Liputan6.com, Jakarta - Tokoh asal Papua Barat sekaligus pendiri Tjendrawasih Revolutionary Movement of West Irian (GTRIB), Machmud Singgirei Rumagesan, bakal ditetapkan sebagai pahlawan nasional di Hari Pahlawan 2020. Machmud Singgirei dianggap berjasa dalam tonggak sejarah bangsa Indonesia.Â
Perjuangan tokoh asal Papua Barat tersebut dalam mengusir penjajah berawal dari ketidaksenangannya terhadap pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang pada buruh di tanah kelahirannya. Hal itu terjadi lantaran perusahaan Belanda Maatschapijj Colijn mempekerjakan buruh dengan sewenang-wenang di Papua Barat.
Hal itu lantas membuat Machmud Singgirei Rumagesan yang juga raja di kawasan Sekar atau sekarang dikenal Kabupaten Fakfak geram terhadap Belanda. Ia kemudian mengajukan syarat terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
Advertisement
Sejak peristiwa itu, muncul konflik antara Rumagesan dengan pemerintahan Belanda. Pada 1934, sekitar 73 pengikut raja ditangkap. Akibatnya, ia diasingkan ke Saparua dan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara, sedangkan para pengikutnya dipenjara selama 10 tahun.
Baca Juga
Tidak berputus asa, tokoh berdarah Papua tersebut terus menyebarluaskan semangat nasionalismenya kepada para tahanan di berbagai penjara tempat ia ditahan. Perlu dicatat, Rumagesan tidak hanya sekali dijebloskan ke 'hotel prodeo', namun sering karena sikap kepahlawanan dan cinta Tanah Airnya dalam menentang Belanda.
Semasa hidupnya, ia pernah merasakan dinginnya malam di balik jeruji besi di Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia atau yang sekarang Jayapura serta Makasar.
Di balik jeruji besi, sang raja terus gencar menyebarkan semangat nasionalisme. Kian hari pengikutnya terus bertambah. Bahkan, salah seorang sipir penjaga penjara juga terpengaruh oleh pola pikirnya yang merupakan pribumi asli Papua.
Pada 1953, ia mendirikan sebuah organisasi pembebasan Irian Barat di Makasar yang disebut GTRIB. Pada sidang Dewan Nasional 1957, Rumagesan juga menyerukan Irian Barat harus kembali ke Indonesia.
Organisasi yang dipimpinnya tersebut kala itu meminta pemerintah Indonesia untuk membentuk pemerintah lokal di Papua yang dipimpin orang asli Papua, sebagai bagian dari Indonesia untuk menentang Belanda yang masih menjajah Tanah Papua pasca-kemerdekaan Indonesia 1945.
Pada 1 Maret 1946, ia kembali menentang Belanda yang kembali ke Tanah Air setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Pada saat itu, tokoh asal Papua tersebut menurunkan bendera Belanda yang dikibarkan di bumi pertiwi sebagai bentuk penolakan.
Bahkan, ia telah berencana memulai kembali pergerakan dengan menentang Belanda. Pada saat itu, ia juga telah mengumpulkan puluhan pucuk senjata api untuk mengusir Belanda. Namun, sayangnya rencana raja dari Tanah Mutiara Hitam itu diketahui musuh sehingga ia kembali mendekam di penjara.
Keinginannya untuk kembali dan melihat Tanah Papua Barat bebas dari jeratan penjajahan Belanda tercapai ketika ia kembali ke kampung halamannya pada 15 Mei 1964. Sayangnya, dua bulan kemudian dia mengembuskan napas terakhir, tepatnya pada 5 Juli 1964.
Â
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.