Liputan6.com, Jambi - Kiswanto saban hari mesti menembus perkebunan sawit dengan jalan yang belum mulus, saat musim kemarau berdebu, dan musim hujan jalan becek berlumpur. Itu mesti dia lakukan agar bisa bertatap muka dan belajar dengan murid tercinta di sekolahnya.
Ia sendiri mengajar di sekolah SDN 169/V Desa Cinta Damai, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi. Daerah ini merupakan pedesaan pemukiman yang dihuni penduduk transmigrasi era orde baru tahun 1990-an, yang berjarak sekitar ratusan kilometer dari pusat ibu kota Provinsi Jambi.
Advertisement
Baca Juga
Namun, setelah dikeluarkan kebijakan agar siswa harus belajar dari rumah untuk mencegah penularan Covid-19, ia tidak lagi belajar secara tatap muka dengan murid tercintanya itu.
Kiswanto lalu mulai memutar otak agar muridnya bisa belajar. Tanpa berpikir panjang, ia pun lantas memanfaatkan WhatsApp Group (WAG) yang diberi nama "Paguyuban Kelas". Cara ini semakin mudah, meski mayoritas orangtua siswa berprofesi sebagai petani plasma, mereka sudah bisa memanfaatkan telepon pintar.
Kiswanto juga menyadari pembelajaran jarak jauh ini sangat diperlukan dukungan orangtua untuk kebutuhan siswanya. Berbagai cara ia komunikasikan kepada orangtua siswa agar memahami pelaksanaan belajar daring itu.
"Pertama yang saya prioritaskan itu meyakinkan orangtua siswa untuk mendukung kebutuhan belajar dari rumah bagi anak-anaknya," kata Kiswanto dalam sebuah seminar online berbagi manajemen pembelajaran daring untuk sekolah pedesaan di Jambi, Selasa (12/5/2020).
Cara ini dinilai cukup efektif untuk mendapat dukungan dari orangtua dalam memfasilitasi anaknya belajar dari rumah. Walaupun sebagian besar pekerjaan orangtua siswa adalah petani, mereka mau mendukung dan mendampingi anaknya belajar.
"Di pedesaan tempat saya mengajar kebetulan akses internet sudah menjangkau pemukiman warga sehingga mereka bisa melaksanakan belajar daring. Tapi sinyal internet kadang gangguan, namun tidak menyurutkan semangat guru dan siswa belajar daring," ujar Kiswanto.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Belajar Autodidak Manfaatkan Aplikasi
Setelah mendapat dukungan orangtua siswa, Kiswanto mulai mencari dan mempelajari aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran daring. Ia belajar secara autodidak menggunakan aplikasi google classroom, google form, zoom, dan aplikasi quiziz.
Belajar secara autodidak untuk penggunaan aplikasi itu mesti ia lakukan karena pembelajaran jarak jauh ini adalah yang terbaru baginya. Sebelum datangnya masa pandemi Covid-19, ia selalu menempuh perjalanan supaya bisa bertatap muka dengan murid-muridnya.
Setelah ia menguasai penggunaan teknologi aplikasi untuk pembelajaran jarak jauh, ia juga melatih orangtua siswa menggunakan aplikasi tersebut. Orang tua dikirimi panduan cara mengunduh sampai memahami penggunaan aplikasi yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Aplikasi Zoom kata dia, digunakan untuk mengadakan pertemuan jarak jauh yang diisi kegiatan pemberian materi, mengamati siswa berpraktik, dan mempresentasikan hasil karyanya. Sedangkan Google Classroom ia gunakan untuk mengumpulkan dan memberi umpan balik hasil karya siswa, serta mengunggah sumber belajar yang digunakan.
Dia juga memanfaatkan google form dan quizizz untuk melakukan penilaian hasil belajar siswa. Melalui aplikasi tersebut siswa bisa mengerjakan soal, membuat esai, dan bermain kuis.
Kiswanto mengatakan, untuk materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa juga difokuskan pada peningkatan kecakapan hidup. Seperti praktik membuat grafik dari data yang diperoleh siswa sendiri di rumah, membuat poster pencegahan covid-19, sampai melakukan percobaan dengan alat dan bahan yang tersedia di rumah.
"Yang berat hanya di awal persiapan, tapi kalau orang tua memahami cara menggunakan aplikasi pembelajaran, mereka bisa mendampingi anaknya belajar menggunakan aplikasi tersebut," kata Kiswanto.
Tak jarang Kiswanto ditelepon orangtua siswa yang meminta pendampingan khusus cara menggunakan aplikasi tersebut. Namun, setelah orangtua siswa mampu menggunakan aplikasi, maka sebulan sekali Kiswanto melakukan pertemuan melalui aplikasi zoom dengan orangtua.
"Dengan orangtua siswa, kami juga membahas rencana dan jadwal pembelajaran jarak jauh, dan juga meminta masukan orangtua terhadap proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan sebelumnya," dia menjelaskan.
Advertisement
Tidak Semua Siswa Bisa Akses Internet
Tidak semua siswa yang diajari Kiswanto bisa mengakses internet. Dari 20 siswa kelas IV, ada 5 orang siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring. Masalahnya bervariasi, mulai tidak memiliki gawai, tidak mampu membeli kuota internet, dan ada orangtua yang tidak mendukung.
Solusinya Kiswanto melaksanakan pembelajaran luring. Ia menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKPD) yang memiliki tujuan pembelajaran sama dengan pembelajaran daring.
"Penugasan untuk siswa yang mengikuti pembelajaran daring dan luring tujuannya sama. Hanya untuk penugasan belajar luring harus jelas dan mampu mendorong dan membimbing siswa menemukan konsep sendiri," kata Kiswanto.
Jadi katanya, penugasan itu bukan hanya mencatat ulang buku paket atau mengerjakan soal di buku paket, tapi guru yang mengembangkan LKPD yang membuat siswa bisa belajar aktif.
Cara mendistribusikannya, siswa mengambil LKPD tersebut seminggu sekali di rumah kepala sekolah yang tidak jauh dari sekolah. Setelah selesai, tugas tersebut dikumpulkan kembali ke rumah kepala sekolah dan diberikan umpan balik oleh Kiswanto.
"Masa pandemi ini memberi kesempatan pada saya untuk melakukan uji coba pembelajaran yang tetap mendorong siswa belajar aktif, bermakna, dan berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup," jelas Kiswanto.
Sementara itu masih dalam forum yang sama, Koordinator Pelatihan dan Pembelajaran Guru Program Pintar Tanoto Foundation, Golda Eva Grace Simatupang mengatakan, upaya yang dilakukan Kiswanto merupakan praktik baik dalam mengelola pembelajaran jarak jauh.
"Pak guru Kiswanto belajar secara autodidak supaya bisa menggunakan aplikasi pembelajaran. Pun siswa yang tidak bisa mengakses internet juga bisa difasilitasi untuk belajar aktif dan mendorong kecakapan hidup siswa melalui lembar kerja yang dibuat sendiri. Praktik baik ini perlu dicontoh," kata Golda menambahkan.