Ada Kenyamanan dalam Produk Rajutan Khas Perempuan Minang

Beragam hasil rajutan tercipta dari kelihaian tangan Lusya.

oleh Novia Harlina diperbarui 06 Feb 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2021, 07:00 WIB
Hasil rajutan tangan warga Agam, Sumatera Barat. (Dok Humas Agam)
Hasil rajutan tangan warga Agam, Sumatera Barat. (Dok Humas Agam)

Liputan6.com, Agam - Di tangan Lusya Agustin (42) helai demi helai benang dipintal, lama-lama rajutan itu membentuk pola yang akhirnya menghasilkan sebuah produk bernilai ekonomis.

Kepiawaian merajut itu didapat warga Monggong, Nagari Surabayo, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam Sumatera Barat tersebut dari sang nenek, puluhan tahun silam.

Sejak belia, Lusya sudah tertarik dengan seni merajut yang biasa dilakukan neneknya. Bukan hanya sang nenek, ibunya pun juga sangat piawai dalam merajut.

Ketika kelas 5 SD, ia sudah bisa merajut alas meja sendiri, tutup jamba, hingga hiasan dinding. Karena memang nenek dan ibunya setiap saat mengajarkan cara merajut.

Kini, ia meneruskan kebiasan merajut itu. Usaha rajutan ini mulai serius digarap sejak 2015. Bisnis rumahan ini diberi nama Uni Uci. Lusya mulai merintisnya ketika berada di perantauan.

"Awalnya saya mulai ketika merantau di Pulau Jawa, namun saya ingin mengembangkan usaha ini di kampung halaman," ujarnya.

Berbekal pengalaman di rantau dan kepiawaiannya, Lusya yang akrab dipanggil Uci seakan mendapat inspirasi untuk menjadikan kerajinan rajutan sebagai bisnis yang menjanjikan.

Menurutnya, jika dahulu rajutan identik dengan pakaian, kini kerajinan tangan itu telah merambah ke fashion, seperti sepatu, tas, sweater, masker, topi, hingga sarung tangan.

"Sarung bantal dan tempat tisu juga dibuat dengan cara dirajut," sebut ibu 4 anak itu.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Inovasi Selama Pandemi

Lusya Agustin (42) warga Agam Sumatera Barat yang merintis usaha rajutan. (Dok Humas Kab Agam)
Lusya Agustin (42) warga Agam Sumatera Barat yang merintis usaha rajutan. (Dok Humas Kab Agam)

Saat pandemi Covid-19 melanda, Uci pun berusaha menyesuaikan kreasi rajutannya dengan situasi. Produk-produk rajutannya lebih diarahkan ke alat pelindung diri seperti masker dan holder masker.

Masker yang dibuat tetap dilapisi kain, sehingga segi keamanan tak diabaikan, dan maskernya juga bagus secara penampilan.

Uci mengaku dalam menghasilkan satu produk, ia tidak membutuhkan waktu lama. Misal, untuk sepatu rajut, jika fokus bisa selesai dalam 2 jam dan masker kelar dalam 1 jam.

Untuk harga kerajinan tangannya, Uci mengatakan tergantung seberapa banyak benang yang dihabiskan dan tingkat kerumitannya.

"Harga baju dan sepatu rentang Rp150 hingga Rp400 ribu, masker Rp25 ribu, tas handphone Rp75 ribu," sebutnya.

Uci juga memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produknya, seperti di Facebook, di samping memasarkan ke lingkaran pertemanannya.

Produk Uni Uci juga sudah diminati berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga kalangan kelas menengah ke atas. Ia optimis usaha yang digelutinya itu menemukan pasarnya sendiri.

Ke depan, dirinya berharap bakal memiliki galeri rajut yang dapat disambangi oleh calon pembeli. Ia juga berkeinginan membuka kelas rajut untuk siapa saja yang ingin menekuni usaha fashion berbahan rajut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya