Menangkal Sial pada Bulan Safar dengan Tradisi 'Ngapem' Cirebonan

Rangkaian tradisi di bulan Mulud tetap berjalan meski harus mengikuti aturan pemerintah terutama soal protokol kesehatan demi mencegah penularan covid-19.

oleh Panji Prayitno diperbarui 15 Okt 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 18:00 WIB
Melihat Tradisi Ngapem Keraton Kanoman Cirebon Ditengah Pandemi Covid-19
Tradisi Ngapem tetap dijalankan Keraton Kanoman Cirebon ditengah Pandemi Covid-19. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Pandemi covid-19 tak membuat Keraton Kanoman Cirebon untuk tetap menjalankan tradisi. Mematuhi protokol covid-19, tradisi ngapem di Keraton Kanoman berjalan lancar.

Pantauan di lokasi, keluarga dan abdi dalem tetap khidmat mengikuti rangkaian kegiatan tradisi Muludan, yakni tradisi ngapem dan tawurji.

Ngapem merupakan salah satu tradisi yang dijalankan keluarga Keraton Kanoman Cirebon di bulan Safar. Bagi warga Cirebon, bulan Safar dianggap bulan yang penuh kesialan.

Biasanya, cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir bulan safar dalam kalender jawa. Pembagian kue apem tersebut diyakini sebagai upaya menolak bala atau kesialan.

"Kita bagikan kue apem ini di akhir bulan Safar setiap Rebo Wekasan menjelang memasuki bulan Mulud," ujar juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina, Rabu (14/10/2019).

Arimbi mengaku, ada perbedaan signifikan dalam menjalankan tradisi ratusan tahun itu. Keraton Kanoman harus membatasi jumlah orang yang ikut rangkaian tradisi baik ngapem maupun tawurji.

Sebelum menyantap kue Apem, beberapa rangkaian ritual harus dijalankan telebih dahulu. Seperti memberikan uang atau dalam tradisi Cirebon bernama Tawurji.

"Setelah Tawurji berdoa bersama keluarga kerabat dan masyarakat sekitar kemudian membagikan kue apem untuk disantap bersama," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sedekah

Melihat Tradisi Ngapem Keraton Kanoman Cirebon Ditengah Pandemi Covid-19
Tradisi Ngapem tetap dijalankan Keraton Kanoman Cirebon ditengah Pandemi Covid-19. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Ratu Arimbi menjelaskan, tradisi makan kue apem pada Rebo Wekasan tersebut memiliki pesan tersirat, yakni menjaga silaturahmi dan bersedekah demi mendapatkan berkah.

Pembagian apem dilakukan pada Rebo Wekasan atau hari Rabu terakhir bulan Safar karena dianggap merupakan hari yang penting.

"Memiliki nilai kekeramatan dan kepercayaan turunnya ribuan musibah pada akhir bulan Safar. Maka dari itu berbagi apem di rebo wekasan," kata dia.

Ratu Arimbi menegaskan makna filosofis dari tradisi ngapem adalah sedekah. Keluarga Keraton berbagi kue apem dan melempar koin kepada masyarakat.

"Tawurji dan ngapem tidak bisa dipisahkan dan dijalankan pada hari yang sama," kata dia.

Dalam tradisi ngapem, keluarga keraton bersama warga berdoa bersama di bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon. Doa tersebut sebagai bagian dari upaya manusia memohon kepada pencipta agar tidak ada bencana.

"Bulan Safar biasanya banyak kejadian yang tidak mengenakan yang melibatkan tokoh Islam. Seperti tragedi cucunya Rasul kan di Karbala pada bulan Safar," ujar dia.

Dia mengatakan, tradisi ngapem yang dirangkaikan dengan Tawurji hanya ada di Cirebon. Baik keraton maupun warga Cirebon pada umumnya membuat kue apem untuk dibagikan gratis kepada masyarakat umum.

"Dulu ngapem dilakukan perorangan tiap akhir Safar orang mandi apem dan apemnya dikasih ke kucing atau binatang yang ada di sekeliling. Sekarang ngapem bareng warga sekitar," ucap dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya