Hasil Kolaborasi Peneliti Unpad-ITB Ciptakan Alat Tes Covid-19

Kolaborasi para peneliti Unpad dan ITB dalam membantu penanggulangan virus Corona (Covid-19) kembali membuahkan hasil.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 15 Mei 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2020, 11:00 WIB
Kolaborasi Unpad ITB
Peneliti Unpad berkolaborasi dengan peneliti ITB dan industri bioteknologi menciptakan dua inovasi alat tes keberadaan virus Covid-19 yang bisa menjadi alat tes alternatif Covid-19 di luar PCR dan Rapid Tes. (Foto: Humas Jabar)

Liputan6.com, Bandung - Kolaborasi para peneliti Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam membantu penanggulangan virus Corona (Covid-19) kembali membuahkan hasil.

Hal itu diketahui setelah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperkenalkan dua alat tes Covid-19 hasil penelitian kedua kampus yang berada di Jabar tersebut. Kolaborasi keduanya yakni Rapid Test 2.0 dan Surface Plasmon Resonance (SPR).

Menurut Ridwan Kamil, Rapid Test 2.0 memiliki akurasi yang lebih tinggi dibanding alat rapid test sebelumnya. Akurasi Rapid Test 2.0 ini mencapai 80 persen.

"Ini karena Rapid Test 2.0 tidak menguji sampel darah, tetapi swab," kata pria yang akrab disapa Emil itu di Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, Kota Bandung, Kamis (14/5/2020).

Emil lebih jauh mengatakan, rapid test yang selama ini digunakan hanya mendeteksi keberadaan benda asing di dalam tubuh melalui antibodi, tetapi tidak spesifik ke virus. "Kalau yang Rapid Test 2.0 ini menggunakan antigen, jadi virusnya ketemu," katanya.

Ia pun memastikan untuk tahap awal, Rapid Test 2.0 akan diproduksi sebanyak 5.000 pada Juni 2020 oleh industri biotek di Jabar. Alat tes ini selanjutnya akan diproduksi sebanyak 50.000.

"Harganya lebih murah. Kalau RDT yang selama ini beredar kan sampai Rp300 ribu, kalau ini maksimal hanya Rp120 ribu," ujar Emil.

Selain Rapid Test 2.0, alat tes Covid-19 yang kedua yaitu tes diagnostik cepat berbasis teknik resonansi plasmon atau Surface Plasmon Resonance (SPR) yang fokus mendeteksi antigen, yaitu SARS-Cov-2, virus penyebab Covid-19.

Emil menyatakan, SPR berbeda dengan tes swab dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). SPR, kata dia, tidak memerlukan laboratorium saat menguji spesimen. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk tes dengan SPR lebih cepat daripada metode PCR.

"Tapi, cukup laptop dan benda sebesar aki motor yang mampu menampung 8 sampel, jadi bisa dibawa ke mana-mana," ujarnya.

Kelebihan dari tes SPR ini yaitu bisa mengetes langsung di pasar atau tempat lainnya dengan akurasi sama seperti PCR. "Harga alatnya sekitar Rp200 juta dan alatnya bisa mobile," ujarnya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

Sumbangsih Ilmuwan

Kolaborasi Unpad ITB
Peneliti Unpad berkolaborasi dengan peneliti ITB dan industri bioteknologi menciptakan dua inovasi alat tes keberadaan virus Covid-19 yang bisa menjadi alat tes alternatif Covid-19 di luar PCR dan Rapid Tes. (Foto: Humas Jabar)

Mantan wali kota Bandung ini menyebutkan dengan hadirnya Rapid Tes 2.0, SPR, reagen PCR dari Biofarma, dan ventilator buatan PT DI dan Pindad, target tes masif kepada 300.000 ribu warga Jabar dapat tercapai.

"Hadirnya berbagai alat tes medis buatan lokal ini menunjukkan bangsa kita bisa memproduksi alat bioteknologi sendiri. Inilah sumbangsih dari para ilmuwan yang bela negara melalui ilmunya, karena dalam perang melawan Covid-19 ini, ada yang bela negara dengan garis depan yaitu tenaga medis, harta, tenaga dan lainnya," katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Riset Diagnostik Covid-19 Unpad Muhammad Yusuf, menuturkan, Rapid Test 2.0 merupakan alat rapid test yang dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan virus (antigen) dalam tubuh. Keunggulan produk ini lebih murah, akurat, mudah digunakan, cepat, dan bisa didistribusikan ke pelosok daerah.

Sebagian besar komponen produk ini dikembangkan di dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor dan ketersediaan bahan baku.

"Unpad bermitra dengan PT Tekad Mandiri Citra yang berkomitmen memproduksi antibodi sebagai salah satu komponen utamanya. Juga PT Pakar Biomedika Indonesia yang telah memiliki kapasitas, pengalaman dan izin produksi rapid tes di dalam negeri," kata Yusuf.

Kalau PCR yang dicari adalah kode genetik yang spesifik kemudian gen spesifik itu diperbanyak dan akan ketahuan ada tidaknya virus disitu, jadi yang dideteksi itu adalah gen-nya yang merepresentasikan adanya virus. Tetapi kalau SPR yang dideteksi adalah partikel virusnya," kata Yusuf menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya