Liputan6.com, Gunungkidul - Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1943 tahun ini merupakan perayaan Hari Raya Nyepi kedua yang digelar dalam situasi Pandemi Covid-19. Upacara perayaan hari raya umat Hindu inipun digelar dengan cara sederhana. Kepatuhan terhadap anjuran pemerintah untuk tetap mentaati protokol kesehatan menjadi perayaan hari raya Nyepi kali ini lebih kecil alias Nistha.
Di Pure Bhakti Widhi, Padukuhan Bendo Kalurahan Beji, Kapanewonan Ngawen, Gunungkidul terlhat lebih sepi dibanding perayaan Nyepi pada situasi normal. Sejak Jumat (12/3/2021) lalu, sejumlah warga umat Hindu sekitar Puer memang terlihat mendatangi Pure Bhakti Widhi.
Mereka mulai sibuk membentuk gacor dan juga menanam Umbul-umbul yang terbuat dari janur atau daun kelapa muda sebagai simbol suka cita untuk mempercantik Pure Bhakti Widhi. Namun kali ini, umbul umbul atau gacor yang dipasang tak sebanyak Perayaan Nyepi di kala tidak ada pandemi.
Advertisement
Pinandita Jro Gede Triman. mengakui perayaan Nyepi kali ini berbeda dengan dua tahun lalu. Di mana perayaan dipusatkan di Candi Prambanan. Artinya semua umat akan memenuhi lokasi untuk pengrupukan, Sehingga upacara di Candi Prambanan berlangsung lebih meriah.
Baca Juga
Namun pada perayaan Nyepi kali ini upacara dilaksanakan secara virtual. Di mana umat Hindu akan mengikuti prosesi upacara Hari Raya Nyepi dari rumah mereka masing masing. Mereka akan mengikuti upacara yang dipimpin tokoh agama dengan cara daring alias online.
Termasuk di antaranya adalah Upacara menjelang Hari Nyepi di mana Umat Hindu menggelar pengerupukan. Pengerupukan adalah upacara untuk membebaskan dari nasib buruk yang ada di Indonesia.Ada sejumlah rangkaian yang digelar dalam Pangerupukan tersebut.
"Simbolnya ya obor dari reregetan atau kotoran yang ada di Indonesia baik yang tampak maupun tidak tampak," kata Triman.
Menjelang Hari Nyepi sendiri sejumlah persiapan sudah dilakukan. Upacara yang pertama yakni atur piuning ataupun istilah Jawa Kulonuwun. Seperti upacara Wanakerti yang diselenggarakan di Gunung Gambar dan Onggolocho Kalurahan Beji. Kemudian Melasthi sendiri juga sudah digelar di Pantai Ngobaran.
Dalam kegiatan kegiatan tersebut semua peserta dibatasi jumlahnya agar tidak menimbulkan kerumunan dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Hal tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah yang masih harus menghadapi Pandemi Covid-19.
"Hingga nanti pada puncak Hari Nyepi, semua umat Hindu tidak melakukan aktivitas apapun," terangnya.
Menurut Triman, Nyepi memiliki filosofi dimana umat Hindu memohon kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, untuk melakukan penyucian Buana Alit (manusia) dan Buana Agung (alam dan seluruh isinya). Di mana Nyepi mengandung arti sepi atau sunyi, dan dirayakan setiap 1 tahun saka.
"Pada saat Nyepi tidak boleh melakukan aktivitas seperti pada umumnya, seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dan sebagainya," ujarnya.
Tujuannya sendiri adalah agar tercipta suasana sepi dari hiruk pikuknya kehidupan dan sepi dari semua nafsu atau keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuwana Agung (alam semesta) dan Bhuwana Alit (manusia). Umat juga melakukan serangkaian acara sebelum Hari Nyepi di Pure agar Penyucian Buana Alit dan Buana Agung berjalan dengan lancar.
"Momentum ini kita gunakan dengan baik untuk mengoreksi diri dan mempersiapkan apa yang akan dilakukan di tahun berikutnya. Kami selaku majelis tidak pernah berhenti berdoa semoga pandemi ini segera berlalu, sehingga kita bisa hidup normal sediakalanya," kata Triman.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Tawur Agung Kesanga Di Candi Prambaan Tanpa Ogoh-ogoh
Ritual Upacara Tawur Agung Kesanga sebagai rangkaian menyambut hari raya Nyepi digelar di plataran Candi Prambanan, Yogyakarta, Sabtu(13/3/2021). Kali ini ada beberapa rangkaian yang terpaksa tidak digelar oleh Umat Hindu mengingat Pandemi Covid-19 masih berlangsung.
"Perayaan Hari Raya Umat Hindu ini mengangkat tema ‘Memayu Hayuning Bhuwana dan Meningkatkan Harmoni Menuju Indonesia Sehat," kata Ketua Panitia Nyepi 1 Saka1943 I Wayan Tartama
Tartama mengatakan, upacara Tawur Agung dilaksanakan sebagai proses penyucian manusia dapat hidup selaras dengan alam semesta dan melestarikan keharmonisan dengan alam.Biasanya, Rituall Tawur Agung diisi oleh beragam kegiatan seperti tari Ogoh-ogoh dan pentas tari budaya.
"Tahun ini, ritual jelang Nyepi ini diselenggarakan secara sederhana dan penuh khidmat," ujarnya.
Untuk perayaan kali ini, pihaknya memang membatasi jumlah orang yg datang langsung. Paling banyak memang di Prambanan dengan jumlah 100 peserta. Di tempat lain hanya 50 orang. Pihaknya mengikuti apa yang dianjurkan pemerintah demi ikut serta menurunkan kurva pandemi. Wayan menyebut, Tawur Agung Kesanga terdiri dari beberapa prosesi, seperti prosesi Mendak Tirta alias menjemput air suci. Dalam ritual ini, para umat beriringan mengara kumbul-umbul, berbagai persembahan yang gamelan menuju ke Candi Siwa.
Setelah itu, rombongan berjalan mengelilingi Candi Dewa Siwase banyak tiga kali se arah jarum jam. Prosesi Pradaksina kali ini berjalan dalam suasana yang khusyuk mengingat peserta dalam jumlah terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Setelah itu, rombongan pembawa Tirta disambut dengan tari penyambut Tirta yang bertajuk Tari Rejang Dewa.Tari klasik ini merupakan tari yangmengiringi tirta Tawur Kesanga yang nantinya menjadi medium penyucian peserta upacara. Semua ini mengajak umat untuk refleksi terhadap kondisi saat ini dan membangun kehidupan yang lebih baik lagi.
"Mari momentum ini kita gunakan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar seluruh bangsa Indonesia diberi kekuatan. Momen ini bisa digunakan untuk membangun kehidupan yang baru, kehidupan yang lebih baik untuk menghadapi tantangan di era pandemi ini," ujar Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam sambutannya pada upacara tersebut.
Dalam momen ini, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero) Edy Setijono mengajak seluruh peserta agar lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan, terutama di kala pandemi ini. Penyelenggaraan Tawur Kesanga ini diharapkan bermakna spiritual dan ritual buat seluruh umat hidup untuk lebih mendekatkan diri kepada sumber kehidupan.
"Prosesi ini bisa menjadi momentum pengingat, betapa lemahnya kita terhadap alam. Pandemi ini ternyata bisa melumpuhkan seluruh aktivitas kegiatan kita. Semoga melalui prosesi ini, kita lebih bijaksana," ucap Ari.
Advertisement