Liputan6.com, Palembang - Lantunan ayat suci Alquran dari suara anak kecil, sudah lama tidak menghiasi rumah Farida Anggraini (46). Warga Jalan Mayor Zein Lorong Seminung II Palembang tersebut, terpaksa menghentikan aktivitas mengajar ngaji di rumahnya.
Bukan tanpa alasan dia tak lagi menjadi mentor, bagi anak-anak yang ingin belajar mengaji Alquran di lingkungan tempat tinggalnya. Namun karena rumahnya sudah tak layak lagi disinggahi banyak orang, dengan kondisi reyot dan hampir roboh.
Namun Farida harus tetap tinggal di gubuk reyotnya tersebut. Selain harus menjaga warisan satu-satunya dari neneknya, dia juga hanya hidup sendirian tanpa ada pendamping hidup.
Advertisement
Baca Juga
Anak ke-6 dari 7 bersaudara dari pasangan (alm) Hasan Hamid-Maimunah ini, mendedikasikan hidupnya sebagai guru mengaji di Taman Pendidikan Anak (TPA) di Lorong Arafuru Palembang.
Dalam sebulan, dia hanya mengantongi penghasilan sekitar Rp230.000. Jumlah upahnya tersebut, ternyata sudah termasuk biaya transportasi selama jadwal mengajar mengaji.
Pendapatannya yang minim, bahkan tak cukup untuk menghidupi kebutuhan hari-harinya. Dia hanya bisa berangan-angan, suatu saat nanti ada rezeki untuk memperbaiki rumah kayunya itu.
"Setiap bulannya, saya juga harus membayar tagihan listrik sebesar Rp60.000 dan air sebesar Rp15.000 hingga Rp20.000. Kalau sembako sering dibantu saudara dan tetangga," katanya, Minggu (12/7/2020).
Sejak ditinggal wafat ibunya sekitar tiga tahun lalu, dia hanya tinggal sendirian di gubuk reyotnya di pinggiran Kota Palembang ini. Pondasi kayu di rumahnya, bahkan sudah banyak yang lapuk dan rusak.
Dia pun sering terperosok ke dalam rawa di bawah rumahnya, karena lantai kayu di rumahnya sudah rapuh. Farida hanya bisa lebih berhati-hati saja, saat melangkahkan kakinya ke beberapa sudut rumahnya yang sudah rusak.
"Tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan dana. Saudara saya juga tak bisa membantu, sehari-harinya saja hanya buruh bangunan," ujarnya.
Dia sempat mengajukan permohonan bedah rumah melalui pihak kecamatan. Namun, pengajuannya tidak bisa direalisasikan dan harus menunggu jadwal selanjutnya.
Di tengah keterbatasan finansial, Farida juga tidak pernah mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah selama ini.
Bahkan dia tidak masuk dalam daftar penerima Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah. "Tidak pernah mendapatkan bantuan apa pun. Sempat diajukan, tapi belum dapat juga sampai sekarang," ujarnya.
Bak mendapatkan ‘durian runtuh’, keinginan Farida untuk merenovasi rumahnya akhirnya terwujud. Dia pun menangis haru, ketika mendapatkan kabar jika rumahnya akan dibedah dari program Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Sumsel di Palembang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Syarat Bedah Rumah
Kepala Baznas Sumsel Najib Haitami menuturkan, hanya rumah Farida yang lulus persyaratan untuk mendapatkan program bedah rumah. Dimana, salah satu syaratnya yaitu mempunyai dokumen asli kepemilikan lahan.
"Ada 10 unit rumah yang diajukan untuk dibedah, namun hanya rumah Ibu Farida yang dipilih, karena dokumennya lengkap," ucapnya.
Syarat untuk mendapatkan bantuan bedah rumah, lanjutnya, harus memiliki dokumen status tahan rumah itu sendiri.
Namun jika tidak punya sertifikat, cukup menyertakan keterangan dari pihak kecamatan atas kepemilikan lahan tersebut.
"Sembilan rumah yang tidak bisa dibedah, karena masih ada yang menumpang, ada tanahnya yang sudah dijual dan tidak ada identitas surat tanah," katanya.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengharapkan, dengan adanya program bedah rumah dari Baznas Sumsel, bisa menginspirasi pihak lainnya untuk melakukan hal serupa.
"Semoga ini bisa jadi pemantik bagi Baznas di kabupaten/kota di Sumsel agar bisa ikut serta. Bahkan, BUMN dan BUMD juga semoga bisa terpanggil untuk melaksanakannya juga," katanya.
Advertisement