Liputan6.com, Bandung - Gunung Raung di Provinsi Jawa Timur, mengalami kenaikan aktivitas sejak Kamis (16/7/2020). Pakar vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman menjelaskan mengenai peningkatan aktivitas Gunung Raung tersebut.
Menurut Mirzam, Gunung Raung memiliki keunikan karena kaldera yang berdiameter sekitar 2 kilometer ini terbuka di bagian barat. Bagian tersebut menghadap ke bagian kota-kota yang berada di sekitar gunung.
Gunung yang berada di perbatasan Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember ini tercatat telah meletus sebanyak delapan kali dalam jangka waktu 20 tahun terakhir yaitu pada tahun 2000, 2002, 2004, 2005, 2007, 2012, dan 2015.
Advertisement
Baca Juga
"Dari hal tersebut dapat dihitung rata-rata interval meletus sekitar 2,8 tahun," tutur Mirzam seperti dilansir dari laman resmi ITB, Sabtu (18/7/2020).
Salah satu yang dipelajari di bidang vulkanologi atau ilmu tentang gunung berapi adalah mempelajari tentang prediksi jangka panjang maupun jangka pendek suatu gunung api. Pada prediksi jangka pendek berguna untuk penetapan status aktivitas vulkanik gunung serta mitigasi bencana.
Sedangkan, prediksi jangka panjang mempelajari tentang hubungan antara interval letusan suatu gunung berapi dan volume produk letusan yang dikeluarkannya.
Saat ini, Mirzam bersama mahasiswa S1 dan S2 Teknik Geologi ITB secara khusus meneliti Gunung Raung, terutama kristal pada lava gunung tersebut.
"Kami tengah meneliti bentuk kristal dari lava Gunung Raung lalu dianalisis menggunakan Crystal Size Distribution (CSD). Hasilnya adalah kami memperoleh residence time," ujarnya.
Residence time atau waktu tinggal merupakan salah satu pendekatan untuk melakukan prediksi guna menentukan interval letusan suatu gunung. Hasil studi Mirzam dan timnya menjelaskan bahwa waktu tinggal yang dimiliki oleh Gunung Raung adalah terpendek 1,2 tahun dan terpanjang 2,5 tahun.
"Artinya, gunung tersebut akan meletus setiap rentang tersebut. Apabila melewati itu, maka letusan berikutnya akan lebih besar karena telah terjadi akumulasi energi dalam waktu yang lama," ujarnya.
Data waktu tinggal ini berguna untuk melakukan mitigasi kebencanaan serta meningkatkan persiapan jika gunung tersebut akan meletus. Hal tersebut perlu menjadi catatan bahwa letusan Gunung Raung yang terakhir terjadi pada tahun 2015. Artinya berjarak lima tahun, lebih lama dari nilai prediksi maupun interval real yang hanya berkisar 2,5 hingga 2,8 tahun.
"Tak mengherankan jika saat ini Gunung Raung telah mencapai level II dan telah mengeluarkan abu vulkanik," ungkapnya.
Mirzam juga menjelaskan, bahwa batuan penyusun Gunung Raung adalah batuan basal yang memiliki kandungan SiO2 rendah. Maka dari itu, lava Gunung Raung akan encer.
Namun, karena adanya reaksi dengan batuan yang lebih tua berupa karbonat atau batugamping, yang akan mengentalkan lava serta membuat material tersebut berpotensi dikeluarkan secara eksplosif.
"Apabila demikian dan letusan eksplosif terjadi, serta jika abu vulkanik telah muncul, masyarakat disarankan memakai masker yang sedikit dibasahi air guna menyaring abu tersebut agar tidak masuk serta menempel pada saluran pernapasan,” kata Mirzam.
Saat ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan pemantauan secara terus menerus pada gunung berapi di Indonesia yang bernama Magma Indonesia. Hasil pantauan tersebut dapat diakses oleh masyarakat secara live melalui web Magma Indonesia dan sangat bermanfaat terutama masyarakat yang tinggal dekat dengan gunung berapi.
"Saya berharap masyarakat tak hanya jadi penonton, namun juga belajar dari data sejarah dan memiliki wawasan kebencanaan dan awareness yang tinggi. Selain itu, masyarakat dapat memahami apa yang harus dilakukan apabila gunung menunjukkan aktivitas yang berbahaya," ujarnya.