Liputan6.com, Jakarta - Era teknologi informasi merupakan momentum kebangkitan peran perempuan dalam mewujudkan emansipasi, yaitu kesetaraan. Perempuan berada di barisan terdepan sebagai penggerak utama pembangunan dan perubahan sebuah bangsa. Sebab, perempauan memiliki peran strategis baik dalam politik negara, maupun keluarga dalam mempersiapkan generasi emas bangsa Indonesia.
Hal itu setidaknya disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, mengawali sambutannya pada Rapat Koordinasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA), yang diselenggarakan di Gedung Perpusnas RI, Selasa (8/6/2021).
"Teknologi informasi yang semakin terjangkau, memudahkan kaum perempuan untuk terus belajar sepanjang hidupnya (long life education) tentang banyak hal tanpa berbatas waktu, jarak, dan juga usia," kata Muhammad Syarif Bando.
Advertisement
Jika perempuan semakin kaya dengan literasi ilmu pengetahuan dan informasi, katanya, ia akan semakin berkualitas. Akan semakin besar kontribusi yang bisa ia berikan bagi masyarakat dan negeri ini, dimulai dari dalam keluarga, yaitu anak.
Potensi ini sangat besar, karena secara alamiah, perempuan mampu mengeluarkan sekitar 20.000 kata per hari, 13.000 kata lebih banyak dibandingkan pria."Kaum laki-laki hanya menyampaikan sekitar 7.000 kata dalam sehari," katanya.
Maka, tidak usah kaget jika perempuan lebih banyak berkata-kata (cerewet), baik lisan ataupun tulisan karena sudah menjadi kebutuhannya. Kebutuhan berbicara, mengeluarkan isi hati maupun menyampaikan rasa lewat kata ibarat dua sisi mata uang pada diri perempuan. Di satu sisi, menjadi kekuatan, sementara di sisi lain menjadi kelemahan.
"Bayangkan, jika perempuan yang secara natural berbicara lebih banyak dari laki-laki tidak dibekali dengan literasi yang cukup?" katanya.
"Sayang, akibat rendahnya literasi, terutama literasi digital, akan membuat perempuan cenderung jadi penyebar berita bohong. Ketidakmampuan membedakan berita bohong dan yang mencerdaskan akan membuat perempuan rentan jadi penyebar hoaks," sambungnya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Ibu Adalah Madrasah Pertama
Mendidik dan mengasuh anak, mengurus keluarga, dan berkarya di masyarakat adalah hal-hal yang memang harus dilakukan perempuan. Itu butuh literasi. Perempuan harus memiliki kemampuan literasi agar mereka dapat berperan lebih jauh dalam melaksanakan kewajiban dan mengklaim hak-hak mereka sebagai perempuan dan warga negara.
"Ibu diartikan sebagai madrasah pertama bagi pertumbuhan intelektual anak. Ibu juga yang kali pertama mengenalkan aksara pada anak. Kini, ibu dihadapkan pada teknologi dan disrupsi. Semua manusia harus berlomba dan berkompetisi. Mau tak mau, kemampuan literasi memegang kunci dalam percaturan global," kata Syarif.
Juga dalam mendukung peran wanita ini, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menjabarkan, pada saat meresmikan gedung Perpusnas pada 2017, Presiden secara khusus meminta agar lembaga ini mempromosikan literasi secara universal, terutama secara digital.
Kini, Perpustakaan Nasional adalah perpustakaan terbaik dunia dalam penyajian top open akses jurnal ilmiah. Pesan lainnya dari presiden adalah Perpusnas harus memperkecil kesenjangan wilayah, terutama dalam akses informasi.
Syarif Bando menjabarkan bahwa Perpusnas telah menyebarkan begitu banyak bantuan ke daerah, diantaranya 520 unit mobil perpustakaan keliling, motor untuk perpustakaan sebanyak 75 unit, kapal perpustakaan keliling sebanyak 11 unit, bantuan 90 titik Pocadi pada 2020 dan 200 titik Pocadi pada 2021
"Bantuan transformasi perpustakaan sudah menjangkau 1.250 desa. Ini salah satu bentuk dukungan kami kepada desa dan juga pemberdayaan perempuan," katanya.
Syarif Bando juga menjabarkan, layanan literasi berbasis inklusi sosial yang mulai digerakkan pada 2018, Perpusnas mendapat testimoni yang sangat baik dari sejumlah daerah mengenai keberhasilan gerakan ini.
"Betapa manusia tak berdaya tanpa literasi. Karena itu, kita bisa melihat betapa pentingnya peran seorang ibu untuk pemberdayaan ini, terutama membangun kesadaran anak untuk tumbuh dan berkembang," katanya.
Literasi yang dimaksud bukan sekadar kemampuan membaca, menulis menghitung dan mengetahui sebab akibat, akan tetapi literasi adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subyek keilmuan yang memiliki dampak pada peningkatan kualitas hidup.
"Maka, literasi harus hadir sampai kepada desa dan terus diupayakan ditingkatkan terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi baik daerah 3T (terdepan, terpencil dan terluar)," tutupnya.
Hadir dalam perbincangan tersbeut, antara lain Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pembangunan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, juga Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri Yusharto Huntoyungo.
Advertisement