Liputan6.com, Yogyakarta - Tiga orang pembina Pramuka SMPN 1 Turi ditetapkan menjadi tersangka atas meninggalnya 10 siswa yang hanyut saat susur sungai pada Jumat, 21 Februari 2020. Wakapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan mengatakan pihaknya bekerja terus-menerus untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas meninggalnya 10 siswa SMPN 1 Turi ini.
"Hari ini menetapkan tersangka, dua hari lalu IYA. Kita tetapkan dua yaitu DDS dan R. Ketiga penentuan itu berdasar tahap gelar perkara dan dua alat bukti," katanya dalam gelar perkara di Mapolres Sleman, Selasa (25/2/2020).
Bantilan mengaku ketiga tersangka ini memiliki perannya masing-masing. IYA dan DDS yang merupakan guru di SMPN 1 Turi, Sleman, dan menjadi pembina, R merupakan Ketua Pembina Pramuka.Â
Advertisement
Baca Juga
"Kita terus tindaklanjuti di mana ada dua alat bukti yaitu surat kematian dari orangtua korban dan seluruh perangkat kecamatan hingga dukuh," katanya.
Polisi menetapkan tiga tersangka ini karena menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Hasil penyelidikan, tidak ada kesiapan yang bagus dalam susur Sungai Sempor Jumat lalu itu.
"Tiga tersangka tidak ada kesiapannya. Saat itu mendung, menyusuri ada tanda hujan gerimis kita tetapkan tiga tersangka karena mereka punya sertifikat tanggap bencana dan pramuka," katanya.
Menurut dia, penentuan tiga tersangka ini berdasarkan pendalaman fakta yang ada di lapangan. Saat itu, ada tujuh pembina yang mengampu 249 siswa.
"Tujuh pembina, empat fix ikut, tiga pantau tapi tidak ikut. Padahal, ide lokasi dan lain-lain ada di tiga orang ini. Tapi yang bersangkutan tidak ikut," katanya.
Bantilan mengatakan dari salah satu pembina bahkan tidak ikut dalam kegiatan susur sungai karena harus melakukan transfer uang. Lalu, kembali lagi setelah kejadian tragedi tersebut terjadi.Â
"Kejadian itu kan sekejab. Ada pembina dewasa saja yang ikut terserat sampai 50 meter. Dia menolong diri sendiri saja tidak bisa," katanya.
Polisi menetapkan tiga tersangka itu berdasarkan fakta dari keterangan saksi di mana tidak satu pun yang melakukan upaya pencegahan.Â
"Mereka dikenakan dua pasal, yaitu 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan meninggal dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda," katanya.
Bantilan mengatakan terkait Kepala Sekolah SMPN 1 Turi, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan. Namun, pihaknya belum bisa menentukan proses selanjutnya.
"Ini di luar kontrol kami. Poinnya di pembina. Mereka (siswa) hanya ikut saja dipandu pembina," katanya soal penetapan tersangka.
Â
Permintaan Maaf
IYA yang telah ditetapkan pertama kali menjadi tersangka mengaku lalai dalam tragedi Sempor ini. Ia pun meminta maaf kepada keluarga korban atas tragedi tersebut.
"Permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada institusi saya SMPN 1 Turi Sleman karena kelalaian. Kami menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama yang meninggal," katanya.
Ia pun siap menerima langkah selanjutnya atas kelalaian yang dilakukan. "Ini risiko, apa pun keputusannya kita terima. Semoga keluarga korban dapat memanfaatkan kami," katanya.
IYA mengatakan saat sebelum berangkat susur sungai cuaca belum hujan. Terlebih saat susur sungai ada pembina yang paham betul soal susur sungai Sempor ini.
"Saya ikuti sungai di atasnya airnya landai. Saya liat sungainya juga landai," katanya.
Sementara Bantilan mengatakan susur sungai Sempor merupakan inisiator dari IYA. Namun, titik yang dilalui merupakan titik baru.
"R di sekolah, IYA pergi transfer dan DDS di bagian finis. Di antara tiga orang ini tidak ada upaya," kata Wakapolres Sleman ini.
Bantilan menyebut tiga orang ini tidak mempersiapkan dengan baik kegiatan susur sungai mulai dari perencanaan, peralatan, hingga pelaksanaan. Bahkan, IYA menentukan kegiatan susur sungai itu baru pada malam Kamis sehari sebelumnya.
"Tidak ada alat untuk membantu seperti pelampung atau tali. Tidak ada. Mereka tidak ada perencanaan," katanya.Â
Â
Simak video pilihan berikut ini:Â
Advertisement