Meniti Jalan Literasi, Melahirkan Generasi Unggul untuk Indonesia Maju

Literasi tidak dapat dilepaskan dari dua agenda strategi, yakni SDM dan kebudayaan. Ketersinggungan ini yang kemudian melahirkan masyarakat berpengetahuan (knowledge society).

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 07 Des 2021, 14:14 WIB
Diterbitkan 07 Des 2021, 13:54 WIB
THUMBNAIL perpusnas
THUMBNAIL perpusnas

Liputan6.com, Jakarta - Literasi tidak dapat dilepaskan dari dua agenda strategi, yakni SDM dan kebudayaan. Ketersinggungan ini yang kemudian melahirkan masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Kondisi ini diyakini akan meningkatkan produktivitas masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Hal itu yang diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas RI, Deni Kurniadi, dalam diskusi bersama Liputan6.com yang bertajuk 'Meniti Jalan Literasi, Wujudkan SDM Unggul Indonesia Maju'.

Dalam diskusi yang digelar secara virtual pada Selasa (7/12/2021), Syarif menegaskan, literasi merupakan suatu kegiatan menggunakan potensi untuk dapat memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

"Literasi dalam bahasa latin disebut 'literatus', yang artinya orang yang belajar," katanya.

Rendahnya literasi, kata Syarif, merupakan masalah mendasar yang memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa. Literasi rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas bangsa. Ini berujung pada rendahnya pertumbuhan dan akhirnya berdampak terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan yang ditandai oleh rendahnya pendapatan per kapita.

"Literasi rendah juga berkontribusi secara signifikan terhadap kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan," katanya.

Literasi yang komprehensif dan saling terkait memampukan seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global. Sebab itu, kemampuan menguasai beraneka bentuk dan jenis literasi tersebut mendukung keberhasilan dan kemajuan seseorang dan masyarakat.

Global Knowledge Indeks 2020 yang dirilis Bappenas, Indonesia menempati peringkat 81 dari 138 negara, dan peringkat 23 dari 36 negara dengan pembangunan manusia yang tinggi.

"Salah satu yang kita kedepankan untuk mengatasi disparitas fisik perpustakaan di daerah adalah dengan memanfaatkan program Dana Alokasi Khusus (DAK) sub bidang perpustakaan. Daerah bisa mengajukan proposal, detail engineering design (DED), dan kelengkapan tanah yang berstatus tetap (milik daerah)," katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pemerataan Buku

Sejalan dengan semangat pemerataan buku, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda yang juga hadir dalam diskusi mengatakan, persebaran bahan bacaan yang belum merata dan masih terpusat di kota-kota besar disinyalir sebagai salah satu penyebab mandegnya perkembangan literasi secara nasional.

“Padahal negara sudah memiliki UU Perbukuan Nomor 3/2017, dan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75/2019. Sayangnya, banyak daerah belum memiliki Perda Perbukuan sehingga upaya pemenuhan kebutuhan bahan bacaan juga menjadi kurang maksimal,” katanya.

Syaiful meyakini, literasi mampu meningkatkan kualitas SDM Indonesia sehingga berdaya saing dan unggul. Tetapi, kalau dilihat porsi anggaran yang dialokasikan kepada Perpustakaan Nasional masih belum mampu untuk mengcover program literasi. Sinergi dan kolaborasi adalah upaya yang bisa dikedepakan untuk mengerek pertumbuhan literasi nasional, misalnya bersinergi antara Kementerian Pendidikan dan Perpustakaan Nasional mengingat tupoksinya sangat erat dan berkaitan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya