Heboh Kawin Tangkap di Sumba, Ini Reaksi Ketua DPRD

Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur, Emilia Nomleni meminta, praktik kawin tangkap di Pulau Sumba harus segera dihentikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2020, 08:00 WIB
Demi Cinta, Suami Rela 8 Jam Gendong Istri ke Puncak Gunung
Ilustrasi Cinta.

Liputan6.com, Kupang - Video praktik 'kawin tangkap' yang dilakukan sekelompok pemuda di Sumba membuat heboh jagat maya. Terkait hal itu, Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur, Emilia Nomleni meminta, praktik 'kawin tangkap' di Pulau Sumba harus dihentikan. Dia menganggap, praktik 'kawin tangkap' sangat merendahkan kaum perempuan. 

"Bagi saya praktik kawin tangkap atas nama apapun harus segera dihentikan karena ini merupakan tindakan melanggar hukum dan merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya, dikutip Antara (22/6/2020).

Emilia mengatakan, bisa saja praktik kawin tangkap di Sumba itu tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga pada anak, karena memang tidak pernah tahu perempuan-perempuan itu usianya berapa saat 'diculik'.

Kawin tangkap bagi masyarakat di pedalaman Pulau Sumba, seperti di wilayah Kodi dan Wawewa menganggap, merupakan tradisi turun temurun yang tak bisa dihilangkan walaupun hal tersebut merendahkan martabat kaum perempuan di daerah itu.

Emilia menyebut, terjadinya kesepakatan nikah antar orangtua kedua belah pihak tanpa ada persetujuan sang anak saja itu sudah melanggar hukum, apalagi ini dilakukan tanpa ada persetujuan antara orangtua dan si perempuan yang 'diculik'. Dirinya juga mengatakan, sebenarnya masalah kawin tangkap juga sudah dibicarakan dengan seluruh anggota dewan sejak sebelum adanya pandemi Covid-19.

"Waktu itu saya sempat minta sama sama teman-teman di DPRD akan bersama-sama mencari jalan keluar dari praktik tersebut, namun pembahasan soal kawin tangkap di Sumba itu karena adanya pandemi Covid-19 ini," ujarmya.

 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Penyesuaian Budaya

Masyarakat NTT sendiri, katanya, sangat menjunjung tinggi budaya, karena hal tersebut adalah warisan nenek moyang. Namun jika budaya warisan itu justru salah dan lebih banyak merugikan, maka harus dihilangkan.

Perlu peran dan kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta sesepuh yang ada di pulau Sumba tersebut, untuk menjelaskan soal praktik kawin tangkap yang sudah tidak relevan lagi saat ini.

Pernyataan penolakan juga muncul dari anggota Komisi IX DPR Ratu Ngadu Bonu Wulla yang berasal dari daerah pemilihan Sumba.

"Saya sebagai seorang perempuan dan juga berasal dari Sumba saya tidak setuju dengan budaya ini jika dipertahankan karena memang sangat berdampak buruk pada kaum perempuan di Sumba," kata Ratu Ngadu.

Dia menganggap, praktik kawin tangkap merampas hak hidup kaum perempuan di daerah itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya