Cerita Ibu Guru di NTT Bergaul dan Mengasihi ODGJ

Menularkan kebiasaan baik tidak harus diawali dengan kesuksesan secara materi. Memberi kasih kepada Orang dengan Gangguan Jiwa (OdGJ) bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh semua orang.

oleh Ola KedaDionisius Wilibardus diperbarui 07 Sep 2020, 01:30 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 01:30 WIB
Guru Berhati mulia
Foto: Maria Fransiska Du’a Ika, guru di Kabupaten Ende, NTT yang selalu peduli pada ODGJ (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Sikka - Menularkan kebiasaan baik tidak harus diawali dengan kesuksesan secara materi. Misalnya, memberi kasih kepada Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) , yang tidak biasa dilakukan oleh semua orang.

Sebagian orang beranggapan bahwa ODGJ adalah orang yang tidak waras, jorok dan berbau dekil. Banyak yang mengira bahwa ODGJ sering dianggap sebagai pelaku dalam tindak kejahatan. Terkadang keluarga ODGJ, memasungnya karena dianggap meresahkan.

Hal tersebut secara tidak langsung telah membuat mereka menjadi korban. Bagaimanapun juga mereka adalah sama seperti kita, hanya saja mereka memiliki gangguan jiwa.

Tetapi ada sebagian orang melihat bahwa ODGJ, merupakan orang yang harus dibantu atau ditolong. Seperti dilakukan Maria Fransiska Du’a Ika, seorang guru asal Kabupaten Sikka yang sudah 22 tahun tinggal di Kabupaten Ende, NTT.

Guru agama Katolik di SMK Negeri I Ende merangkap wali kelas X ini tidak hanya nyaman sebagai seorang guru, tetapi juga terlibat dalam aktivitas sosial kemanusiaan.

Jiwa peduli membuat guru perempuan yang cantik ini bergabung dalam Komunitas Kasih Insani (KKI) Ende, sebuah komunitas yang memiliki kepedulian khusus terhadap ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa).

“Saya tidak tahu persis tahunnya, tapi waktu itu saya tertarik untuk merawat ODGJ. Pertama kali bertemu dengan Pater Avent, saya meminta untuk bergabung," katanya kepada wartawan, Sabtu (5/9/2020).

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Menularkan Cinta Kasih ke ODGJ ke Keluarga dan Masyarakat

Bersama Pater Avent Saur selaku penggagas KKI, Siska aktif mendampingi dan merawat ODGJ hingga sekarang. Bersama rekan aktivis lain, ia turun ke kampung-kampung, menyisir sudut-sudut kota, sekadar untuk menemui dan merawat ODGJ.

Baginya, mengurus dan mencintai ODGJ merupakan sebuah panggilan jiwa. Hati akan tenang kalau mengurus ODGJ.

“Kalau kita sudah urus mereka, hati belum tenang. Berbagi kasih dengan orang-orang yang terpinggirkan sangatlah mulia. Bayarannya bukan materi tapi kebahagiaan," imbuhnya.

Bergaul dan mengurus ODGJ, membuat dirinya mengenal sisi lain dari hidup. ODGJ adalah orang-orang yang harus diperhatikan. Tidak boleh dijauhkan, apalagi dibiarkan begitu saja.

Semua perjumpaan dengan ODGJ, bagi Siska, sangat berarti. Semuanya unik dan berkesan.

Rasa cintanya untuk ODJG, ia tularkan ke anak-anak dan suami. Ia mengajarkan anak-anak untuk punya hati berbagi dengan sesama, terutama untuk ODGJ.

“Saat jalan dengan suami dan anak, saya pasti minta berhentikan kendaraan kalau bertemu dengan ODGJ. Saya ajak mereka untuk mendekatinya. Lalu beri makan atau roti untuknya,” katanya.

Aksi sederhana seperti ini, kata Siska, tampak sederhana tapi sangat berarti. Keluarga bisa belajar secara nyata bagaimana berbagi dengan orang yang dijauhkan oleh kebanyakan masyarakat.

“Keluarga itu yang utama. Semua aktivitas dan kesibukan di luar rumah harus dikomunikasikan secara baik dengan suami dan anak-anak. Saya bersyukur, suami sangat memahami dan mendukung kegiatan saya,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya