Guru Ngaji Predator Seks di Tasikmalaya Perkosa Santri yang Sedang Sakit

Guru ngaji cabul pelaku pemerkosaan terhadap tiga santriwati di Tasikmalaya akhirnya ditangkap polisi.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 17 Des 2021, 06:14 WIB
Diterbitkan 17 Des 2021, 06:14 WIB
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, akhirnya mengamankan AS (48), oknum guru ngaji, pelaku rudapaksa terhadap tiga santriwati di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, akhirnya mengamankan AS (48), oknum guru ngaji, pelaku rudapaksa terhadap tiga santriwati di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Tasikmalaya - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, akhirnya mengamankan AS (48), guru ngaji cabul pelaku rudapaksa terhadap tiga santriwati di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya.

"Pelaku terbukti melakukan pencabulan terhadap tiga orang santriwati dibawah umur yang dilakukan saat korban sakit di kobong," ujar Kapolres Tasikmaya AKBP Rimsyahtono, dalam rilis kasus di Mapolres Tasikmalaya, Kamis (16/12/2021).

Menurut Rimsyah, perbuatan asusila yang dilakukan AS sudah berlangsung sejak lima tahun lalu, dan terakhir melakukan serupa Agustus lalu.

"Alhamdulillah tokoh agama, dan masyarakat mendukung, untuk penanganan hukumnya," ujarnya.

Awalnya pelaku predator seks diduga mencabuli sembilan santri, namun hasil penyelidikan awal hanya tiga santriwati yang diduga menjadi korban. Atas perbuatannya AS langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus terakhirnya, guru ngaji cabul melancarkan aksi bejatnya pada Senin (9/8/2021) yang dilancarkan saat korban tengah sakit, di asrama putri pondok pesantren di wilayah Tasikmalaya selatan tersebut.

Pelaku berpura-pura mengobati dengan menawarkan pijat pengobatan, hingga sejurus kemudian akhirnya melakukan perbuatan asusila. "Pelaku melancarkan aksinya saat korban sakit dan ditinggal salat subuh," kata dia.

Khusus kasus pencabulan ini, lembaganya masih mendalami dan melakukan pengembangan terhadap korban lainnya dalam kasus tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Hukuman Penjara 15 Tahun

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, akhirnya mengamankan AS (48), oknum guru ngaji, pelaku rudapaksa terhadap tiga santriwati di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, akhirnya mengamankan AS (48), oknum guru ngaji, pelaku rudapaksa terhadap tiga santriwati di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya.(Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo menambahkan, beberapa barang bukti yang diamankan antara akte kelahiran korban, pakaian ketiga orang korban, handphone, kartu identitas korban, hingga cetakan screenshot percakapan korban, saksi dan tersangka. 

Atas perbuatannya pelaku diancam pasal 82 Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. "Ancaman pidana penjara 15 tahun," kata dia.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengapresiasi pengungkapan kasus rudapaksa santriwati, untuk mengembalikan marwah pondok pesantren.

Saat ini kondisi para korban dalam keadaan baik dengan upaya pemulihan psikologis, untuk memutus traumatik antara korban dan rekan lainnya. "Kami  mengharapkan kejadian ini berakhir. Psikologis korban kami tengah pulihkan," kata dia.

Ketua PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH Atam Rustam menyatakan pengungkapan kasus itu diharapkan mampu memutus stigma negatif terhadap pondok pesantren.

"Masyarakat tidak kebingungan dan tenang. Kemudian tidak banyak hoax yang beredar," kata dia.

Menurutnya, upaya hukum yang dilakukan aparat penegak hukum, memberikan rasa aman bagi masyarakat untuk tetap memberikan kepercayaan bagi pesantren.

"Pelaku adalah oknum salah satu pengajar atau guru, bukan pengurus atau pemilik lembaga atau yayasan, jadi jangan takut mesantren," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya