Liputan6.com, Palu - Babak baru penyelamatan buaya berkalung ban akan dimulai lagi pada Senin, 9 Maret besok dengan "Aktor" baru; Forrest Galante. Galante diharapkan membawa metode baru dalam misinya. Sementara budayawan berharap pelibatan warga sekitar sungai dan muara.
Setelah Matt Wright gagal menyelamatkan buaya berkalung ban, misi serupa akan dilanjutkan oleh seorang ahli biologi alam liar, Forrest Galante.
Pihak BKSDA Sulteng menyatakan rencananya Galante dan timnya akan tiba di Kota Palu pada Senin, 9 Maret 2020.
Advertisement
Baca Juga
Setiba di Palu, pria Amerika yang tenar sebagai presenter program Animal Planet itu rencananya juga akan mempresentasikan metode penyelamatan buaya berkalung ban yang akan digunakannya.
"Rencananya selama tujuh hari mereka di sini. Kami akan berkoordinasi bersama mereka terkait apa yang dibutuhkan, karena mereka akan bergabung dalam tim yang ada saat ini," kata Kasatgas Penyelamatan Buaya Berkalung Ban, Haruna Hamma, Sabtu malam (7/3/2020).
Soal metode penyelamatan yang akan digunakan, Galante diharapkan menggunakan metode baru yang berbeda dari cara Matt Wright yang belum berhasil selama ini seperti menggunakan perangkap dan harpun untuk menangkap buaya berkalung ban yang berukuran lebih dari empat meter itu.
"Tentu kami berharap mereka datang dengan peralatan dan metode lain lagi. Kalau caranya sama, ya buat apa?" harap Haruna.
Simak video pilihan berikut ini:
Pelibatan Warga Lokal untuk Penyelamatan Buaya Berkalung Ban
Selain melakukan misi penyelamatan buaya malang, ahli biologi alam liar asal Amerika itu dan timnya juga berencana membuat film dokumenter tentang buaya di Sungai Palu.
Sebelumnya upaya Matt Wright dan tim BKSDA Sulteng menangkap dan menyelamatkan buaya berkalung ban masih belum berhasil meski berbagai cara telah dicoba, seperti menggunakan harpun dan perangkap yang diberi umpan.
Sejarawan dan budayawan Sulawesi Tengah, Iksam, menilai bahwa warga lokal yang tinggal di sekitar Sungai Palu dan muara mestinya dilibatkan dalam misi penyelamatan buaya berkalung ban itu. Mengingat interaksi satwa liar tersebut dengan masyarakat yang telah berlangsung lama.
"Buaya di Sungai Palu bukan hal baru, bahkan interaksinya dengan warga sekitar sudah jadi cerita rakyat. Paling tidak sedikit banyak warga tahu bagaimana menangani satwa liar itu," kata Iksam yang juga penjabat Wakil Kepala Museum Sulteng itu, Jumat (6/3/2020).
Keterlibatan warga yang dimaksud, Iksam melanjutkan, dalam batas tertentu dengan tetap dikomandoi BKSDA Sulteng, semisal memberi informasi keberadaan buaya malang itu atau memberi gambaran perilaku khas buaya Sungai Palu yang menjadi 'pengetahuan' secara turun temurun.
Pentingnya melibatkan warga menurutnya juga karena habitat si buaya di Sungai Palu yang panjang, yang selama ini menyulitkan petugas menangkap satwa dilindungi itu.
"Sepertinya akan sulit menangani buaya itu dengan Sungai Palu yang panjang. Itulah pentingnya warga terlibat," pungkas Iksam.
Advertisement