Mengurai Konflik Buaya dan Manusia di Agam, Antara Racun dan Musim Kawin

Terjadinya konflik satwa dilindungi dengan manusia juga diakibatkan oleh habitatnya yang terganggu.

oleh Novia Harlina diperbarui 14 Feb 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2021, 17:00 WIB
Tim BKSDA Sumbar melakukan identifikasi lapangan terkait konflik buaya dan manusia di Kabupaten Agam. (Liputan6.com/ Dok BKSDA Sumbar)
Tim BKSDA Sumbar melakukan identifikasi lapangan terkait konflik buaya dan manusia di Kabupaten Agam. (Liputan6.com/ Dok BKSDA Sumbar)

Liputan6.com, Agam - Seorang pria paruh baya warga Nagari Tiku Limo Jorong Kabupaten Agam, Sumatera Barat diduga diserang buaya hingga tewas.

Jenazah korban baru ditemukan pada Jumat (12/2/2021) setelah hilang selama dua hari. Sebelum hilang, dari kesaksian warga, korban mengambil rumput di pinggir sungai yang merupakan daratan tergenang air yang juga daerah rawa.

Belakangan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar menemukan beberapa bekas tempat satwa buaya berdiam diri atau sarang buaya muara.

Dari hasil identifikasi BKSDA, terjadinya konflik antara satwa dilindungi itu dengan manusia diakibatkan karena buaya terganggu oleh aktivitas warga yang meracuni sungai untuk menangkap ikan dua hari sebelum kejadian.

"Dari keterangan beberapa warga kepada BKSDA, dua hari sebelum korban dilaporkan hilang, warga melihat ada oknum yang berasal dari luar Nagari Tiku Limo Jorong melakukan aksi meracuni sungai," kata Kepala BKSDA Resor Agam, Ade Putra kepada Liputan6.com, Sabtu (13/2/2021).

Ia menyebut oknum tersebut meracuni sungai dengan cairan tertentu untuk mendapatkan ikan dan udang di lokasi kejadian.

Selama dua hari setelah itu, terlihat beberapa kali buaya mengapung dan bereaksi di permukaan air dengan menghempas dan membalik-balikan badannya tepat di tempat kejadian.

Tim BKSDA telah menyampaikan kepada perangkat daerah di lokasi kejadian agar dibuat peraturan untuk mengendalikan aktivitas meracuni sungai dan penggunaan setrum dalam mencari ikan, terutama di lokasi-lokasi yang diduga merupakan sarang buaya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Musim Kawin Buaya

[Bintang] Demi Menyelamatkan Anak yang Diterkam Buaya, Ibu Ini Nekat Terjun ke Sungai
Buaya Muara. (Ilustrasi: Pexels.com)

Untuk mengantisipiasi terjadinya serangan buaya, BKSDA mengimbau warga agar waspada dan hati-hati ketika beraktivitas di dalam dan pinggir sungai atau muara.

"Warga diimbau tidak beraktivitas pada malam hari karena buaya merupakan satwa yang aktif pada malam hari, selain itu menghindari sungai dengan arus tenang serta tidak beraktivitas sendirian," ujar Ade.

Ade juga mengajak warga agar mau berbagi ruang tempat hidup dengan buaya, mengingat habitatnya yang semakin menyempit.

Menurut perilaku dan siklus hidupnya, Januari-Juli merupakan musim kawin dan bertelurnya satwa buaya. Buaya yang akan kawin dan bertelur cenderung akan mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya.

"Terutama induk buaya yang sedang menunggui sarang telurnya, akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan mahkluk lain termasuk manusia," dia menjelaskan.

Buaya merupakan jenis satwa yang dilindungi oleh peraturan perundangan di indonesia. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya