Jadi Perhatian Presiden, Polemik Eksekusi Lahan Desa Gondai Bakal Diselesaikan KLHK

Kantor Staf Presiden menyebut polemik eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, sudah dibahas bersama instansi terkait dan akan diselesaikan oleh KLHK.

oleh M Syukur diperbarui 13 Apr 2021, 04:54 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2021, 20:00 WIB
Perlawanan petani sawit terhadap eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan.
Perlawanan petani sawit terhadap eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Ribut eksekusi lahan Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, mendapat perhatian dari Kantor Staf Presiden (KSP). Lembaga di bawah komando Jenderal (purn) Moeldoko itu mengirim surat ke Panglima TNI Marsekal Hadir Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Moeldoko meminta tidak ada kriminalisasi petani sawit di eksekusi lahan Desa Gondai yang berhadapan dengan korporasi. KSP berharap petani sawit dilindungi dan aparat menciptakan suasana kondusif.

Deputi II KSP Abetnego Tarigan membenarkan adanya surat bernomor B-21/KSK/03/2021 tertanggal 12 Maret 2021 itu.

"Intinya meminta kerja sama dari pihak TNI dan Polri agar memperkuat kordinasi dan menciptakan kondisi yang kondusif," kata Abetnego dihubungi wartawan dari Pekanbaru, Minggu siang, 11 April 2021.

Abetnego mengatakan, KSP bersama kementerian terkait sudah membahas sejumlah konflik agraria di Indonesia, termasuk Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan. Pembahasan ini juga diikuti sejumlah lembaga terkait, kejaksaan dan Polda Riau.

"Penyelesaiannya disepakati akan ditangani KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Selanjutnya kami akan memonitor," kata Abetnego.

Sebelumnya di berbagai media, Abetnego menyebut Presiden Joko Widodo memberikan perhatian khusus terkait sengketa petani sawit dan perusahaan di Kabupaten Pelalawan. Pasalnya, ada ribuan hektare sawit, dari target eksekusi 3.323 hektare yang dikelola sejak 22 tahun lalu oleh 537 kepala keluarga.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Mengadu ke Presiden

Ratusan kepala keluarga itu merupakan anggota sejumlah kelompok tani. Di antaranya Gondai Bersatu, Gumala Sakti, dan Tani Harapan Kita. Mereka sejak eksekusi berlangsung terus melakukan perlawanan agar sawit produktif mereka tidak ditebang eksekutor.

Kelompok tani terseret dalam konflik karena PT PSJ sebagai objek eksekusi merupakan mitra masyarakat atau dikenal dengan sawit plasma.

Menurut Abetnego, lahan yang dikuasai masyarakat yang tergabung dalam koperasi dan kelompok tani bukan bagian dari lahan milik dari perusahaan yang sedang bersengketa.

KSP dalam surat itu juga meminta pihak keamanan segera menghentikan sementara proses penebangan sawit atau penggusuran milik petani. Selanjutnya, meminta Kanwil ATR/BPN Provinsi Riau untuk mengklarifikasi status hak atas tanah warga dan status tanah HGU kedua perusahaan.

KSP meminta kedua lembaga itu membuat pemetaan lapangan yang memperjelas di mana posisi dan batas-batas tanah milik warga melalui koperasi dan dimana tanah HGU dari kedua perusahaan (PSJ dan PT Nusa Wana Raya).

Terakhir, KSP meminta Polda Riau mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari konflik sosial antara para pihak yang bersengketa agar tidak terjadi kekerasan dan kriminalisasi terhadap warga.

Pada 21 Februari 2020, perwakilan petani sawit yang tergabung dalam koperasi di Desa Gondai pernah mengadu ke Presiden Joko Widodo. Saat itu, Jokowi melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Siak.

Menerima pengaduan petani yang kebunnya digusur, Presiden memerintahkan bawahannya menyelesaikan konflik agraria itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya