Liputan6.com, Banyumas - Empat purnama sudah terlewati sejak Kejaksaan Negeri Purwokerto mengusut kasus dugaan korupsi dalam bentuk penyelewengan dana jaring pengaman sosial (JPS) Kementerian Ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas. Hasil penyidikan mengarah pada dua orang yang diduga menyalahgunakan dana JPS hingga Rp 1,92 miliar.
JPS merupakan bantuan penanggulangan dampak pandemi Covid-19. Bantuan diberkan kepada kelompok usaha mandiri. Tujuannya agar masyarakat yang menganggur atau di-PHK bisa bangkit dari keterpurukan.
Di Banyumas ada 48 kelompok usaha mandiri. Masing-masing kelompok usaha menerima Rp 40 juta. Bantuan cair pada 1 Desember 2020.
Advertisement
Baca Juga
Kejaksaan Negeri Purwokerto yang mengawasi pemanfaatan bantuan menemukan tidak ada aktivitas kelompok meskipun dana bantuan telah cair. Dari tiga sampel kelompok yang menjadi objek pengawasan menunjukkan tidak satupun menjalankan aktivitas usaha sesuai perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Kemenaker RI.
Kejari kemudian mulai memeriksa ketua kelompok dan pihak lain yang terkait. Dari pemeriksa 14 orang, Kejari menemukan dugaan penyalahgunaan dana JPS Kemenaker di 48 kelompok usaha mandiri ini.
Proses berlanjut ke penyidikan. Dari hasil penyidikan, Kejari mulai mendapatkan nama-nama yang diduga mendalangi penyelewengan dana JPS. Satu di antaranya AM (26), warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Kejari kemudian menggeledah rumah AM. Dari penggeledahan ini, petugas menemukan uang tunai Rp470 juta, 48 buku rekening BRI masing-masing kelompok, stempel kelompok, dan satu unit komputer.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Modus Penyelewengan JPS Usaha Mandiri
Dari hasil penyidikan, penyidik mengungkap AM beraksi bersama MT (27) yang juga warga Cilongok. Mereka merupakan aktor yang membentuk 48 kelompok usaha mandiri ini.
Kejari tidak mengungkap secara rinci latar belakang dan kemungkinan afiliasi politik kedua orang ini. Kejari hanya menyebut keduanya pekerja swasta seperti yang tertera di KTP. Diduga keduanya membentuk kelompok usaha sebagai modus untuk mendapatkan bantuan JPS dari Kemenaker.
"Jadi kelompok untuk nama saja," ujar Kepala Kejari Purwokerto, Sunarwan SH MH, usai penggeledahan, Selasa (9/3/2021) malam.
Modus AM ini dengan menunggu ketua kelompok saat mencairkan dana bantuan di BRI. Ketika ketua kelompok keluar, AM mengambil uang itu dari tangan setiap ketua kelompok.
Dari total Rp1,92 miliar, yang tersisa di rumah AM hanya Rp 470 juta. Sisanya telah digunakan untuk kepentingan yang lain.
"Yang jelas tidak digunakan untuk kepentingan kelompok, tapi untuk kepentingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Hingga berita diunggah, Kejari Purwokerto belum mengumumkan tersangka kasus ini. Siapapun tersangkanya, Kejari akan menjerat dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Advertisement