Sunan Gunung Jati dan Makna Dzuriyah Dalam Tradisi Kasultanan Cirebon

Pepakem adat dan tradisi dianggap penting untuk tetap dilestarikan demi menjaga warisan leluhur hingga silsilah asli dari Sunan Gunung Jati Cirebon

oleh Panji Prayitno diperbarui 30 Agu 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2020, 18:00 WIB
Sunan Gunung Jati dan Makna Dzuriyah Dalam Tradisi Kasultanan Cirebon
Patih Keraton Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Muhammad Qodiran saat mengikuti salah satu ritual adat warisan leluhur. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati merupakan tokoh penting yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Cirebon maupun Jawa Barat.

Peran Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di Cirebon dan wilayah Jawa Barat sudah tidak diragukan lagi. Baik sebagai pemimpin maupun ulama.

Tiga keraton di Cirebon yang masih eksis tersebut merupakan salah satu warisan Sunan Gunung Jati. Selain warisan berupa fisik, sejumlah warisan berupa aturan adat atau pepakem menjadi hal yang wajib dijalankan.

Seperti yang sedang ramai terkait suksesi pengangkatan Sultan yang belakangan banyak digugat oleh sejumlah pihak. Patih Keraton Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Muhammad Qodiran mengatakan, salah satu warisan Sunan Gunung Jati adalah pepakem tentang pengangkatan Sultan.

Pepakem tersebut merupakan aturan adat yang telah dicontohkan oleh para sultan sebelumnya. Dari berbagai sumber dan literatur sejarah Cirebon, pengangkatan sultan di keraton Cirebon harus berasal dari anak laki-laki pertama sultan yang bertakhta.

"Jadi ibarat pohon besar harus diambil dari batangnya bukan ranting atau dari samping. Ini silsilah dari Dzurriyah Sunan Gunung Jati terus terjaga," kata Patih Qodiran saat ditemui usai mengikuti tradisi suroan di Keraton Kanoman Cirebon, Sabtu (29/8/2020).

Dia menjelaskan, pentingnya mengetahui keturunan asli atau berdasarkan pepakem adat untuk menjaga silsilah dari Sunan Gunung Jati itu sendiri.

Patih Qodiran mengaku, sejauh ini Keraton Kanoman Cirebon selalu menjaga silsilah dan pepakem adat. Termasuk mekanisme pergantian Sultan.

Dari Hati

Sunan Gunung Jati dan Makna Dzuriyah Dalam Tradisi Kasultanan Cirebon
Komplek Ksiti Hinggil salah satu bangunan ikonik yang ada di Keraton Kanoman Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

“Karena untuk menggantikan sultan sebelumnya harus diambil dari anak laki laki pertama dari permaisuri sultan. Pepakem seperti itu yang kami jaga dari zaman leluhur kami,” sebut dia

Dia menyebutkan, banyak orang yang mengklaim sebagai keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon. Namun belum ada yang bisa membuktikan secara otentik.

Menurutnya, pengakuan diri sebagai dzuriyah baru sebatas pengakuan saja sebagai keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon. Padahal, kata dia, untuk diakui sebagai dzurriyah tidak mudah.

"Seorang dzuriyah harus bisa mengaplikasikan perbuatan Sunan Gunung Jati maupun petatah petitih dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang kalau tiba-tiba banyak yang berbicara dzurriyah dalam persoalan takhta kasultanan siapa sosok dzuriyah itu kan harus tahu juga," kata Patih Qodiran.

Menurut dia, banyak keturunan Sunan Gunung Jati yang berada diluar keraton. Salah satunya ulama dan pemimpin pondok pesantren.

Patih Qodiran menyatakan, Dzuriyah bukan hanya berasal dari keraton yang ada saja. Oleh karena itu, kata dia, penting untuk yang mengaku keturunan Sunan Gunung Jati kompak dan berkumpul bersama membahas dzurriyah yang pantas menduduki takhta sultan.

"Tanpa kepentingan ya baik politik maupun pribadi semuanya harus dari hati yang ikhlas dan paling dalam. Saya mengimbau untuk semua keturunan Syekh Syarif Hidayatullah agar menguatkan diri untuk mendapat titik temu kriteria dzuriyah yang pantas menduduki takhta sebagai sultan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya