Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau menjerat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau, Syafri Harto dengan pasal berlapis. Ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara.
Adapun pasal dimaksud adalah 289 dan Pasal 294 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tak menutup kemungkinan penyidik bakal menahan dosen terlibat perbuatan cabul atau pelecehan seksual itu setelah diperiksa nanti.
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru yang mendampingi korban L, Noval Setiawan, mendesak penyidik segera menahan tersangka.
Noval khawatir Syafri Harto berusaha menghilangkan barang bukti. Apalagi status Syafri belum dinonaktifkan oleh Rektor Universitas Riau sehingga masih punya akses di kampus.
"Dia dosen sehingga bisa saja menghilangkan barang bukti," kata Noval.
Noval juga khawatir Syafri Harto akan melarikan diri. Ataupun melakukan perundungan kepala korban setelah dua kuasa hukum Syafri Harto menuding korban diduga terlibat prostitusi online.
Di sisi lain, Noval menyebut korban masih dalam pemulihan psikis. Korban disebutnya masih trauma atas kejadian pelecehan seksual saat bimbingan skripsi sehingga butuh pendampingan psikiater.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kewenangan Penyidik
Sementara itu, Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto menyebut Syafri Harto akan segera dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka. Penyidik masih mengagendakan pemeriksaannya.
Sunarto tak tahu kapan Syafri Harto akan dipanggil karena merupakan kewenangan penyidik. Dia pun tak mengetahui apakah nantinya Syafri Harto langsung ditahan usai diperiksa.
"Itu kewenangan penyidik, tidak bisa diintervensi," kata Sunarto.
Di sisi lain, Sunarto menegaskan penyidik bekerja profesional dan proporsional menyidik kasus ini. Dengan demikian, manuver kuasa hukum terkait prostitusi online tidak akan mempengaruhi penyidikan.
"Penyidik fokus pada kasus dugaan tindak pidana pencabulan saja," tegas Sunarto.
Advertisement