Jurus Pemerintah Menekan Risiko Banjir di Jabar

Untuk menekan potensi terjadi banjir, Pemprov Jabar dan pemerintah pusat sudah melakukan sejumlah upaya pengendalian.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 13 Nov 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2021, 20:00 WIB
Aksi Penyelamatan Kawasan Puncak Demi Meminimalisir Dampak Banjir
Suasana aksi nyata penyelamatan kawasan Puncak yang merupakan acara puncak peringatan HANTARU 2021 di Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Liputan6.com, Bandung - Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik mengatakan, untuk menekan potensi terjadi banjir, Pemprov Jabar dan pemerintah pusat sudah melakukan sejumlah upaya pengendalian.

Pertama, Pemprov Jabar telah mengidentifikasi titik-titik rawan banjir. Selain itu, pemerintah pusat pun sudah dan sedang membangun beberapa infrastruktur pengendali banjir. 

"Untuk Citarum, kita bisa lihat sendiri sudah banyak yang dilakukan mulai dari Terowongan Nanjung, kemudian Floodway Cisangkuy, kemudian juga ada pembangunan Kolam Retensi yang sedang dikerjakan," kata Dikky dalam keterangannya yang disiarkan Jabarprov TV, Jumat (12/11/2021).

Dikky menjelaskan, infrastruktur banjir tidak hanya dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Citarum, tetapi  juga wilayah sungai lainnya seperti Sungai Ciliwung-Cisadane. Ia mencontohkan saat ini pemerintah pusat sedang menuntaskan pembangunan Bendungan Sukamahi dan Ciawi.

Selain itu, pemerintah pusat sedang membangun Bendungan Leuwikeris di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis untuk peningkatan volume tampungan air sehingga suplai air irigasi ke lahan pertanian terjaga dan pengendalian banjir. 

"Dari semua kegiatan tersebut, yang paling utama adalah kita berkolaborasi untuk pengendalian banjir ini. Karena kalau kita lihat berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh BBWS maupun kita. Tentunya, kegiatan ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang cukup panjang," ujarnya.

Menurut Dikky, penanganan banjir yang terintegrasi dan melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, komunitas, sampai masyarakat, dapat meminimalkan potensi sekaligus dampak banjir di Provinsi Jabar.

"Padahal kalau kita bisa bersinergi dengan masyarakat semua, dengan pentahelix. Salah satunya adalah bagaimana kita bisa menampung air hujan yang turun di kita itu tidak segera lari ke drainase atau ke sungai. Dengan sumur resapan, debit air bisa berkurang cukup banyak," tuturnya. 

Selain menampung air hujan melalui sumur resapan, Pemprov Jabar mengajak masyarakat untuk sama-sama mengurangi volume sampah sejak dari rumah tangga.

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Kelola Sampah

Sampah dan Limbah Pabrik
Ilustrasi Sampah dan Limbah Pabrik Credit: pexels.com/Antoine

Sementara itu, Kepala Bidang Konservasi dan Pengendalian Perubahan Iklim Dinas Lingkungan Hidup Jabar Helmi Gunawan mengatakan bahwa sampah merupakan persoalan kompleks. Setiap hari, setiap orang rata-rata menghasilkan sampah setengah kilogram. 

Menurut Helmi, ada dua upaya dalam pengelolaan sampah. Pertama adalah upaya pengurangan sampah atau istilahnya 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Kedua, upaya penanganan yang berlangsung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

"Jadi, untuk upaya pengurangan harus lebih banyak porsinya. Jadi dari masyarakat, dari individu, harus mengurangi sampah dari mulai rumah tangga," katanya. 

Helmi menuturkan, Jabar berkomitmen mendorong pengelolaan sampah berbasis digital untuk menerapkan konsep ekonomi sirkular. Guna mewujudkan komitmen itu, pihaknya berkolaborasi dengan Octopus sebagai mitra dalam pengelolaan sampah, terutama sampah botol plastik.

Selain itu, Pemprov Jabar sudah merancang sejumlah strategi untuk memasifkan upaya pengurangan sampah sejak dari rumah tangga. Selain melalui platform digital, pemda juga mendorong keberadaan bank sampah. 

"Bagaimana kita mengolah sampah masyarakat di sekitar rumah dan bisa mengelola serta menyimpan barang bermanfaatnya ke bank sampah. Itu sudah kita coba lakukan di kabupaten/kota," ucapnya. 

Helmi menjelaskan, upaya pengurangan sampah pun dilakukan untuk sampah organik. Salah satunya melakukan bio konversi dari sampah organik menggunakan Maggot. Menurutnya, satu kilogram Maggot dapat menangani lima kilogram sampah organik. Selain itu, Maggot memiliki nilai ekonomi yang tinggi. 

"Satu kilo larva itu dari Maggot itu bisa mengelola lima kilogram sampah organik. Jadi memang sangat massif sekali. Jadi, kita harus mulai menggalakkan, terutama di kabupaten/kota untuk melakukan itu (mengelola sampah organik dengan maggot)," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya