Perjuangan Pemuda Pelosok Gunungkidul Hadirkan Ruang Ceria untuk Anak Usia Dini

Inilah sanggar atau taman belajar yang digagas oleh remaja serta muda-mudi di Padukuhan Gebang, sebuah padukuhan terpencil di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

oleh Hendro diperbarui 02 Nov 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2021, 09:00 WIB
Taman Belajar anak
Tanpa aturan yang ketat, anak anak ini belajar dengan santai, dan bahkan beberapa terlihat sambil bermain dengan teman temannya.

Liputan6.com, Gunungkidul - Hampir setiap sore, apalagi akhir pekan, suasana Balai Padukuhan Gebang, Kalurahan Pengkol, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul tampak meriah. Puluhan anak usia dini, TK, dan SD terlihat berjajar tak beraturan menuruti mood mereka.

Tampak pula beberapa remaja yang hilir mudik menyambangi masing-masing anak untuk membantu mereka ketika menghadapi kesulitan. Tak hanya bermain, tetapi anak-anak ini belajar bersama dibimbing beberapa remaja.

Tanpa aturan yang ketat, anak-anak ini belajar dengan santai, bahkan beberapa terlihat sambil bermain dengan teman-temannya. Ya, inilah sanggar atau taman belajar yang digagas oleh remaja serta muda-mudi di Padukuhan Gebang, sebuah padukuhan terpencil di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Adalah Siti Agus Siatigna (22), yang menggagas Taman Belajar ini. Dia mencoba memberikan virus kebaikan kepada teman-teman Karang Taruna di sekeliling tempat tinggalnya untuk ikut menjadi tutor belajar bagi anak-anak.

"Kami menyebut program ini sebagai 'Ruang Ceria', di mana anak-anak diberikan sarana dan ruang untuk belajar sambi bermain," ujar Siti.

Tak ada keharusan yang harus dilakukan oleh anggota karangtaruna. Demikian juga tidak ada kewajiban bagi anak-anak yang ingin turut serta belajar dengan mereka. Yang terpenting adalah ada keinginan untuk saling berbagi dan belajar.

Siti memang mengonsep Ruang Ceria ini dengan kesan tidak formal dalam belajar. Karena, menurut Siti, belajar dengan tidak formal akan mempunyai banyak nilai plus, di antaranya anak-anak akan lebih bebas dan santai berinteraksi dengan teman-temannya.

"Nilai positifnya ya mereka merasa lebih bebas untuk berekspresi,"ujar dia.

Dengan konsep yang ia jalankan, maka anak-anak akan lebih kreatif, di samping juga tertarik untuk mempelajari hal hal yang baru. Pembelajarannya juga dilaksanakan dengan santai, karena konsep mereka adalah belajar sambil bermain.

Kegiatan ini sudah mereka rintis sejak tiga tahun yang lalu, sempat berhenti karena terhalang pandemi Covid-19. Kini kegiatan tersebut kembali mereka lakukan, seiring kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang mulai dilakukan di sekolah.

Sesuai konsep "Ruang Ceria", anak-anak yang mengikuti proses belajar ini memang terlihat gembira, mereka bebas memilih akan belajar apa. Anak-anak yang berusia rata-rata 3 sampai 10 tahun ini terlihat sedang berlatih menulis, membaca, menggambar, atau hanya sekadar bermain dengan temannya.

"Kegiatan ini kami mulai tahun 2018, awalnya di rumah saya, dulu hanya beberapa anak yang ikut, lalu terhalang pandemi, jadi terpaksa berhenti dulu," cerita Siti.

Konsep belajar "Ruang Ceria" ini dilaksanakan seminggu sekali dengan waktu beberapa jam. Dia menyatakan antusiasme anak-anak untuk belajar sangat tinggi, mereka merasa sangat senang dan bersemangat bisa belajar dengan santai sambil bermain bersama teman-temannya.

"Kegiatan selesai, banyak anak yang belum mau pulang, katanya mereka belajar baru sebentar," ujar Siti dengan tertawa.

Saat kasus Covid-19 di Gunungkidul mulai mereda, Siti kemudian berinisiatif untuk memulai kegiatan ini lagi. Dia mengaku merasa peduli dan prihatin terhadap anak-anak yang selama pandemi hanya bersekolah secara daring, sehingga tentu sangat tertinggal pembelajarannya.

Siti dan teman-temannya akhirnya meminta izin kepada perangkat setempat untuk menggunakan balai padukuhan sebagai tempat belajar. Untuk saat ini, memang tidak hanya anak usia dini yang mengikuti proses ini, bahkan ada beberapa peserta yang sudah duduk di bangku SD.

"Harapan kami kegiatan ini akan bisa membantu dalam menunjang proses pembelajaran mereka di sekolah formal," lanjut wanita yang dalam kesehariannya adalah seorang pengajar di sebuah sekolah swasta.

Untuk sarana belajar yang selama ini mereka gunakan, baik buku atau peralatan sekolah lainnya, Siti mengaku pernah mendapat donasi dari beberapa pihak. Namun, seiring peserta yang semakin bertambah, maka sarana belajar ini sering kurang, sehingga dia dan teman-temannya kadang harus mengeluarkan biaya dari uang pribadi untuk membeli alat tulis.

"Walaupun begitu, kami merasa ikhlas, karena biaya yang mereka keluarkan juga semampunya. Enjoy saja, niat kita kan sukarela untuk ikut membantu mencerdaskan generasi," dia menandaskan.

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya