Liputan6.com, Kendari - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, menyoroti soal investasi aspal Buton di Sulawesi Tenggara yang produksinya kini tengah digenjot pemda dan pemerintah pusat. Bahlil menyambangi Sultra, bersama Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, mengukuhkan pengurus Kadin Sulawesi Tenggara di Kota Kendari, Selasa (30/3/2021).
Anton Timbang dilantik sebagai Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Sulawesi Tenggara bersama 141 pengurus untuk periode 2021-2026. Tiga orang Waketum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, Andi Rukman Karumpa, dan Arsyad Rasyid ikut menemani kedatangan Rosan.
Bahlil menyebut, sudah melaporkan banyak hal mulai dari jajaran Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemko Marinves), Menteri Pekerjaan Umum hingga presiden soal investasi aspal Buton untuk memenuhi kebutuhan nasional dan internasional.
Advertisement
Baca Juga
"Saat ini, Buton sudah menjadi kawasan ekonomi khusus untuk produksi aspal," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan, prokduksi aspal Buton tahap pertama Mei 2020 sudah mencapai 100 ribu ton. Kualitasnya bisa diandalkan dan masuk dalam kualitas ekspor.
Tahap kedua, rencananya akan dilakukan pada akhir 2021 dengan kapasitas produksi sebesar 400 ribu ton. Dia menjamin, kualitas yang sama sesuai standar internasional.
"Saat ini, negara masih mengimpor aspal 1,2 juta ton per tahun," lanjutnya.
Dengan kondisi ini, Bahlil memastikan, ke depannya, berapa pun hasil produksi aspal Buton akan dibeli oleh negara. Sebab, pasar nasional masih membutuhkan aspal dalam jumlah besar untuk menunjang pembangunan dan perbaikan infrastruktur.
Kondisi ini merupakan peluang bagi daerah untuk menggenjot pendapatan dengan memuluskan jalan investor ke daerah. Harapan lainnya, pengusaha lokal bisa menjadi pemain utama di daerah dalam memajukan ekonomi negara.
"Soal produksi 400 ribu ton, akan ada kerja sama antara luar negeri dan dalam negeri," pungkasnya.
Terkait potensi Kabupaten Buton, tersedia lahan seluas 60.000 hektare dengan kandungan aspal Buton diperkirakan mencapai 694 juta ton. Jumlah ini baru dieksploitasi seluas 400 hektare oleh puluhan perusahaan. Sebanyak 42 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di antaranya yang eksploitasi produksi, sementara 6 perusahaan telah melakukan aktivitas produksi.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Tantangan Kadin Sultra
Ketua Umum Kadin Sulawesi Tenggara, Anton Timbang menyatakan, saat ini aspal Buton sudah menjadi perhatian nasional. Ke depannya, potensi ini dibahas menyeluruh sehingga hasilnya bisa memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perekonomian daerah dan negara.
"Kami berharap, putra daerah bisa menjadi pelaku utama dalam usaha di sektor industri, juga sektor ekonomi mikro, menengah dan kecil," ujarnya.
Dia memaparkan, pertumbuhan ekonomi awal 2020 mencapai 5,3 persen. Namun, karena Covid-19, menurun pada level 1,7 persen hingga 2,2 persen.
Menurut Anton Timbang, Sultra termasuk beruntung saat puncak Covid-19 memengaruhi semua sektor ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dampak Covid-19, menurun hingga minus 0,5 persen. Padahal, sejak 2015-2019 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara berada kisaran 6,4 hingga 6,88 persen.
"Kondisi ini memotivasi saya untuk berbuat lebih," kata Anton Timbang.
Dia memastikan, tengah menggarap pembentukan Dewan Ekonomi Daerah gabungan antara pemda, pakar ekonomi daerah, dan semua stakeholder. Selanjutnya, dewan ini merumuskan strategi ekonomi nasional. Langkah lainnya, yakni pembinaan usaha mikro kecil dan menengah.
"Kami juga sedang giat-giatnya melakukan peningkatan kapasitas pengusaha daerah. Semua agenda ini akan dihimpun dalam program kepengurusan Kadin Sultra periode 2021-2026," ujarnya.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani menyatakan, pengusaha tak boleh menyerah di tengah covid-19. Menurutnya, harus ada kolaborasi, adaptasi, kreasi, inovasi pasar. Dia juga mengatakan, Kadin Sultra yang dilantik, memenuhi tiga kriteria pemimpin, yakni, punya pasukan, gagasan, dan logistik.
Dia melanjutkan, tren ekonomi di Indonesia sudah membaik, baik di daerah, maupun pusat. Untungnya, di Sultra kontraksi ekonomi hanya sekitar 0,5 persen. Padahal, Indonesia secara umum mencapai sekitar 2,2 persen.
"Penyebabnya, Sultra bisa cukup baik kondisi ekonominya karena memiliki kekayaan. Bukan hanya perkebunan, pertanian tapi banyak kekayaan alam lainnya," ujarnya.
Â
Advertisement