Liputan6.com, Poso - Walau dokumen penelitian dan kajian tentang Situs Megalitikum di TN Lore Lindu, Sulawesi Tengah telah lengkap, cagar budaya dengan tinggalan prasejarah yang tersebar di empat lembah itu belum ditetapkan sebagai warisan dunia, kendatipun punya nilai penting bagi dunia.
Nuansa peradaban kuno nan misterius langsung terasa saat masuk ke objek wisata Megalitikum Pokekea di Desa Hanggira, Lembah Behoa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso. Betapa tidak, di padang yang terpencil itu puluhan batu pahatan berserakan di dataran seluas 199.146.000 meter persegi.
Advertisement
Baca Juga
Tinggalan prasejarah di TN Lore Lindu itu berupa bakal wadah kalamba serupa bejana besar, bakal tutup kalamba, arca megalit, batu berlubang, lumping batu, dulang, menhir, dolmen, lesung batu, umpak batu, monolit, struktur, batu datar, batu bergores, wadah tempayan, tutup tempayan, kuburan, Tambi atau rumah adat, Buho. Sayang, tak ada penjaga maupun orang yang ditugasi memberi informasi di lokasi itu.
“Ini situs tinggalan prasejarah yang berharga. Bagaimana bisa batu-batu besar ini ada di sini,” ungkap Nita, seorang pengunjung yang penasaran dengan sejarah situs tersebut, Minggu (21/3/2021).
Teka-teki asal usul warisan prasejarah itu makin kuat lantaran batu-batu megalit di lokasi itu tidak berasal dari daerah tersebut.
Catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulutenggo, berdasarkan penelitian, situs-situs yang tersebar di lembah Behoa yang masuk dalam kawasan TN Lore Lindu merupakan yang tertua di Indonesia yakni dari peradaban sekitar 2351-1416 SM yang kemungkinan punah sekitar tahun 1452-1527 masehi.
“Kronologi tertua itu diperoleh dari tulang-tulang manusia di dalam kubur tempayan batu nomor 29 yang berada di situs waneki, Lembah Behoa,” kata kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya BPCB Sulutenggo, Romi Hidayat, melalui telepon dihubungi dari Palu, Rabu (24/3/2021).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Respons Pemda untuk Penetapan Warisan Dunia
Walau diperkirakan berusia ribuan tahun, pamor situs megalitikum di Taman Nasional (TN) Lore Lindu, Sulawesi Tengah sebagai bukti adanya peradaban kuno tak cukup untuk membuatnya ditetapkan sebagai warisan dunia meski upaya itu sudah digagas.
Arkeolog dan Kepala Seksi Pelestarian dan Pengembangan Museum Sulawesi Tengah, Iksam Djorimi mengungkapkan upaya tersebut sudah dilakukan pihaknya bersama BPCB Sulutenggo dengan membuat Dokumen Kajian Delineasi Kawasan Megalitik Lore Lindu yang rampung pada tahun 2018. Dokumen itu sebagai salah satu syarat penting untuk pengajuan situs warisan dunia ke UNESCO.
Syarat penting lainnya adalah dibentuknya tim kerja lintas sektor yang menyiapkan berkas nominasi, sesuai surat rekomendasi untuk Gubernur Sulawesi Tengah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2019.
“Belum ada tindak lanjut sampai sekarang mengenai pembentukan tim itu padahal kami sudah presentase di depan perwakilan UNESCO pada September 2019. Kewenangan ada di pemerintah provinsi dan kabupaten tempat situs-situs itu berada,” kata Iksam Djorimi, Selasa (23/3/2021).
Iksam bilang penetapan situs-situs yang tersebar di Lembah Lore itu penting lantaran berpengaruh pada perkembangan migrasi kebudayaan awal di dunia yang bisa berkontribusi besar pada ilmu pengetahuan. Apalagi tinggalan-tinggalan prasejarah itu merupakan yang terlengkap dan terluas yang ada di Indonesia.
‘Warisan dunia’ juga disebut akan memberi manfaat pada upaya konservasi dan pemberdayaan warga setempat melalui perhatian dunia.
Sejauh ini berdasarkan catatan BPCB Sulutenggo, sebanyak 2.007 artefak kebudayaan prasejarah telah ditemukan di 4 kawasan di Kabupaten Poso dan Sigi yang sebagian besar masuk dalam TN Lore Lindu.
“Yang jelas promosi wisata akan dibantu UNESCO, termasuk bimbingan pemberdayaan masyarakat, dan konservasi akan maksimal dengan bantuan teknologi hingga sarana dan prasarana,” Kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya BPCB Sulutenggo, Romi Hidayat memungkasi.
Advertisement