Liputan6.com, Yogyakarta - Yogyakarta punya wadah bagi perias pengantin putra. Namanya Paguyuban Perias Putra Yogyakarta (PaPPY). Keberadaaan PaPPY menjadi bentuk aktualisasi dan eksistensi sekaligus bukti perias pengantin putra yang ternyata banyak dicari pelanggan.
PaPPY yang berdiri pada 30 Januari 2018 beranggotakan 25 orang. Anggotanya terdiri dari perias pengantin putra yang sudah profesional. Tidak hanya di wilayah DIY, ada pula anggota yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah.
"Kami berbicara dalam konteks masyarakat umum, perias pengantin putra bisa juga merias pengantin putri," ujar Rahmat Santoso, Ketua I PaPPY, di sela-sela HUT ke-2 PaPPY sekaligus Demo Make Up Pengantin dan Pemakaian Busana Pengantin Pria, di Yogyakarta, Selasa (18/2/2020).
Advertisement
Ia mengungkapkan di Keraton Yogyakarta, perias putra tidak memegang pengantin putri karena ruangannya berbeda dan pengantin putri dipegang oleh perias pengantin putri. Sementara, perias pengantin putra biasanya membantu mengenakan ageman (baju) untuk pengantin putra.
Rahmat tidak menampik, banyak pengantin putri di masyarakat yang saat ini memilih perias pengantin putra. "Itu bergantung dari kenyamanan dan kecocokan masing-masing pengantin," ucapnya.
Menurut Rahmat, perias pengantin putra dan putri memiliki kelebihan masing-masing. Pada akhirnya, ia menyerahkan kepada pelanggan untuk memilih.
Paes Ageng Tidak Bisa Sembarangan
Ketua II PaPPY, Mamuk Rahmadona, memaparkan soal tata rias pengantin gaya Yogyakarta. Demo akan menonjolkan tata rias pengantin yang bernama Gusti Pembayun.
"Ini paes ageng dengan kebaya modifikasi atau kebaya modern," tuturnya.
Menurut Mamuk, make up artist (MUA) yang bermunculan dan kerap mengklaim sebagai perias pengantin paes ageng kerap salah dalam menerapkan tata rias. Paes ageng sudah memiliki pakem dan aturan yang harus ditaati, sehingga tidak cukup hanya dengan bentuk paes cengkorongan yang diterapkan di dahi sampai pelipis.
Cara mengenakan jarik pun juga bagian dari paes ageng. Perias harus bisa membedakan gaya Surakarta dan Yogyakarta. Misal dalam wiru kain jarik, gaya Yogyakarta harus terlihat dan Surakarta tersembunyi.
"Kegiatan ini juga ingin memberikan edukasi dan informasi yang benar kepada perias supaya bisa menerapkan paes ageng sesuai dengan pakemnya," kata Mamuk.
Ia juga menyayangkan maraknya perundungan yang terjadi di kalangan perias pengantin. Jika ada perias yang salah dalam menerapkan pakem, tak jarang menjadi bahan cemooh di media sosial.
Mamuk menuturkan tugas PaPPY adalah memberitahukan pakem yang benar sehingga menjadi edukasi bagi masyarakat.
Advertisement