Menguak Penyebab Maraknya Kasus Bunuh Diri di Bali

Dalam kurun waktu dua bulan banyak ditemukan kasus bunu diri di Bali, bermacam-macam motif atas apa yang dilakukan. Lantaran tak sedikit dari korban bunuh diri meninggalkan wasiat yang berkaitan dengan masalah yang di deritanya.

oleh Dewi Divianta diperbarui 17 Mei 2021, 04:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2021, 04:00 WIB
Bunuh Diri
Ilustrasi Foto Bunuh Diri (iStockphoto)

Liputan6.com, Denpasar - Dalam kurun waktu dua bulan terakhir terdapat cukup banyak kasus bunuh diri di Bali. Tak sedikit warga yang Bali ditemukan meninggal bunuh diri.

Tak hanya warga lokal, bahkan Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Bali banyak pula ditemukan meninggal karena bunuh diri. Mirisnya, tak sedikit dari beberapa kasus tersebut dialami oleh anak-anak dan wanita.

Siti Sapura, pengacara dan juga aktivis perempuan dan anak mengatakan dalam skala nasional tiga dari 11 korban kekerasan terhadap anak meninggal dunia. Ia menyebut itu lantaran tingkat kekerasan pada perempuan dan anak masih sangat tinggi. 

"Ada 3 dari 11 anak yang meninggal per hari secara nasional. Itu menunjukkan masih banyak kasus kekerasan kepada wanita dan anak-anak yang membuat mereka menjadi korban pembunuhan bahkan korban bunuh diri. Kasus ini masih tinggi sekali," kata wanita yang karib di sapa Ipung itu kepada Liputan6.com melalu sambungan telepon, Minggu (16/5/2021).

Ia menyebut faktor pandemi Covid-19 menjadi salah satu pemicu banyak ditemukan kasus yang dialami perempuan dan anak.

"Banyak anak yang harus menjalani sekolah daring dalam keadaan tertekan. Untuk anak-anak di kota mungkin hal itu tidak menjadi masalah utama. Tapi, coba dibayangkan anak-anak di pedalaman yang harus memikirkan mendapatkan handphone, kuota dan mengatur sinyal tetap stabil agar tetap bisa mengerjakan tugas sekolah. Itu menjadi beban untuk mereka," ucap dia.

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Tekanan untuk Anak dan Perempuan di Masa Pandemi Covid-19

Tak hanya itu, Ipung juga membeberkan permasalahan yang selama ini masih ia temukan adalah waktu atau jam sekolah daring yang tetap berlaku normal walau dalam kondisi pandemi.

"Anak-anak akan merasa tertekan jika dari pagi sampai jam 2 siang harus mengikuti sekolah daring. Hal itu memaksa anak memutar otak untuk berpikir lebih keras," kata dia. 

Di sisi lain, kasus pembunuhan dan bunuh diri pada wanita juga masih tinggi. Menurut Ipung sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat di tingkat paling bawah kurang maksimal dilakukan.

"Kematian dengan tingkat pencabulan masih tinggi. Lembaga-lembaga pemerhati perempuan dan anak itu ada samapai di tingkat paling bawah (RT/RW) harusnya lebih maksimal lagi dalam memberikan sosialisasi dan melakukan roadshow-roadshow ke daerah-daerah khususnya yang memang ditemukan banyak kasus kekerasan dan bunuh diri," katanya.

"Pandemi Covid-19 banyak kepala keluarga yang terkena PHK dan akhirnya banyak istri yang harus membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Belum lagi para pemberi utang atau leasing yang tidak memberikan keringanan untuk yang memilik pinjaman seperti motor, mobil atau pinjaman lainnya yang akhirnya membuat pemberi utang semena-mena dengan mengambil barang yang tidak bisa dibayarkan. Sementara masih banyak urusan yang memang harus diselesaikan dalam keluarga, miris jika ini (ekonomi di masa pandemi) menjadi pemicu bunuh diri," ujar dia. 

Siti Sapura mengungkapkan, tingkat kekerasan tinggi di daerah yang bukan termasuk kota besar. Ia menyebut beberapa wilayah seperti Negara, Singaraja, Bangli dan Karangasem masih banyak ditemukan kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Ia menyebut hal tersebut didapatkannya saat masih tergabung di P2TP2A sekarang UPTD PPA beberapa saat lalu.

"Untuk update terbaru coba ke P2TP2A Provinsi Bali," ucap dia.

 

Minim Data Angka Bunuh Diri

Mediator UPTD PPA Provunsi Bali, Ni Luh Sukawati mediator UPTd PPA Provinsi Bali mengatakan pihaknya belum sampai pada tahap mengumpulkan data bunuh diri terbanyak di Bali. Ia masih fokus pada pendampingan kekerasan pada perempuan dan anak.

"Pada titik ini kami masin konsen dengan kasus-kasus kekerasan dan pencabulan pada anak. Untuk data bunuh diri kami belum memilik data," kata Sukawati.

Namun ia tak menampik jika kasus-kasus bunuh diri yang terjadi belakangan ini dipicu pandemi Covid-19. Salah satunya selebgram yang ditemukan meninggal dunia karena melompat dari salah satu kamar hotel di Bali.

"Tidak dipungkiri banyak kasus seperti itu (bunuh diri terjadi karena pandemi Covid-19. tapi untuk data sebelum pandemi dan sesudah pandemi data orang bunuh diri kami belum pegang. Kami masih fokus pada kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak terlepas banyak kasus bunuh diri dialami juga oleh wanita dan anaka-anak," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya