Virus Babi Afrika Mewabah di Mentawai, Ribuan Babi Mati Mendadak

Hanya dalam kurun waktu tiga bulan, ribuan babi milik warga di Pulau Sipora Mentawai, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar, mati akibat terkena virus babi afrika.

oleh Novia Harlina diperbarui 11 Mar 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2020, 11:00 WIB
Kasus kematian babi di Sumut
Wabah virus babi afrika (African Swine Fever) di Sumatera Utara. (Liputan6.com/ Novia Harlina)

Liputan6.com, Mentawai - Hanya dalam kurun waktu tiga bulan, ribuan babi milik warga di Pulau Sipora Mentawai, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat mati. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian setempat memastikan ribuan babi yang mati akibat terkena virus babi afrika atau African Swine Fever.

Wabah ini membunuh hewan babi dalam satu wilayah mencapai 100 persen sehingga rata-rata babi di Pulau Sipora langsung mati secara mendadak dalam kurun waktu singkat.

"Dari data kami terdapat 7.500 ekor babi yang mati, setelah dilakukan pemeriksaan, hewan itu positif terdampak virus demam babi afrika," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai, Hatisama Hura kepada Liputan6.com, Selasa (10/3/2020).

Hatisama menyebut, hingga kini belum ada vaksin untuk membunuh virus yang menyerang ternak babi tersebut. Pihaknya hanya bisa melakukan penyemprotan disinfektan untuk meminimalisir penyebaran virus babi afrika.

"Hanya itu yang bisa kami lakukan sekarang," ujarnya.

Di Mentawai, mayoritas masyarakat beternak babi di perkarangan rumah, minimal satu keluarga memiliki 5 hingga 20 ekor ternak babi.

Bagi masyarakat Mentawai, babi sudah menjadi bagian budaya masyarakat dan merupakan sumber perekonomian. Daging babi kerap dimanfaatkan untuk pesta adat dan syukuran.

"Tapi dipastikan, virus ini tidak berdampak terhadap manusia," katanya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Daging Babi Langka

Setelah wabah virus babi afrika ini menyebar di Mentawai, masyarakat di Pulau Sipora langsung mengubur atau membakar apabila mendapati ternak mereka mati mendadak. Hal itu menjadi upaya lain agar penyebaran virus tidak semakin meluas.

"Itu diperkuat surat edaran, masyarakat juga diminya agar tidak mengirim babi ke luar Pulau Sipora, agar virus ini tidak menyebar ke pulau lainnya," kata Hatisama.

Akibat wabah virus tersebut, daging babi di Pulau Sipora menjadi langka. Daging babi di pasaran mencari Rp70 ribu per kilogram.

"Harga ini bisa naik secara signifikan ketika adanya pesta adat dan syukuran," jelasnya.

Pihaknya melihat dampak naik harga daging babi tidak bisa langsung. Biasanya baru mulai berimbas ketika ada pesta dan syukuran, atau menjelang hari raya dan tahun baru.

"Di sini rata-rata babi lokal dan ada juga babi varietas dari Kepulauan Nias," ucapnya menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya