Babak Baru Perlawanan Mbah Tun Nenek Buta Huruf

Sidang gugatan pembatalan putusan eksekusi di PTUN Semarang akan berlangsung berbarengan dengan jadwal eksekusi oleh PN Demak.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 12 Mar 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2020, 13:00 WIB
mbah tun
Setelah didampingi 21 pengacara, Mbah Tun baru berani bertemu orang yang tak dia kenal. (foto: Liputan6.com/Erlinda Puspita Wardani/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Mbah Sumiatun atau Mbah Tun, nenek lanjut usia yang buta huruf terus melawan ketidakadilan. Nenek sepuh warga Desa Balerejo RT 05 RW 02 Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak ini sudah mantap untuk melawan ketidakadilan.

Selama sepuluh tahun ia berjuang, belum juga terselesaikan. Banyak upaya yang telah dilakukan dibalik perjuangannya mempertahankan lahan sawah warisan orangtua yang menjadi sumber mata pencaharian ia dan suaminya dahulu.

Kejadian tahun 2010 itu menambah beban pikiran suami Mbah Tun. Dan tahun 2013, suami mbah Tun meninggal dunia. Tak mau berserah pada nasib dan menyusahkan orang lain, meski di usia senja nya hidup tanpa suami, mbah Tun terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Saya kerja jadi buruh tani di lahan warga juga. Gak pasti hasilnya," kata mbah Tun di Kantor DPC PERADI LBH Jl Simongan No 123 Kota Semarang.

Kasus sengketa yang berlarut-larut ini membuat mbah Tun bingung dan takut bertemu orang. Kini ia tinggal bersama anak bungsunya. Ia sering meminta mengungsi karena tak mau terlalu sering ditanyai mengenai hilangnya sawahnya. Mbah Tun sering sakit karena harus menghadapi permasalahan ini.

"Kula teng pengadilan pun ping pinten-pinten. Mbah Kakung gerah kula tinggal teng griya. Mangkat esuk wangsul sampun surup. Ngaten terus dugi Mbah kakung seda. (Saya sering datang ke pengadilan menghadiri persidangan. Mbah Kakung suaminya sakit parah terpaksa saya tinggalkan di rumah. Seperti itu terus hingga suami meninggal)," kata Mbah Tun.

 

Gugatan Vs Eksekusi di Hari Yang Sama

mbah tun
Mbah Tun didampingi Karman Sastro, salah satu penasihat hukum yang mendampingi dan Endang menantunya. (foto: Liputan6.com/Erlinda Pustipa Wardani/Edhie Prayitno Ige)

Sawah dengan luas 8.250 meter persegi itu sebenarnya bersertifikat Hak Milik Nomor 11 atas nama Sumiyatun. Namun terancam eksekusi oleh seorang pemenang lelang yakni Dedy Setyawan Haryanto

Ternyata sawah ini sudah menjadi hak tanggungan di Bank Danamon oleh Mustofa. Mustofa diduga menipu mbah Tun dengan menjanjikan bantuan ternak bebek. Saat ini Mustofa masuk DPO berdasar laporan mbah Tun di Polres Demak.

Menurut Endang, sang menantu, Mbah Tun sekarang trauma jika ada tamu bersepatu datang.

"Ndak betah dirumah. Pengin mengungsi, ketakutan. Kalau ada yang mendampingi begini baru mau menemui tamu, lebih lebih kalau tamunya orang asing bersepatu dan bermobil," kata Endang.

Didampingi Koalisi Advokat Peduli Demak, Mbah Tun kembali bersemangat mempertahankan sawahnya. Melalui 21 Pengacara yang bersimpati langsung melayangkan gugatan pembatalan proses lelang sawahnya. Eksekusi sawah tersebut akan dilakukan pada Kamis (19/03/2020) pekan depan.

Namun pada hari yang sama, Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang juga akan menggelar sidang gugatan Mbah Tun untuk pertama kalinya pada hari yang sama. Mbah Tun melakukan gugatan terhadap Badan Pertanahan Kabupaten Demak yang memproses peralihan hak atas tanah sawahnya.

 

(erlinda puspita wardhani/sheyla al kautsar) 

 

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya