Jazz Syuhada, Senandung Inklusi dan Kerukunan Lintas Iman di Yogyakarta

Jazz Syuhada untuk pertama kalinya digelar pada tahun 2019 bersamaan dengan Milad Masjid Syuhada ke-67

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2021, 02:30 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2021, 02:30 WIB
Bergodo Widoro Manis Krayak Kotabaru dalam Pembukaan Jazz Syuhada. (Dok. Jazz Syuhada)
Bergodo Widoro Manis Krayak Kotabaru dalam Pembukaan Jazz Syuhada. (Dok. Jazz Syuhada)

Liputan6.com, Yogyakarta - Untuk ketiga kalinya, Jazz Syuhada digelar di kompleks Monumen Serbuan Kotabaru, Kota Yogyakarta pada 2021 akhir November 2021 ini.

Kali ini even digelar secara hybrid (online dan undangan terbatas) di tengah situasi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia.

“Kali ini kami mengambil tema Nyawiji Migunani yang artinya bersama-sama dan bermanfaat bagi sesama, sebagai penyemangat kita semua dalam menghadapi pandemi covid-19. Saya kira Yogyakarta sudah cukup teruji menghadapi ragam bencana, mulai dari gempa tahun 2006, Erupsi Merapi 2010, dan sekarang pandemi Covid-19. Kebersamaan dan tulung-tinulung adalah kunci dalam menghadapi pagebluk itu,” Ujar Budhi Hermanto, Direktur Jazz Syuhada, dikutip dari keteranga tertulisnya, Minggu (28/11/2021).

Aji Wartono, selaku salah satu pendiri Jazz Syuhada menjelaskan, Jazz Syuhada untuk pertama kalinya digelar pada tahun 2019 bersamaan dengan Milad Masjid Syuhada ke-67. Kemudian pada tahun 2020 digelar secara online, dan tahun 2021 ini digelar di Komples Museum Serbuan Kotabaru, Yogyakarta sebagai bagian dari pengenalan sejarah serbuan Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1945.

“Panitia Jazz Syuhada memutuskan untuk menyelenggarakan kegiatan di kompleks Museum Serbuan Kotabaru sebagai upaya mengenalkan sejarah Kotabaru, sekaligus juga untuk memudahkan menjaga jumlah kerumunan orang,” Kata Aji Wartono.

Sementara itu, Rendra Agusta dari Masjid Syuhada menjelaskan penyelenggaraan Jazz Syuhada tahun ini melibatkan banyak pihak dan warga di Kelurahan Kotabaru, Yogyakarta. Selain para remaja Masjid Syuhada, juga ada remaja Gereja Katolik Kotabaru, Karang Taruna Kelurahan Kotabaru, Warga RW 3 dan 5 Kotabaru, Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, UKM Kesenian Unisa, dan sejumlah relawan.

“Jazz Syuhada lahir atas inisiatif beberapa pihak untuk mengenalkan kawasan bersejarah Kotabaru, Yogyakarta, sekaligus sebagai media perjumpaan berbagai ragam komunitas dengan latar belakang yang beragam (suku, agama, profesi, dan lainnya) untuk keharmonisan dan kehidupan yang inklusif di Yogyakarta,” Rendra menjelaskan.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Kotabaru dari Masa ke Masa

Bergodo Widoro Manis Krayak Kotabaru dalam Pembukaan Jazz Syuhada. (Dok. Jazz Syuhada)
Pembukaan Jazz Syuhada Kotabaru Tahun 2021. (Dok. Jazz Syuhada)

Dalam catatan sejarah, pasca-Prokamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Kotabaru Yogyakarta masih dikuasi oleh tentara Jepang, terjadi upaya pelucutan senjata Jepang di Kidobutai Kotabaru melalui perundingan pada tanggal 6 Oktober 1945, namun perundingan itu gagal.

Pada tanggal 7 Oktober 1945 rakyat menyerang Kidobutai Kotabaru sehingga terjadi pertempuran yang sengit. Tentara Jepang kewalahan dan akhirnya menyerah. Dalam pertempuran Kotabaru, pihak rakyat Indonesia gugur 21 orang dan luka-luka 32 orang.

Kotabaru menjadi penting dalam konteks historis perjalanan sejarah Kota Yogyakarta. Kawasan ini menjadi saksi perjalanan peristiwa-peristiwa penting, yang pada masa kolonial menjadi milestone pembangunan kawasan hunian modern. Lantas, pada masa Jepang menjadi kawasan hunian dan aktivitas militer.

Pada masa kemerdekaan kawasan ini tidak terlepas sebagai peran pendukung dalam Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik.

Beberapa bangunan di Kotabaru juga menjadi kantor lembaga negara pada masa kemerdekaan, seperti Kolase Ignatius yang menjadi kantor Kementerian Pertahanan, dan Museum Sandi yang pernah menjadi kantor Kementerian Luar Negeri.

Kotabaru juga menjadi saksi atas perjuangan masyarakat Yogyakarta dalam mempertahankan kemerdekaan, terutama pada saat peristiwa Penyerbuan Kotabaru.

Interaksi Antarkomunitas

Suster dari Kongregasi Susteran Amal Kasih Darah Kotabaru menjadi ririgen Lagu Indonesia Raya. (Dok. Jazz Syuhada)
Suster dari Kongregasi Susteran Amal Kasih Darah Kotabaru menjadi ririgen Lagu Indonesia Raya. (Dok. Jazz Syuhada)

Sumardi (65), Warga sekaligus Ketua RW 03 Kotabaru di kompleks Meseum Serbuan Kotabaru menyatakan bahwa ia bersama warga menyambut baik kegiatan Jazz Syuhada ini. Bukan hanya mengenalkan sejarah tetapi juga mempererat relasi antar warga, dan komunitas di Kotabaru, Yogyakarta.

“Semoga tahun–tahun mendatang Jazz Syuhada tetap bisa digelar dengan melibatkan banyak warga dan komunitas di Kotabaru, untuk mengenalkan kawasan kotabaru Yogyakarta sebagai kota tua yang bersejarah dengan ragam cagar budaya yang masih tersisa di Yogyakarta,” Kata Sumardi.

Budhi Hermanto turut menerangkan bahwa Jazz Syuhada juga dimanfaatkan sebagai media perjumpaan antarkomunitas yang beragam di Kotabaru, Yogyakarta untuk menjaga kerukunan dan kebersamaan dalam soal kemanusiaan.

“Saya atas nama Jazz Syuhada berterima kasih atas dukungan berbagai pihak seperti Masjid Syuhada, Gereja Katolik Kotabaru, Gereja HKBP Kotabaru, Pemerintah Kelurahan Kotabaru, Satgas Covid Kota Yogyakarta, Polres Kota Yogyakarta, Dandim Kota Yogyakarta, Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru Kemdikbudristek, Direktorat Penais Kemenag, Forges, Wartajazz, Perkumpulan MPM, Yayaasan Umar Kayam, Astana, dan teman-teman media," ucap Budhi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya