Liputan6.com, Solo - Liuk lampai gerakan para pemain liong dan barongsai tampak lincah. Mereka saling berbagi tugas untuk mengambil amplop merah atau yang biasa disebut angpau yang digantung di langi-langit toko maupun rumah. Kirab barongsai dan liong itu digelar untuk merayakan Cap Go Meh, pada hari Sabtu, 8 Februari 2020.
Kirab tolak bala itu melibatkan tiga perkumpulan barongsai dan liong yang rutenya masing-masing telah dibagi.
Perkumpulan barongsai dan liong Tri Pusaka mengambil rute kawasan Coyudan, perkumpulan Macan Putih menyisir angpau daerah Pasar Gede. adapun perkumpulan Budi Dharma keliling kawasan Widuran hingga Pasar Legi.
Advertisement
Baca Juga
Warga tampak menikmati atraksi barongsai dan liong yang menari-nari sebelum mengambil angpau. Tak hanya itu, para pemilik toko maupun rumah yang dilalui kirab barongsai dan liong juga tampak ikhlas memberikan angpau dengan berharap di tahun Shio Tikus ini keberuntungan, rezeki, kesuksesan dan kesehatan selalu menyertai.
Koordinator kirab barongsai dan liong Cap Go Meh, Aji Candra menjelaskan kirab tolak bala yang melibatkan kesenian tradisional asal negeri Tiongkok itu digelar bertepatan dengan tanggal 15 bulan pertama Tahun Baru Imlek. Ritual kirab itu telah menjadi tradisi untuk mengakhiri Imlek.
"Tujuan kirab dengan mengirab barongsai dan liong ini supaya jalanan yang dilalui kirab itu akan dibebaskan dari aura negatif selama perayaan Cap Go Meh," kata dia di sela-sela kirab di kawasan Coyudan, Sabtu, 8 Februari 2020.
Ritual Mengusir Tolak Bala
Lantas, ia pun mencoba menerangkan terkait makna aura negatif bahwa kirab tersebut untuk mengusir bencana, penyakit dan hal-hal yang buruk yang terdapat di jalanan tersebut.
Harapannya dengan ritual kirab barongsai dan liong itu semuanya bisa menjadi bersih dan terang yang dipenuhi dengan aura positif untuk menyambut Cap Go Meh.
"Makanya ceritanya kirab barongsai dan liong pada Cap Go Meh ini disebut kirab tolak bala," sebutnya.
Ritual kirab tolak bala yang telah menjadi agenda tahunan setiap perayaan Cap Go Meh itu telah menjadi agenda rutin tahunan saat Cap Go Meh tiba.
Jika ditelisik ke belakang, Kirab tersebut mulai semarak digelar lagi sejak pemerintahan Presiden KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
Pada era Gus Dur, komunitas Tionghoa bebas kembali menjalankan kepercayaan dan adat budayanya sepeti halnya menggelar pentas kesenian barongsai dan liong.
"Yang jelas dengan kirab Cap Go Meh ini saya ingin menunjukkan kepada masyarakat sebuah tradisi, sebuah kesenian yang indah dari sana (Tiongkok). Ternyata kesenian ini memang bisa diterima oleh siapapun dan juga bisa memberikan hiburan," ucapnya.
Advertisement
Tradisi Memberikan Angpau
Saat menggelar kirab barongsai dan liong, pihak panitia satu hari sebelumnya sudah melayangkan surat kepada pemilik toko maupun rumah yang bakal dilalui iring-iringan kirab tolak bala untuk memasang amplop merah atau angpau.
Pemasangan angpau telah menjadi tradisi, selain itu juga menjadi atraksi bagi barongsai saat dengan lincahnya berdiri dan melompat mengambil uang tersebut.
"Ada adat dan tradisi bahwa rumah yang dilewati sidah menerima brosur sehingga para pemilik sudah menyiapkan angpau," ucapnya.
Pemberi angpau ternyata tidak hanya para pemilik toko maupun rumah, tapi juga banyak warga biasa yang memang telah menyiapkan angpau untuk diberikan kepada barongsai.
Tak hanya kalangan komunitas Tionghoa, warga biasa dengan mengenakan hijab juga banyak yang memberikan angpau begitu kirab tolak bala itu melintas.
"Bagaimanapun dengan banyaknya angpau menjadi penyemangat bagi anak-anak pemain barongsai dan liong. Bahkan saat perayaan Cap Go Meh tahun lalu bisa memperoleh angppau senilai Rp4 juta. Tapi ya keselnya luar biasa karena harus berjalan sepanjang 4 kilometer," kata dia.
Simak video pilihan berikut ini: