Daftar Terbaru Zona Merah, Oranye, dan Kuning Covid-19 di Jawa Barat

Level kewaspadaan itu berdasarkan evaluasi status zona risiko di Jabar dalam periode 27 Juli sampai 2 Agustus 2020.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 07 Agu 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2020, 18:00 WIB
Terminal Jatijajar Depok Dibuka Kembali
Calon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Jatijajar, Depok, Jawa Barat, Senin (6/7/2020). Terminal tipe A tersebut kembali mengoperasikan layanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dengan menerapkan protokol kesehatan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Bandung - Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat menyampaikan zona kewaspadaan penyebaran virus Corona di Jabar. Dalam perkembangan terbaru yang disampaikan Divisi Perencanaan, Riset, dan Epidemiologi (PRE), Kota Depok menjadi satu-satunya wilayah yang masuk zona merah atau memiliki risiko penularan tinggi.

Sementara, sembilan daerah lainnya di Jabar masuk dalam zona oranye atau risiko penularan sedang. Kesembilan daerah tersebut yakni, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Bogor.

Adapun 17 daerah lainnya di luar kesepuluh zona merah dan zona oranye, berada di zona kuning atau risiko penularan rendah. Menurut Anggota Divisi PRE Gugus Tugas Jabar Bony Wiem Lestari, level kewaspadaan itu berdasarkan evaluasi status zona risiko di Jabar dalam periode 27 Juli sampai 2 Agustus 2020.

Bony menjelaskan, penetapan level kewaspadaan tersebut melalui indikator yang meliputi tiga aspek. Pertama, aspek epidemiologi. Kemudian surveilans epidemiologi dan surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan.

Dari indikator tersebut, ada 14 penilaian yang dilakukan. Di antaranya laju positif, laju probabilitas, laju kesembuhan, laju kematian, laju sembug daripada yang positif, jumlah tempat tidur di ruang isolasi, jumlah tempat di rumah sakit rujukan, jumlah spesimen diperiksa PCR, positivity rate, laju insidensi dan kematian per 100 ribu penduduk. Indikator tersebut dihitung setiap minggu.

"Indikator ini kami ukur setiap secara rutin setiap minggu yang bisa dipantau di website dan aplikasi bersatulawancovid," ucap Bony.

Selain itu, Divisi PRE juga melaporkan, sejak dilakukannya relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 26 Juni, terlihat tren peningkatan zona risiko. Minggu sebelumnya, pada periode 20-26 Juli, Jabar memiliki sembilan zona sedang dan tidak ada risiko tinggi.

“Tapi di minggu ini ada risiko tinggi. Dibandingkan periode 16-19 Juli, kita hanya punya tiga. Jadi ada efek dari pelonggaran juga peningkatan kabupaten/kota yang menjadi risiko sedang," beber Bony.

Menurut dia, peningkatan zona risiko tersebut terjadi antara lain dengan ditemukannya kasus klaster baru. Kemudian, ada kasus impor terjadi karena ada mobilitas penduduk terutama mereka yang dari transmisi lokal yang masuk ke Jawa Barat, klaster perkantoran, klaster keluarga dan klaster tenaga kesehatan.

"Saya mengimbau untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Garda terdepan melawan Covid-19 ini adalah masyarakat. Disiplin memakai masker, menjaga jarak, menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan satu syarat dan menahan diri dari kegiatan yang memicu adanya kerumunan," pinta Bony.

Di sisi lain, Bony mengungkapkan bahwa Jabar telah melakukan tes PCR sebanyak 171 ribu. Akan tetapi, lanjut dia, angka positivity rate terakhir pada 28 Juli berada di angka 7,5 persen. Artinya masih di atas 5 persen, sehingga perlu diwaspadai bersama.

"Kemudian, rata-rata angka reproduksi efektif 26 Juli-2 Agustus di angka 1,23. Jadi kita memprediksi dari permodelan yang dikerjakan akan ada penambahan kasus satu bulan ke depan sebanyak 2.000-3.000 kasus positif yang baru," ujarnya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya