Liputan6.com, Pontianak - Keberadaan topi petani atau yang biasa disebut caping menjadi ciri khas negara Indonesia yang agraris. Berbentuk bundar kerucut, caping yang terbuat dari daun mengkuang kerap digunakan petani di sawah sebagai tudung peneduh dari terik sinar matahari. Tak hanya di sawah, caping juga banyak digunakan nelayan saat melaut.
Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, ternyata ada sentra pembuatan caping. Lokasinya berada di tepian Sungai Kapuas, tepatnya di Gang Mendawai Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Tenggara. Kampung Caping, banyak orang menyebutnya begitu, sebagian besar warganya berprofesi sebagai pembuat topi caping.
Advertisement
Baca Juga
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono melihat langsung aktivitas di Kampung Caping dan berbaur bersama warga sekitar. Melihat anak-anak bermain kano di Sungai Kapuas, ia pun ikut mengayuh sampan diiringi oleh anak-anak dengan kano mereka masing-masing.
Usai bersampan bersama anak-anak sekitar, Wali Kota Edi kembali berbaur bersama warga untuk menikmati santap siang dengan saprahan di teras apung yang dibuat secara swadaya oleh warga Kampung Caping.
Dia mengapresiasi inisiatif warga di kampung tersebut yang menyediakan ruang terapung untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hasil kolaborasi dengan berbagai pihak, diharapkannya bisa menjadikan Kampung Caping semakin berkembang.
"Sehingga Kampung Caping sebagai destinasi wisata baru berbasis budaya kearifan lokal bisa terwujud," ujarnya seusai syukuran teras apung di Kampung Caping, akhir pekan kemarin.Â
Wali Kota Edi yakin, apabila kawasan di Kampung Caping ini dikemas dalam bentuk paket wisata termasuk kuliner dengan makan saprahan secara terapung, akan menjadi hal yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.
Pemerintah Kota Pontianak, kata dia, akan memberikan dukungan dan bantuan, baik infrastruktur berupa rumah budaya maupun bantuan-bantuan lainnya seperti capacity building untuk masyarakat agar masyarakat siap ambil bagian dalam wisata budaya ini.
"Ciptakan kampung yang aman, bersih dan kreatif sehingga kampung ini bisa menjadi role model bagi kampung-kampung lainnya," kata Edi.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Infrastruktur Pariwisata
Sementara untuk infrastruktur Kampung Caping, Wali Kota Edi menilai sudah memadai. Hanya nanti akan ada pembongkaran rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Kemudian jalan-jalan lingkungan akan ditingkatkan dan ditambah penghijauan serta kebersihan yang selalu terjaga.
Adanya keinginan warga untuk mendapatkan bantuan motor air sebagai angkutan bahan baku pembuatan caping yang ada di Kabupaten Kubu Raya, akan dipertimbangkan oleh Pemkot Pontianak untuk dialokasikan.
"Ada pula beberapa warga yang memiliki rumah tua ingin rumahnya untuk direstorasi. Rumah tua itu bentuk bangunan aslinya tetap dipertahankan untuk menjaga nilai historisnya," kata Edi.
Alamulhudah, Ketua Relawan Kampung Caping menuturkan, para pengrajin caping yang terdiri dari 60 orang perajin saat ini sangat membutuhkan sarana transportasi berupa motor air untuk angkutan bahan baku caping berupa daun mengkuang yang hanya ada di pinggiran sungai.
Selama ini untuk angkutan bahan baku tersebut mereka terpaksa merogoh uang untuk menyewa motor air. Sehingga para pengrajin berharap adanya bantuan motor air dari Pemkot Pontianak.
"Mudah-mudahan apa yang kami usulkan ini bisa diakomodir oleh Bapak Wali Kota," katanya.
Bersama para relawan yang ada di kampung ini, dia jugamenginisiasi untuk membuat teras apung dengan swadaya gotong royong masyarakat. Keberadaan teras apung ini bersifat multifungsi, artinya bisa digunakan untuk berbagai aktivitas warga sekitar. Kebetulan di Kampung Caping ini ada Rumah Ide yang terdapat perpustakaan.
Sehingga anak-anak yang ingin membaca, bilamana ruang yang ada tidak mencukupi, mereka bisa memanfaatkan teras apung ini. Kemudian teras apung ini juga bisa digunakan bagi mereka yang ingin menikmati kuliner yang dijajakan di sekitar kawasan.
"Teras apung juga berfungsi sebagai tempat menggelar rapat warga sekitar," katanya
Â
Advertisement
Pandemi Covid-19
Di tengah pandemi, pembuatan caping tetap berjalan meski tak sebanyak kala sebelum pandemi melanda. Bahkan caping yang umumnya dianyam oleh kaum ibu, sekarang juga mulai digeluti oleh kaum pria lantaran sebagian mereka ada yang sudah tidak bekerja lagi akibat dampak pandemi Covid-19. Pembuatan caping ini sedikit banyak cukup membantu dalam menunjang perekonomian warga di kampung itu.
"Caping ini dijual di toko-toko di pasar tengah untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat di pedalaman yang banyak menggunakan caping," ucapnya.
Alamulhudah menjelaskan, dalam satu bulan, bahan baku daun mengkuang yang dibutuhkan para perajin caping total sebanyak 600 ikat. Dengan asumsi, satu pengrajin masing-masing 10 ikat.
Pembuatan caping harus selesai dalam waktu sepekan. Dalam sepekan, mereka bisa menghasilkan masing-masing Rp400 ribu hingga Rp500 ribu. Harga caping kisaran Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per buah. Sementara harga jual per kodi (20 buah) kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu.
"Tergantung masing-masing ukuran caping," katanya.Â
Â