'Self Watering System' Unpad, Solusi Berkebun Hidroponik Tanpa Listrik

Universitas Padjadjaran melalui tim peneliti dari Fakultas Industri Pertanian (FTIP) mengembangkan perangkat hidroponik menggunakan prinsip self watering system tanpa energi listrik.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 11 Nov 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2020, 05:00 WIB
Menyulap Atap Rumah Jadi Kebun Sayur Hidroponik
Ilustrasi berkebun hidroponik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Bandung - Universitas Padjadjaran melalui tim peneliti dari Fakultas Industri Pertanian (FTIP) mengembangkan perangkat hidroponik menggunakan prinsip self watering system tanpa energi listrik.

Perangkat bernama smart watering ini dikembangkan oleh dosen FTIP Unpad Sophia Dwiratna Nur Perwitasari, bersama lima mahasiswa FTIP antara lain Diki Abdulah, Chaerul Amin, Shilvya Dewi Agustien, Annisa Nurdiah, dan Salma Waffiyah.

Produk ini merupakan hasil hilirisasi Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi 2018-2019 yang diketuai oleh Sophia. Pada tahun 2020, smart watering diusulkan dalam kompetisi bisnis yang difasilitasi oleh Hibah Inovasi Pre-Startup Mahasiswa Unpad (HIPSMU).

Diki menjelaskan, penggunaan listrik terutama untuk pengelolaan air dalam hidroponik cukup tinggi. Untuk itulah smart watering hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut.

"Dengan produk kami, memanfaatkan gaya gravitasi, prinsip Archimedes, dan kapilaritas itu ternyata hasilnya sama bagusnya dengan sistem yang memakai energi listrik untuk irigasinya,” tutur Diki dikutip dari laman Unpad, Minggu (8/11/2020).

Smart watering, kata dia, dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman dan metode hidroponik, seperti substrat dan kultur air. Selain hemat listrik, penggunaan smart watering juga diyakini dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan air dan nutrisi.

Self watering system yang kita aplikasikan itu 100 persen air dan nutrisi akan diserap oleh tumbuhan. Kita meminimalisasi proses penguapan dari media tanamnya,” papar Diki.

 

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Komponen yang Digunakan

Komponen yang digunakan meliputi tandon, wadah (bucket), katup (valve), dan saluran irigasi. Dalam penggunaannya, terlebih dahulu tandon diisi air dan nutrisi. Setelah dibuka keran, air dan nutrisi akan masuk ke setiap katup yang ada di wadah. Katup itulah yang akan mengatur pemberian irigasinya.

“Valve itu akan mengairi setiap bucket sesuai kebutuhan tanaman,” ujar Diki.

Dengan demikian, pengguna tidak perlu menyiram air setiap hari. Cukup satu minggu sekali atau sesuai fase tumbuh tanaman. Selain hemat biaya dan ramah lingkungan, penggunaan smart watering juga dinilai praktis.

Prinsip Diki dan tim adalah 'Bertani Tanpa Ribet', sehingga mereka berupaya menciptakan produk yang mudah digunakan dengan hasil yang optimal. Satu instalasi smart watering sendiri berukuran sekitar 150×60 sentimeter. Diperkirakan satu instalasi smart watering dapat digunakan untuk 70 lubang tanaman sayur daun dan 10 tanaman sayuran buah.

“Jadi bisa dimanfaatkan di teras-teras rumah atau pekarangan,” ujar Diki.

Sejak September 2020, produk ini sudah dipasarkan dan digunakan di berbagai daerah. Mulai dari Bandung hingga luar Jawa. Produk ini didesain mudah dikemas. Pemasangannya juga terbilang mudah.

Dengan produk tersebut, Diki dan tim berharap masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan akan dengan mudah bercocok tanam di pekarangan rumahnya masing-masing. Diharapkan pula, produk mereka dapat berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

“Besar harapan kami juga bisa membuka lapangan pekerjaan melalui produk ini. Karena kami juga akan memproduksi ke skala yang lebih besar,” ucap Diki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya