Liputan6.com, Halmahera - Ratusan warga di Desa Sambiki, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, mengaku bingung. Pasalnya, Izin Usaha Pertambangan atau IUP yang dikeluarkan Pemprov Malut diduga mencaplok wilayah perkampungan dan perkebunan warga desa kecamatan setempat.
Menyikapi IUP produksi yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Malut Nomor 52/7/DPMPTS/XI/2018, warga menggelar deklarasi menolak kehadiran perusahaan.
Baca Juga
"Kehadiran perusahaan PT AT ini akan menggusur kampung dan tanaman cengkih dan pala, serta tanaman bulanan lainnya yang ada dalam kawasan perkebunan yang sudah dinikmati warga sejak puluhan tahun lamanya hingga saat ini," kata Risko Lacapa, perwakilan warga Desa Sambiki, kepada Liputan6.com, Rabu, 27 Januari 2021.
Advertisement
Risko menyatakan, izin yang diterbitkan melalui Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Maluku Utara tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Produksi kepada perusahaan tersebut dengan luas izin 4.655 hektare. IUP ini, kata Risko, mengancam pekampungan penduduk dan perkebunan warga.
"Ini karena luas konsesi izin tersebut sampai ke bibir pantai. Di dalam izin tersebut masuk wilayah perkampungan Desa Sambiki dan Anggai. Secara tidak langsung, kami warga Desa Sambiki, Anggai dan desa (sekitar) lainnya telah terusir dari kampung sendiri,” lanjut Risko.
Risko menyatakan, pihak warga desa tidak ingin kejadian serupa terjadi seperti yang dialami warga Desa Kawasi, yang dipindahkan ke Desa Akelamo akibat izin untuk tambang nikel.
"Karena itu warga desa bersikap dan meminta kepada Gubernur Maluku Utara untuk segera mencabut izin yang telah dikeluarkan untuk perusahaan," sambungnya.
Risko menambahkan, deklarasi warga menolak masuknya perusahaan tambang ini awalnya dilakukan di Sambiki tanggal 26 Januari, kemudian menyusul warga dari Desa Anggai dan Air Mangga.
Nirwan MT Ali, selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Maluku Utara menyatakan, IUP yang dikeluarkan itu sudah memenuhi syarat teknis Dinas ESDM Malut.
"Bahwa PTSP itu dalam Permendagri 138 sebagai pelaksana administrasi. Jadi, kalau persyaratan izin yang dimasukkan oleh pemohon sudah memenuhi syarat dengan prosedur-prosedurnya, maka PTSP wajib untuk memproses. Untuk bisa menandatangani izin atau tidak, itu nanti ada pertimbangan teknis dari tim teknis dalam kajian regulasi, titik," katanya.
Nirwan mengatakan tim teknis yang melakukan kajian regulasi tersebut adalah Dinas ESDM Malut. Bahkan, sejauh ini dalam penerbitan IUP untuk PT AT tidak bermasalah.
"Kalau sudah terbit izin artinya sudah tidak ada masalah dalam prosedur," sambung Nirwan.
Saat ditanya, kalaupun kemudian dikomplain warga, katanya tidak masalah. Silakan warga melakukan pengaduan sesuai kelengkapan data yang dikantongi warga di desa tersebut.
"Tidak jadi soal, kalau masyarakat keberatan, anggap ada hal-hal yang diragukan menurut versi dorang (warga) ataukah ada pembuktian lain, maka masyarakat wajib mengajukan pembuktian lain dengan didukung oleh dokumen-dokumen yang lengkap, biar nanti ada pertimbangan pemerintah. Saya justru mendukung masyarakat soal itu,” tambahnya.