ke Rumah Sakit Prima di Pekanbaru. Lututnya dirontgen oleh dokter. Darahnya juga diambil untuk pemeriksaan laboratorium.
Hasil analis medis, di lutut Riska bukan bengkak biasa. Riska harus menerima kenyataan ada tumor bersarang di lututnya.
"Kata dokter tumor ganas, di rumah sakit itu gak ada obatnya lalu dirujuk ke RSUD Arifin Ahmad," Riska berusaha tetap tersenyum.
Tak Cukup Biaya
Berdasarkan pemeriksaan dokter di RSUD, tumor di lutut Riska sudah harus diangkat. Salah satu jalannya adalah amputasi dengan biaya mencapai ratusan juta rupiah.
Berasal dari keluarga tak berada, ibu dan ayah Riska memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang, dokter di RSUD menyebut ada rumah sakit di Jakarta yang bisa mengobati.
"Tapi tetap saja diamputasi, itupun belum tentu sembuh," kata Riska.
Menurut Dokter, biaya untuk berobat ke Jakarta mencapai Rp450 juta. Jumlah itu di luar obat, perawatan atau pun biaya menginap di rumah sakit selama dirawat di ibu kota.
"Belum lagi biaya ke Jakarta dan biaya untuk keluarga di sana," ucap Riska.
Selama berobat di rumah sakit, keluarga Riska dibiayai oleh BPJS. Namun untuk operasi nanti, jika jadi, Riska belum tahu apakah asuransi milik negara itu menanggungnya.
Saat ini, harapan Riska hanya satu. Yaitu bisa sembuh tanpa amputasi. Dia ingin beraktivitas seperti biasa lagi dan bermain voli bersama teman-temannya di sekolah.
"Tentunya tanpa amputasi, itu yang diharapkan," imbuh Riska.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement